The anxious butler monitored, "I must ensure the safety of the Young Master."

52 12 3
                                    

Butler Yoon Said...

4th

The anxious butler monitored, "I must ensure the safety of Young Master."

"Kita lanjutkan nanti," ujar Jaehwan sambil berlalu melintasi Jisung.

Begitu pintu sudah metutup terdengar suara Joochan. 'Terima kasih, sir," ujarnya membungkuk hormat.

"... Ya," balas Jisung kaku, tidak menyangka akan menerima ucapan terima kasih. Satu-satunya yang bisa ia sangka dan duga dengan benar adalah ketidakwajaran yang dibawa oleh kalimat majikannya barusan. Benar-benar membuat bulu kuduk meremang.

Melihat Joochan tersenyum tulus padanya, kepala Jisung miring ke kiri. "Kukira kau tidak suka padaku."

"Ah, apa itu yang membuat Sir Jisung menatap saya seperti itu?"

"Bukan." Mata Jisung bergulir ke sudut ruangan. "Karena kau menertawaiku tadi."

"Saya? Kapan? Oh, maksudnya sewaktu Tuan Jaehwan menanyai pendapat Anda tentang pakaiannya?" Mendapati Jisung hanya mengangguk, Joochan melanjutkan, "Maafkan saya, sir. Saya tidak bermaksud menyinggung Anda sama sekali. Saya hanya merasa perlakuan Tuan Jaehwan pada Anda benar-benar menarik. Saya belum pernah melihat Tuan menanyakan pendapat orang lain."

Dahi Jisung berkerut. "Dia tidak pernah?"

"Tentu saja." Joochan menyangga dagunya, "Penerus Keluarga harus bisa menentukan sendiri segalanya. Jadi, perkara—"

"Joochan, aku—oh." Kalimat Donghyun terhenti ketika mendapati keberadaan Jisung. Tangannya masih berada di pegangan pintu.

Suara pintu yang terbuka, membuat atensi keduanya teralihkan. Jisung dan Joochan langsung memberi salam.

"Kalau begitu, saya undur diri, Tuan Muda," ujar Jisung menunduk lalu meninggalkan kamar khusus pakaian pesta milik Jaehwan itu.

Donghyun hanya mengangguk pelan.

Langkah Jisung terhenti tak jauh dari ruangan. Suara pintu yang ditutup dengan tergesa-gesa membuatnya melongok dari balik bahu. Tetapi, kemudian Jisung mengendikan bahu tidak hendak terlibat masalah pribadi siapapun.

-ooo-

Dahi Jisung berkerut mendengar penolakan Joochan. "Bawalah beberapa prajurit," ulangnya.

"Maafkan saya, ini permintaan Tuan Donghyun. Anda tahu seberapa keras kepalanya Tuan Donghyun."

Jisung memijat keningnya sambil memejamkan mata. Dasar genetik Duke Kim sialan. "Dia hanya tidak ingin ada banyak orang yang mengiringi, 'kan?"

"Benar."

Mata Jisung terbuka, senyum tipis samar menghiasi wajahnya. "Kalau begitu, prajurit yang mengikuti hanya tidak perlu terlihat, 'kan?"

Joochan meringis. "Saya harap Tuan Donghyun tidak akan menyadarinya."

"Mungkin nanti dia akan marah." Sudut bibir Jisung terjungkit mendapati reaksi Joochan yang berjengit. "Tapi, tidak ada yang lebih buruk dari kemarahan Tuan Jaehwan, bukan begitu?"

Valet itu tertawa pilu. "Ah, seperti menelan phaleria macrocarpa saja."

Meski Jisung tidak mengerti kenapa kiasan semacam itu bisa dipakai orang-orang—padahal ia sudah pernah mencicipi buah phaleria macrocarpa, dan tidak ada hal buruk—tetapi ia bisa memahami konteksnya. Ekspresi kelam di wajah Joochan menyakinkan Jisung kalau valet itu sudah pernah menyaksikan kemarahan majikan mereka.

Butler Yoon Said...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang