'Aku mengenalnya lebih dari enam tahun, aku tahu makanan kesukaannya, warna favoritnya, tempat yang selalu ia kunjungi kala akhir pekan. Ia juga mengenalku, tidak, ia hanya tahu namaku, tidak dengan makanan kesukaanku, warna favoritku, dan tempat favoritku. Tidak masalah, aku sudah terbiasa bergumul dengan perasaanku sendiri. Selagi aku masih bisa memandangi mahakarya Tuhan yang luar biasa satu ini, aku tak masalah meskipun harus memandangnya dari sudut tergelap tempatku berada. Aku baik-baik saja selagi ia juga baik-baik saja, kenapa? Karena aku mencintainya. Laki-laki dengan surai hitam legam, tubuh atletis, dan wajah tampan seperti perpaduan Eropa-Surga, aku tidak bisa menampiknya, Tuhan benar-benar seniman yang hebat.'
Gadis 19 tahun itu segera menutup catatannya saat bel sekolah pertanda masuk berbunyi, ia segera memasukkan buku catatannya dengan tergesa-gesa dan berlari menuruni bukit di belakang sekolahnya. Bagi Anna, hal yang paling disukainya dari sekolah hanya ada dua yakni bukit tempat ia merenung dan bersembunyi dari bisingnya sekolah, rumornya bukit itu ditempati oleh roh jahat, akan tetapi Anna tidak takut, karena ia lebih takut pada manusia dan pikiran-pikiran jahatnya. Kedua, adalah laki-laki bernama Brans yang berhasil mencuri hatinya sejak ia duduk di bangku SMP.
Brans dan Anna selalu memasuki sekolah yang sama, tidak, ini bukan kebetulan apalagi takdir Tuhan. Anna sangat menyukai laki-laki itu, bahkan tindakannya tidak bisa dibilang suka atau cinta lagi, ia terobsesi dengan Brans, ia selalu mencari tahu apa yang akan dilakukan oleh pria itu, kemana ia akan pergi, semua hal tentang Brans, Anna harus mengetahuinya. Anna bahkan merengek untuk memasuki SMA yang sama dengan Brans, meskipun harus memakai cara kotor, apapun akan Anna perbuat asalkan Brans tidak luput dari pandangannya.
'..aku melakukannya karena aku mencintai Brans, tidak ada yang boleh mengambilnya dariku.'
Begitu ucap Anna pada sosok terbaring kaku dihadapan kakinya, dengan darah berlumuran di semak-semak dan sebuah paralon yang mengeluarkan aroma amis darah di tangannya. Anna yang pada saat itu berusia 15 tahun berhasil mengeksekusi korban pertamanya yang diduga adalah kekasih Brans. Ia membunuh korban pertamanya di bukit belakang sekolah yang kini adalah SMA nya, mengubur dalam-dalam mayat tak berdosa tersebut dan menyimpan rapat-rapat rahasia hidupnya hingga tak seorang pun tahu kalau sebenarnya Anna adalah monster penuh tipu muslihat.
Dua hari setelah aksi pembunuhan pertamanya, Anna mendapat kabar kalau ternyata gadis yang dibunuhnya bukanlah kekasih Brans. Tapi ia tidak merasa bersalah sedikitpun, setidaknya populasi perempuan penggemar Brans akan semakin berkurang dan hanya menyisakan dirinya. Ya, itu adalah sebuah pembenaran yang dibuat-buat oleh pikiran jahatnya, maka kali ini ia akan benar-benar membunuh sang kekasih yang sesungguhnya.
'Apa kau kekasih Brans? Ah aku salah pertanyaan, apa kau iblis yang mencoba merebut Brans dariku? Mengakulah.' tanya Anna dengan eskpresi datarnya, ia menyekap korban keduanya di gudang sekolah dengan mengikat kedua tangan dan kaki korban pada kursi.
'Anna? Si penyihir berwajah dingin? Lepaskan aku kau orang gila!'
Ada sisi lain dari seorang Anna, benar ia adalah korban bully, ia dibully karena sifatnya yang kaku dan tidak suka bersosialisasi dengan sekitarnya, anak-anak memanggilnya penyihir berwajah dingin, Anna tidak pernah memedulikannya karena yang ia pedulikan hanyalah Brans seorang.
'Hanya ada satu opsi bagi orang yang berani mengambil Brans dariku, mati.'
'Kau tidak akan membunuhku disini bukan? Jangan gila! Aku akan teriak!'
Anna tidak bodoh, jika sekolah menjadi tempatnya mengirim nyawa seseorang ke akherat, maka ia akan menentukan lokasi serta waktu yang tepat, seperti pukul dua belas malam keatas, itu akan menjadi timing yang sempurna. Hanya ada mereka dan bisikan-bisikan jahat di telinga Anna. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Anna mengambil sebuah tang yang sengaja ia siapkan untuk mengantar nyawa gadis tersebut bertemu Sang Maha Pencipta. Tapi Anna tidak sebaik itu langsung menghabisi korbannya, ia akan menyiksanya terlebih dahulu, melihat wajah-wajah kesakitan serta rintihan memohon ampun padanya adalah sebuah kenikmatan bagi Anna. Ia mempelajari semua itu dari film.
'Mau apa kau dengan benda itu?'
'Mau apa lagi? Akan kucabuti kuku-kukumu yang mengkilau itu, jujur saja aku terganggu dengan kilauannya, menyakitkan mata dan aku bisa pastikan kalau Brans pasti setuju denganku.' Anna tertawa renyah yang semakin membuat korban ketakutan dan menangis sejadi-jadinya.
Tang yang dingin itu satu-persatu mencabuti kuku-kuku korban, darah mulai membanjiri kulit mereka, membuat Anna semakin brutal.
'Diam!' bentak Anna karena tidak tahan dengan teriakan dan ocehan yang keluar dari mulut korban.
'Tolong, aku mohon, sakit...'
'Kau cantik sekali, bahkan saat kau kesakitan dan tidak berdaya seperti ini, inikah alasan Brans berhasil terpikat olehmu? Kalau begitu, bagaimana kalau aku hancurkan saja wajahmu, uh? Kau setuju?'
Si korban menangis sejadi-jadinya, ia mencoba berontak tapi semua itu sia-sia, kilatan tang yang terkena cahaya bulan itu menjadi saksi korban SMP X kehilangan wajahnya, hancur sejadi-jadinya.
'Mati kau! Mati! Mati! Mati kau!'
.
.
"Berita pagi ini, seorang siswi SMP X ditemukan meninggal di loker olahraga salah satu siswa dengan kondisi wajah hancur dan kuku-kuku yang hilang. Korban diduga dibunuh dengan dicabuti kukunya dan timpukan benda tumpul..."
Dalam seminggu, Anna berhasil membunuh dua orang dengan mudahnya dan dia bangga, ini adalah sebuah prestasi baginya karena berhasil menyingkirkan satu-persatu benalu dari kehidupan Brans.
'Kau tidak perlu gelisah lagi, aku akan selalu melindungimu, akan kusingkirkan orang-orang yang berani mengganggu kita Brans, kau pasti akan senang kan mendengarnya? Kau pasti akan berterimakasih padaku.'
-
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Psycho ✔
Короткий рассказJika aku tidak bisa memilikimu, maka orang lain pun tidak. ㅡWARNINGㅡ Cerita ini mengandung kekerasan, kesadisan, dan adegan berdarah lainnya.