siapa?

2 0 0
                                    

Lampu hijau dalam ruangan khusus menyala tanda bahwa para dokter sedang mengerahkan kemampuannya untuk menyelamatkan nyawa orang lain yang tengah sekarat di meja operasi.
Ada beberapa dokter ahli yang menjalankan operasi pengangkatan Tumor di pankreas mahasiswi yang tengah terpengaruh oleh bius.

" Pisau bedah." Pria bermasker dengan kacamata yang bertengger manis memperjelas penglihatannya.

Para dokter bekerja sama dalam pengangkatan tumor di tubuh pasien mereka. Mereka memang bukan Tuhan namun apa salah jika berusaha untuk menyelamatkan kehidupan manusia bukan.

Dokter wanita bertubuh mungil dengan cekatan membantu operasi yang cukup menegangkan itu.

Sedangkan dokter tampan yang saat ini memimpin jalannya operasi, dengan kepandaiannya, berusaha menyelamatkan mahasiswi yang tengah berada di ambang kematiannya itu.

Lima jam operasi pengangkatan tumor akhirnya lampu hijau ruang operasi dimatikan. Para dokter keluar dari ruang operasi dan membersihkan tangannya.

"Kerja bagus dok!" Tegur Pria tampan yang kini tengah mensterilkan tangannya karna akan memulai operasi.

Dokter yang baru saja dari ruang operasi itu melirik sekilas lalu tersenyum.
"Sudah biasa dokter jimmy, dan andapun tak kalah hebatnya dengan saya." Ramah dokter tampan itu.

"Hahah...dokter hebat dan dokter idola seperti anda pun ternyata masih mempunyai sisi keramahan." Dokter yang diketahui bernama Jimmy itu tersenyum.

"Tentu...tunggu!" Cegah si dokter idola pada dokter bedah jantung yang akan segera memasuki ruang operasi.
Pria bernama Jimmy itupun menghentikan langkahnya dan menghadap ke arah dokter itu.

"Apa anda melihat dokter Fani?"

"Eumm sepertinya ia sedang beristirahat. Ia terlihat kelelahan." Jawab jimmy lalu berjalan memasuki ruang operasi meninggalkan dokter ahli bedah itu sendiri.

Langkah jenjang membawa pria berparas tampan ke ruang istirahat.
Pelan namun pasti tangan kekarnya membuka knop pintu lalu mendorong nya agar sedikit terbuka, hingga menampakkan wanita yang berpakaian tak jauh beda dengan dirinya sendiri tengah menyesap kopi panas dan merebahkan tubuhnya di sandaran sofa.

"Permisi dokter cantik. Boleh aku ikut masuk?" Tanya pria tampan itu membuat dokter bernama Fani itu mengarahkan pandangannya lalu tersenyum kecil dan mengangguk. Meletakkan cangkir kopi yang tadi berada di genggaman nya kini beralih di atas meja.

Sedangkan pria yang baru saja masuk ke ruangan mendarat kan pantatnya di atas sofa empuk di depan dokter fani.

"Ada apa dokter? mau beristirahat? atau memang sengaja mencari saya?" Tanya fani tanpa jeda

"Ingin duduk." Jawaban sang dokter tampan membuat fani mencebik asal.

"Aku ingin kamu membantu saya."

"Bantuan apa dokter Rian? Hingga seorang dokter sepintar anda meminta bantuan pada saya yang tentu belum ada apa-apanya, sesulit itukah?"

"Diam dan dengar kan!...."

Perbincangan mereka berlanjut hingga mereka kembali menekuni pekerjaan yang mereka telateni.

Sedang di tempat lain seorang siswa tengah berjalan mengelilingi sekolah dengan langkah yang tergesa tangan kirinya mengenggam Tupperware berwarna biru laut milik orang lain.

"Tta! Lo mau kemana?"teriakan Albert teman sekelas Atha ketika memergokinya di di lorong kelas 11.

" Ngembalikin botol. Lo tau cewek yang ngasih botol ini ke gw kemarin?"tanya atta pada Albert yang dapat diduga bahwa sekarang temannya~ Albert sedang mengapeli pacarnya.

Blood Maker Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang