09. Ketulusan

1.8K 263 77
                                    

__________

Aku akan menginjak percikan darah di sepanjang langkahku dan aku tidak akan memintamu menemaniku.

__________


Chapter 09 : Ketulusan

Jarak pulang pergi dari ibukota ke Perfektur Guang hanya memakan waktu satu hari. Lan WangJi telah bergegas dalam perjalanan dan berhasil kembali tepat setelah badai berlalu. Cuaca sore sangat cerah ketika dia memasuki kota, orang-orang memenuhi jalan dengan pakaian tebal berwarna-warni. Stan-stan yang tutup selama beberapa hari kembali ramai, penjualnya nyaris tidak terlihat dibalik kepungan pembeli.

Kereta berjalan perlahan ditengah kepadatan lalu lintas. Lan WangJi melihat-lihat sebentar dan berencana menurunkan tirai, tapi gerakannya terhenti ketika matanya menangkap sosok familiar di tengah kerumunan. Matanya melebar, kerutan di keningnya terlihat jelas. Dia buru-buru memberi instruksi pada kusir untuk berhenti, tidak mengindahkan Kasim Liu yang mencegahnya dengan panik, dan melesat menyusul siluet yang dia pikir dikenalnya.

Lan WangJi hanya melihatnya sekilas. Waktu yang terbuang ketika turun dari kereta membuatnya kehilangan jejak. Untunglah dia mengenakan jubah biasa dan penutup kepala, identitasnya tidak dikenali ketika berjalan cepat di jalanan ibukota yang ramai.

Setelah berputar beberapa kali, Lan WangJi akhirnya berhenti di dekat sebuah kedai, mengatur napas. Matanya melihat pada wajah-wajah yang melintas – tidak ada satu pun yang dia kenal. Perlahan, bersamaan dengan napasnya yang mulai tenang, satu senyum penuh ejekan tebentuk di bibirnya. Sepasang manik mata keemasan berpendar sedih, tersembunyi di balik tudung.

Ya... orang itu tidak dalam kesehatan yang baik, tidak bisa terkena udara dingin – tidak mungkin baginya untuk berjalan-jalan di cuaca seperti ini.

Apa yang dia pikirkan?

Lan WangJi menghela napas, memutuskan berjalan-jalan sedikit sebelum kembali. Dia mengambil arah secara acak, melewati banyak bangunan, mendengar suara anak-anak berkejaran dan berteriak. Suasana riuh dan bising, tapi Lan WangJi merasa dingin. Setelah puas berkeliling, pemuda itu mengambil arah kanan pada persimpangan, tiba di jalan kecil yang amat dikenalnya. Jika berjalan terus, dia akan sampai di istana lewat pintu samping.

Pemuda itu melihat kios mie di pinggir jalan, berhenti sebentar. Rasa dingin membuat tubuhnya gemetar, dia tiba-tiba berjalan cepat seolah menghindari sesuatu. Lan WangJi menggertakkan gigi ketika kilasan adegan mulai terbentuk dalam pikirannya, merasa beban satu ton telah ditambahkan di hatinya, membuatnya kesulitan menarik napas.

Langkahnya semakin cepat sampai nyaris berlari, semakin cepat seakan ingin meninggalkan masa lalu yang berputar di benaknya, semakin cepat seolah dia tidak tahan dengan bayangan dirinya dan Wei WuXian remaja yang menghiasi setiap sudut jalan; mereka yang makan mie berdua, berjanji bertemu, bermain bersama...

Kemudian dia berhenti, terengah-engah.

Lan WangJi menutup mata, bibirnya bergetar di balik tudungnya ketika berbisik, "Wei Ying, kenapa aku melihatmu dimana-mana?"

Kemudian, setengah menyerah, setengah tidak sadar dengan apa yang dilakukannya, pemuda itu berbalik. Kali ini, dia dengan hati-hati menapaki setiap langkah, membuka ingatan lama seperti menyayat luka di jantungnya. Lan WangJi nyaris dengan senang menikmati sengatan sakit yang dia derita ketika penyesalan bersanding dengan senyum secerah matahari milik Wei WuXian yang pernah tertuju padanya.

Dan dia kembali berhenti.

Di depan sana, orang yang dia kejar sosoknya di keramaian, menatap tepat ke matanya.

The King, Throne, and His Lover [WangXian] [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang