3. Kenapa menghilang?

40 32 8
                                    

"Lo dari mana aja sih, Fal. Bu Ghea nyariin tau nggak sih?"

Falinsya tetap diam menatap teman barunya. Teresa menggeleng pelan melihat penampilan Falinsya yang sedikit kacau. Rambut yang sedikit berantakan. Mata merah. Seperti orang yang kelelahan.

"Lo nggak di apa-apain kan sama si Zadin?" Falinsya menggeleng pelan. Masih tak bisa bersuara. Tubuhnya masih terasa lemah karena kejadian tak sengaja itu. Kenapa Zadin tau nama lengkap gue?..

"Heh! Anak baru di panggil sama bu Ghea tuh di ruangannya sama.. lo juga Zadin!" Falinsya menghela napas kenapa harus sama Zadin. Dengan malas keduanya pun melangkah keluar kelas secara bersamaan.

~~~

"Kalian berdua tadi kemana?" tatapan tajam dari bola mata bu Ghea membuat Falinsya membeku. Kenapa juga harus takut..

"Saya nanya bukannya di jawab malah pada bengong!" gebrakan meja yang ada dihadapan Falinsya seketika membuatnya kembali lemas. Keringat dingin pun mulai membasahi pelipisnya. Sedangkan Zadin yang ada di sebelah Falinsya mengamatinya dari samping. Sebenarnya dia kenapa sih? Lemah banget jadi cewek..

"J-jadi ta-di tu... ."

"Dia pingsan bu. Trus saya bawa ke UKS dulu," ucap Zadin memotong ucapan Falinsya yang bergetar menahan ketakutannya. Falinsya menghembuskan napasnya perlahan. Suara nya benar-benar terasa habis. Bahkan tenggorokannya pun terasa sangat kering.

Terlihat bu Ghea menghela napas kasar. "Hukuman kalian bersihkan taman belakang sekolah. Sekarang!"

"Kok sekarang sih bu? Kan kita masih ada kelas," bantah Falinsya sedikit terkejut dengan hukuman bu Ghea yang harus di laksanakan sekarang juga. Sedangkan Zadin hanya tersenyum samar. Ia sudah tau konsekuensi jika bolos di jam pelajaran bu Ghea pasti di beri hukuman saat itu juga.

"Laksanakan sekarang! Atau saya tambah hukumannya!"

Zadin menghela napas pelan. Lalu menarik pelan tangan Falinsya untuk keluar dari ruangan bu Ghea. Sedangkan bu Ghea hanya menggelengkan pelan kepalanya melihat tingkah Zadin yang membuatnya pusing tujuh keliling.

~~~

Falinsya mengambil sapu yang ada di dekat pohon rindang yang sekitarnya sudah banyak daun yang berguguran. Sedangkan Zadin duduk di sisi lain pohon rindang itu dengan memejamkan matanya. Malas sekali rasanya harus ber panas-panasan.

Falinsya mulai menyapu dedaunan yang coklat itu ke dalam pengki di satu tangannya yang lain. Memasukkannya ke dalam kantong plastik hitam besar. Panas matahari tak berarti baginya. Falinsya harus sesegera mungkin menyelesaikannya.

Pekerjaan nya terhenti ketika kepala nya mendadak pusing. Pandangannya kabur. Tubuhnya pun hampir limbung jika saja tak keburu di tangkap oleh Zadin. Zadin memapahnya menuju pohon rindang itu untuk berteduh. Mendudukkan Falinsya perlahan.

"Jangan jadi cewek lemah!" Falinsya terkejut mendengar perkataan itu. Itu beneran dia kah?..

"Lo itu sebenernya siapa sih?" Zadin duduk di sebelah Falinsya. Matanya menelusuri wajah Falinsya yang sedikit tertutup rambut. Tanpa aba-aba Zadin menyisipkan rambut Falinsya. Sontak Falinsya menoleh. Pandangan mereka bertemu. Saling menatap dalam diam.

Zadin mengusap pelan pipi kiri Falinsya dengan lembut.

"Ini beneran lo Lin?" Falinsya tak menjawab pikirannya terasa kacau. Seolah-olah ia tak mengerti apa yang sedang ditanyakan oleh Zadin.

