The Weary Butler sighed, "My Lord, Please be a Little Sane."

36 7 0
                                    

Butler Yoon Said...

7th

The Weary Butler sighed, "My Lord, Please be a Little Sane."

Bibir pria itu pucat dan kering. Rona kehidupan memudar dari wajahnya, mata sudah kehilangan fokus sejak beberapa jam yang lalu. Meski ada getar ketakutan, tetapi mulut itu bungkam sepenuhnya.

Keteguhan si penyusup membuat Jaehwan yang duduk di seberang merasa gusar. Hanya ada bunyi gemelutuk gigi, tetapi melihat dari belakang saja Jisung bisa merasakan emosi negatif melingkupi majikannya itu.

Punggung Jaehwan memancarkan aura-aura tidak mengenakan. Jisung diam sekaligus menerka-nerka siksaan macam apalagi yang akan dititahkan oleh Jaehwan.

Darah menetes dari cambuk di tangan penjaga penjara sebelum diletakkan kembali ke atas meja. Bersebelahan dengan pisau cungkil yang juga dibasahi cairan merah. Ada tiga alat yang belum dipakai, masih bersih dan berkilau. Berbanding terbalik dengan lantai yang dikotori congkelan daging dan darah.

"Jisung, beritahu Jangjun," ujar Jaehwan seraya bangkit dari kursinya.

"Katakan padanya, makan orang ini dengan pelan. Seperlahan mungkin." Lidahnya berdecak jengkel sambil mendengus. "Aku tidak peduli lagi dengan siapa yang mengirimnya."

"Baik, Tuan."

Penjaga penjara menunduk ketika Jaehwan melewatinya. "Hari ini Anda sudah bekerja keras, Tuan. Selamat menikmati hari."

Jisung meringis. Pekerja di sini memang tidak ada yang waras!

-ooo-

Karena ekspresi Jaehwan yang semrawut, Jisung tanpa mengatakan protes apa pun langsung merebahkan kepala di pangkuan majikannya itu. Elusan Jaehwan yang menyambangi kepalanya terasa dangkal dan dingin, membuat batin Jisung bertura-tura.

Ia mendengus. Padahal Jisung sudah melemparkan martabat butler berdedikasi yang selalu dijunjungnya dengan rebah di atas pangkuan Jaehwan seperti peliharaan. Namun, bisa-bisanya malah tidak memberikan Jisung impresi yang ia inginkan. Paling tidak kirimkan rasa tenang dan nyaman di setiap elusanmu seperti biasa, Tuan!

Untungnya, sensasi hangat dan lembut usapan Jaehwan seiring waktu berjalan mulai menyambangi Jisung. Jemari majikannya itu sesekali menyusup di antara helai rambut Jisung, mengacaukan tatanan rambut kebanggaannya yang rapi dan tanpa cela.

Untuk kali ini, Jisung diam saja, bahkan beberapa helai poninya sudah jatuh ke atas dahi. Jika hal itu sebanding dengan berkurangnya kerutan di wajah dan aura masam majikannya, Jisung bisa menanggung kalau cuma sebatas ini. Karena ia butler berdedikasi!

Jaehwan masih fokus membaca laporan pajak pertanian ketika Jisung mulai kehilangan kesiagaan. Perlahan mata Jisung menutup seirama belaian Jaehwan pada kepalanya.

.

.

Jisung terkesiap begitu membuka mata mendapati Jaehwan yang terlelap. Tuannya itu tidur terduduk di sofa dengan sebelah tangan menopang kepala. Sedang sebelah yang lain berada di antara helai rambut Jisung.

Bergegas Jisung bangun. Ia menelan ludah susah payah sambil terus mengamati majikannya. Ia mengelus dada lega melihat ekspresi wajah Jaehwan begitu tenang dan damai. Hembusan napas Jaehwan yang teratur bahkan bisa Jisung rasakan dengan jelas.

Setelah dilihat-lihat, kalau dalam keadaan seperti ini Jaehwan nampak sinkron dengan usianya. Remaja tanggung menuju dewasa yang masih perlu bimbingan dan perlindungan. Tapi, begitu mata Jaehwan terbuka, hanya ada asrar di citrine kuning itu.

Butler Yoon Said...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang