Bab 2

205 45 65
                                    

RULES
Read doang ❌
Vote doang ❌
Read + vote ✅
Read + vote + comment ✅✅
Read + vote + comment + follow ✅✅✅
--------------------------------------------------------------

Saat laju kendaraan yang ditumpanginya melambat, ia tahu, ia sudah tiba di tujuan. Kepalanya pun berputar menghadap ke depan.

"Kita sudah sampai," ujar gadis yang duduk di sampingnya tanpa menoleh padanya, seolah tahu ia bergerak.

Lelaki itu memperbaiki posisi duduknya dan menatap lurus ke depan. Dari kiri hingga kanan ia hanya melihat bangunan yang sama. Mungkin itu adalah bangunan apartemen, namun agak berbeda dengan apartemen yang biasanya ia temukan di kota besar, yang menjulang hingga puluhan lantai.

Bangunan apartemen yang ia lihat saat itu hanya terdiri dari dua tingkat memanjang berdinding bata dan berdesain minimalis. Sementara di lantai paling dasar merupakan lahan parkir bagi pemiliknya.

Gadis itu mengarahkan kendaraannya perlahan memasuki lahan parkir kosong berdampingan dengan kendaraan-kendaraan lainnya.

"Yuk," ajak Cassandra seraya meraih ranselnya dari jok belakang.

Laki-laki itu mengikuti langkah Cassandra keluar dari mobil. Namun tak seperti gadis yang langsung menaiki tangga bergaya industrial bercat kelabu itu, ia masih berdiri sejenak dan mengamati lingkungan barunya. Sesungguhnya ia merasa cemas, orang-orang itu masih mengejarnya. Namun entah kenapa, tempat ini cukup membuatnya sedikit tenang. Dan menurut firasatnya, gadis ini bisa dipercaya.

Kakinya pun bergerak mengikuti perempuan yang sudah lebih dulu berada di anak tangga keempat itu. Perlahan ia menaiki tangga seraya berpegangan pada susurannya yang dingin. Sementara tangan satunya memegangi bagian kerah jaket yang sejak tadi masih tersampir di pundaknya agar tak terjatuh.

Tiba di lantai pertama, gadis itu berbelok ke kanan. Ia pun mengarahkan kakinya ke sana. Ketika gadis itu berhenti di depan sebuah pintu kedua yang berbahan kayu ia juga berhenti di sampingnya sambil menunggunya memutar kunci pintu.

Setelahnya ia membiarkan si gadis lebih dulu masuk ke dalam. Apartemennya tampak cukup gelap. Seberkas cahaya suram dari lorong di luar ikut menyusup masuk melalui pintu dan jendela panjang tak bertirai di sisi kanannya. Hingga ia bisa melihat sebagian kecil area dapur di situ.

Dengan beberapa kali pijitan pada barisan sakelar di dinding, semua lampu di apartemen itu menyala, memberinya penglihatan pada sebuah ruangan yang tak seberapa luas. Berbeda dengan dinding di luar yang keseluruhannya merupakan bata ekspos, di dalam, dindingnya merupakan campuran antara bata ekspos dan dinding bercat putih.

Saat ia menginjakkan kakinya di dalam, ia langsung disambut oleh sebuah meja panjang berbahan kayu yang membatasi area pintu masuk dengan dapur. Peralatan di dapur itu cukup lengkap dan rapi. Kulkas berwarna perak yang menempel pada dinding pun terlihat lumayan besar. Tingginya bahkan melebihi tinggi pemiliknya. Entah persediaan berapa hari yang bisa muat di sana. Sementara sebuah meja makan yang cukup untuk empat orang diletakkan di tengah-tengahnya.

Di seberang dapur kelihatannya ruang duduk. Namun tak banyak furnitur yang ada di sana. Mungkin untuk menghemat ruangan yang sempit. Di sana terdapat sebuah sofa panjang yang diposisikan membelakangi area dapur namun menghadap TV layar datar berukuran 32 inci yang tergantung di dinding bata, sehingga saat makan pun masih bisa menikmati siarannya.

Di samping kanan sofa itu hanya ada sebuah sofa tunggal. Dan satu-satunya meja yang ada di sana adalah meja kerja kecil tapi panjang yang hanya diisi seperangkat komputer layar datar berwarna putih beserta papan tiknya dan mesin cetak.

Lalu di dinding sebelah kiri ada tiga buah pintu. Satu tepat di depan, satu di sebelah kiri pintu pertama dan satu lagi di sebelah kanannya. Ketiga-tiganya tertutup rapat. Namun ia menduga, salah satunya pasti pintu menuju kamar mandi.

✔Erased [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang