Friends : Ep. 43

1 0 0
                                    

-01 September 2011-

Di malam yang dingin, di Bale Dauh, Dapi tersentak di atas tempat tidurnya. Mimpinya sangat mengerikan. Dia bermimpi melihat seorang anak kecil yang dipukul oleh seorang pria. Anak kecil yang berusia sekitar 9 tahun dipukul dan disiksa oleh seorang pria di sebuah kamar tidur berukuran kecil.

Dirinya berada di kamar tidur yang kusam. Cat dinding sudah mengelupas di sana sini. Anak laki-laki kecil terpojok di sudut kamar. Kepalanya berdarah. Telapak tangannya terdapat bekas sulutan api rokok. Pria dewasa bertampang bengis yang melakukannya. Bekas sulutan membekas di beberapa titik.

Anak kecil yang berambut lurus itu menangis tertahan. Kedua tangannya menutupi kepala yang berdarah. Tapi pria dewasa itu masih terus memukulnya. Dia tak perduli dengan kondisi anak kecil itu sekarang.

Dapi yang melihat kondisi itu dari belakang pria dewasa, berusaha untuk menolong anak kecil yang menderita di sudut kamar. Pemuda itu mencoba untuk menarik tubuh pria dewasa yang bertato. Tapi dia tak berhasil menggapai pria itu. Tak berapa lama, tubuhnya melayang tertarik keluar kamar. Menjauh. Seperti ada magnet yang menariknya, lalu dia terbangun dari mimpi.

Nafasnya tersengal. Dia merasa mimpi itu sangat nyata. Keringat bercucuran di wajahnya yang putih.

Dapi bangkit dari tempat tidur. Gerakan perlahan dilakukan untuk mengangkat tubuhnya dari tempat tidur. Dia duduk sejenak di pinggir tempat tiidur yang terbuat dari kayu. Kemudian berjalan dan melangkah dengan tubuh sedikit lunglai menuju sudut ruangan. Mengambil gelas yang berada di atas dispenser dan menampung air minum. Membuka keran. Pemuda yang berambut kusit saat ini, sedikit termenung memikirkan mimpinya. Dia menatap ke tembok.

"Ah...."

Pemuda itu menjerit dan tersadar. Gelas yang menampung air sudah penuh. Menetes, jatuh ke lantai. Dia sedikit melompat, menghindari air yang terjatuh ke lantai. Dengan cepat mematikan keran dan mengambil kain di atas dispenser. Kain berwarna biru dilebarkan di lantai yang basah. Terlihat air meresap di kain yang berukuran 50 sentimeter persegi.

Dapi mengambil gelas yang telah penuh. Mundur beberapa langkah ke samping. Duduk di pinggir meja belajar yang tak jauh dari dispenser. Dia meneguk air putih secara perlahan. Setelah terdengar beberapa tegukan di leher, pemuda itu meletakkan gelas yang masih terdapat air di dalamnya. Tapi tidak penuh lagi. Dia masih termenung.

Dapi menatap langit-langit berlukiskan laut biru di lepas pantai. Dia mencoba kembali mengingat mimpinya. Mungkin ada satu petunjuk dari mimpi itu. Kedua lengan melipat di dada.

Anak kecil itu bukan Firman. Awalnya dia menebak anak kecil yang disiksa adalah Firman. Dan pria dewasa itu adalah Big Boss. Ternyata dugaannya salah. Dapi sepertinya pernah melihat anak kecil itu, tapi tak tahu dimana. Dia berusaha mengingat, namun tak berhasil.

Dapi beringsut ke tempat tidur. Dia berusaha merebahkan tubuhnya kembali. Kedua matanya berusaha dipejamkan. Pemuda Pengendali Air memfokuskan pikirannya untuk beristirahat dengan tenang. Mimpi yang buruk disingkirkan terlebih dahulu. Dia harus istirahat karena besok harus bangun pagi dan pergi ke sekolah.

*******

-2 jam sebelumnya-
Di tempat yang berbeda.

Seorang anak laki-laki menghidupkan korek gas di dalam ruangan kamar yang gelap. Dia sengaja mematikan semua lampu di kamar itu. Fokus cahaya hanya dari korek gas yang menyala.

Dia berbaring telungkup di lantai kamar. Di depan wajahnya terdapat cupcake dan sebatang lilin kecil berwarna kuning.

Anak laki-laki yang memiliki hidung mancung, mendekatkan wajahmya ke api yang berasal dari korek gas ke sebatang lilin kecil. Lilin kecil yang berwarna kuning berada di atas sebuah Cupcake, terbakar dan menyala dengan cahaya kecil. Dia sengaja menghidupkan lilin itu. Korek gas dimatikan olehnya. Bibirnya mengulas senyum tipis.

Anak laki-laki melihat jam digital di lantai. Jam tangan digital menunjukkan angka 00.00.
"Happy Birthday to me," ucapnya pelan. Dagunya yang menempel pada punggung kedua punggumg tangan saling bertindihan, menghambat sedikit ucapannya. Dia tertawa. Tawanya yang lebar tapi tak bersuara, memperlihatkan seluruh gigi bagian depan yang rapi.

Anak laki-laki itu menghembus lilin.
Padam.
Gelap gulita.
Dia memejamkan kedua matanya. Ada doa yang tersemat di dalam bathin.

"Aku berharap seseorang akan mencintaiku dengan tulus dan ikhlas. Siapapun itu... aku akan mencintainya kembali."

Hening. Tak ada suara yang terdengar di malam ini.
Gelap. Tak ada cahaya yang terpancar. Seperti hatinya yang gelap sedari kecil.

*******

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Map of the 7's souls : Hikma AndapiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang