Chapter. W

431 48 0
                                    


"Woy, Doy, banguun!! Lima menit lagi gerbang ditutup!" Jaehyun mengguncang tubuh Doy cukup keras. Tapi tetap saja Doy tak bergeming. Hanya kembali merengkuh. Jaehyun menepuk lengan Doyoung pelan, jika dikerasin nggak bisa, lembutin aja.

"Sayang, udah siang, bangun", ucap Jaehyun lirih, tepat ditelinga lelaki manis yang tertidur didepannya. Tapi Doy hanya mengerang pelan, dan lanjut merengkuh, memperdalam dirinya dibalik selimut.

Ini aneh, biasanya jika Jaehyun menggodanya, Doyoung akan marah. Setidaknya mencubit lengannya keras, walau sedang tidur pun ia akan langsung terbangun. Tapi kini ia hanya mengerang dan kembali pada selimut birunya.

"Doy, lu sakit?"

Tak ada jawaban, Jaehyun mengusap poni panjang pemuda manis itu, dan menempelkan dahinya di dahi si kelinci.

"Ya Gusti Doyoung! Lu panas banget!!"

Jaehyun panik, dia bukan anak IPA yang mengerti hal mengenai obat - mengobati. Walau kenyataanya Doyoung mempunyai banyak obat didalam kamarnya. Karena wajar, tubuh Doyoung sangat lemah. Tapi Jaehyun mana tau obat yang berguna untuk menurunkan demam. Akhirnya Jaehyun berinisiatif keluar sebentar, membeli satu - satunya obat yang dia tahu, yang sering sliweran di televisi pemuda jangkung itu, Hufagrip, Bye bye fever, dan mungkin sebungkus bubur ayam diseberang kostan.

Setelah membeli semua itu, ia kembali ke kamar Doyoung, dengan terburu - buru. Mencari secarik kertas dan sebuah bolpen. Menulis beberapa kalimat untuk dibaca pemuda yang sedang sakit itu. Menempelkannya dikresek hitam tersebut.

"Doy, bangun cepet, diminum obatnya", ucap Jaehyun lirih, sembari mengusak - usak surai hitam lelaki bermata kelinci tersebut.

.

.

.

Jaehyun berlari kencang menuju sekolahnya. Gerbang sudah tertutup rapat. Menyisakan satpam dan Ketua OSIS yang setia menunggu murid - murid yang telat.

Tanpa menoleh dan menatap siapa yang telat, Ketua OSIS tersebut dengan yakin mengatakan.

"Jeong Jaehyun dan Kim Doyoung, telat lagi kan?" Ketua itu masih menatap buku dan menulis sesuatu. Baru mengedarkan pandang ke siapa lagi yang telat hari ini. Tapi yang dilihatnya hanya Jaehyun.

"Kim Doyoung... Mana?" Tanya ketua tersebut bingung.

"Tadi dia sakit, dan-oh iya, gue telat buat rawat dia sebentar".

Ketua Osis—sebut saja Lee Taeyong—, itu berlari menuju parkiran sepeda. Membawa sepedanya ke depan gerbang.

"Jae, lu gantiin gua bentar, ya! Jam delapan lu baru boleh masuk, gua mau, errr... Fotokopi laporan, bye", ketua OSIS itu langsung mengayuh sepedanya cepat. Jaehyun yang kebingungan menggaruk Surainya yang tidak gatal sama sekali.

.

.

Taeyong mengetuk pintu kayu itu pelan, setelah dirasa benar - benar tidak ada jawaban, ia membuka perlahan pintu itu.

Terlihat seorang pemuda yang menggigil dibalik selimut biru. Membuat lelaki yang baru saja masuk menarik kedua sudut bibirnya.

Taeyong duduk dipinggir kasur, mengusak gemas Surai hitam Malika itu. Kemudian memegang dahinya.

"Ya Gusti. panas banget, habis ngapain sih??" Monolog Taeyong heran.

Jujur saja, tadi malam sekitar jam sebelas Doyoung mandi dengan air dingin, ditambah durasi waktu mandi Doyoung yang terbilang lama, tak heran ia terkena demam paginya.

Taeyong melihat sekeliling dan menangkap nampan dan kresek hitam diatasnya. Melihat ada secarik kertas, ia membacanya.

Dimakan buburnya, lalu diminum obatnya, dipakai Bye bye fevernya, biar cepet sembuh. Kalo kamu sakit terus aku juga ikut sakit

Ba.PerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang