Lima tahun kemudian.
Surai hitam legamnya berterbangan tertiup kipas angin besar di ruangan persegi tersebut, wajahnya bersinar terkena cahaya dari blits-blits kamera yang tertangkap pupilnya. Seringai dari bibir merah darahnya begitu memikat siapapun yang menatapnya, banyak yang berubah dari sosoknya, wajahnya kini lebih dewasa dan tentu saja ia tak sedingin dulu.
Siapa sangka, Anna si penyihir berwajah dingin itu kini menghiasi majalah-majalah fashion maupun kecantikan, si gadis pendiam penuh misteri itu berubah menjadi sosok yang dikagumi banyak orang, siapapun yang dulu menggunjingnya benar-benar tertampar melihat Anna yang sekarang, menjadi super model, memiliki begitu banyak penggemar, dan tentu saja penampilannya yang berubah drastis membuat siapapun yang dulunya mengenal Anna benar-benar tidak menyangka.
"Oke, sesi pemotretan hari ini selesai, good job Anna."
Anna tersenyum dengan manis dan mengucapkan terimakasih pada segenap kru yang bertugas, ia mengambil tasnya dan bergegas menuju mobil. Ia tampak tergesa-gesa karena sesuatu mengganggunya sejak tadi.
Pukul tujuh malam, masih ada tiga puluh menitan untuk Anna pergi ke tempat dimana seseorang yang selalu dipikirkannya pulang dari tempatnya bekerja. Musim boleh berganti, namun tidak dengan perasaan Anna, ia tetap mencintai sosok Brans, sampai detik ini perasaannya tak pernah berubah, tidak ada seorang pun yang sanggup menggantikan Brans. Sebanyak apapun laki-laki yang mengantri memohon belas cintanya, Anna tak akan pernah menggubrisnya bahkan sekedar melirik pun ia tak akan sudi, hatinya benar-benar hanya untuk Brans.
"Well, mari kita lihat." Anna memarkirkan mobilnya di seberang jalan depan kantor Brans. Sejak laki-laki tersebut bekerja di perusahaan pengelola galeri seni itu, Anna tidak pernah absen untuk memantaunya di seberang jalan, semua info mengenai Brans harus selalu ia update melalui informannya yang sengaja ia bayar mahal hanya untuk mencari tahu tentang Brans lebih dalam, dimana Brans sekarang tinggal, apakah ia memiliki kekasih, dan semua tentangnya Anna tidak boleh ketinggalan dan sejauh yang Anna ketahui, bahwa Brans masih melajang, ia tidak pernah mendengar lagi desas-desus kalau Brans memiliki kekasih.
"Tentu saja, aku yakin ia juga mencintaiku." Ucap Anna tersenyum sambil memantau sosok Brans yang terlihat keluar dari kantornya. Tidak hanya sampai disitu, Anna akan mengikutinya sampai Brans benar-benar memasuki apartemennya, ia ingin memastikan pria yang dicintainya itu selamat sampai menutup pintu. Anna akan turun dari mobilnya dan berpura-pura bahwa ia juga tinggal di apartemen tersebut, berjalan biasa dengan tetap menjaga jarak di belakang Brans, namun matanya tetap tak bisa terlepas dari sosok di depannya.
Tiba-tiba sesuatu mengganggu pemandangan Anna, Brans yang sedari tadi memegang berkas-berkas pekerjaannya tidak sadar jika ada selembar kertas yang terjatuh. Anna segera memungutnya dan pandangannya kembali menatap Brans yang sudah memasuki lift. Anna tersenyum samar sambil memandang selembar kertas di tangannya, "Tuhan bahkan merestui kita Brans."
-
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Psycho ✔
Historia CortaJika aku tidak bisa memilikimu, maka orang lain pun tidak. ㅡWARNINGㅡ Cerita ini mengandung kekerasan, kesadisan, dan adegan berdarah lainnya.