"Lo lupa?" Zadin tersenyum miris melihat raut wajah Falinsya yang nampak kebingungan. "Gue emang nggak pantes buat diingat."

Seketika air mata Falinsya jatuh perlahan di kedua pipi nya. Membuat kening Zadin berkerut. Falinsya menggenggam tangan Zadin yang masih menempel di pipi nya. Menatap Zadin penuh kerinduan. Zadin menarik Falinsya ke dalam pelukan nya. Falinsya hanya diam.

Zadin mengeratkan pelukannya. Sudah cukup ia merasa kehilangan Falinsya selama ini. Dan akhirnya Zadin di pertemukan kembali dengan Falinsya. Kadang takdir selucu ini. Disaat ia sudah hampir menyerah ketika Falinsya tiba-tiba saja menghilang dari pandangannya. Selama tiga tahun Ia mencari Falinsya. Sekarang malah Falinsya yang menghampirinya.

"Kenapa tiba-tiba menghilang?"

Falinsya sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu, ia mendorong kasar bahu Zadin. Falinsya berdiri hendak pergi. Namun tangannya di cekal oleh Zadin. Falinsya mencoba melepaskan genggaman Zadin.

"Lepasin!" raung Falinsya tiba-tiba, Zadin hanya menatap nya bingung.

"Kenapa lo berubah?" suara Zadin terdengar putus asa melihat perubahan Falinsya yang tak biasa. Falinsya terpaku mendengar suara Zadin.

"Pikir sendiri!"

"Gue udah berusaha buat nyari lo selama tiga tahun. Dan hari ini kita ketemu. Lo malah berubah? Kenapa? Apa karna cowok sialan itu yang bikin lo berubah?!" bentak Zadin kesal.

"Bukan urusan lo!"

Zadin terkejut mendengar jawaban Falinsya. Zadin melepaskan cekalan tangan Falinsya. Menatapnya dengan penuh tanda tanya. Kenapa harus lo yang berubah Fal?

Falinsya membalikkan badannya hendak melangkah pergi. Namun baru saja tiga langkah ia berhenti.

"Lo sama gue itu udah bukan kita lagi!" lalu melangkah pergi dengan sesak menjalar di dada nya.

Bohong jika ia tak merindukan Zadin. Nyata nya perasaan nya memang hanya untuk seorang Zadin. Tapi kenapa Zadin harus tega membuat hancur hatinya di masa itu. Falinsya mengusap kasar air matanya. Ia harus bisa. Toh selama tiga tahun ia jalani tanpa ada Zadin pun ia bisa. Kenapa sekarang harus tak bisa.

~~~

"Lo sama gue itu udah bukan kita lagi!" Zadin terpaku mendengarnya. Kenapa Falinsya harus berubah? Apa yang ia lakukan hingga Falinsya tak menganggapnya ada. Seharusnya Zadin yang marah karna ia melihat kepergian Falinsya bersama seorang lelaki, dan Zadin tak pernah tau siapa lelaki itu.

Bugh bugh bugh

Zadin menjadikan pohon didekatnya sebagai samsak. Ia tak perduli pikirannya kacau melihat perubahan sikap Falinsya.

"Gue masih sayang sama lo Lin! Jangan pergi dari hadapan gue lagi. Gue cuman sayang sama lo. Falinsya! "

~~~

Bel pulang sekolah tak membuat Falinsya tersadar dari lamunan nya. Zadin pun hanya diam di sampingnya menatap Falinsya dalam.

"Gue mau ngomong sama lo!"

"Nggak ada yang harus dibicarakan lagi!"
Falinsya menoleh pada Zadin. "Kita udah selesai." hendak melangkah pergi. Namun tangannya di cekal hingga Falinsya kembali duduk.

"Kenapa?" suara Zadin terdengar benar-benar putus asa, rindunya ternyata tak berbalas.

Tiga tahun Zadin tersiksa karna kehilangan orang yang ia punya saat itu. Setelah semua orang meninggalkannya, menganggapnya sampah, tak berguna. Hanya Falinsya yang tetap datang mengembalikan senyumnya. Dan saat Zadin merasa Falinsya adalah satu-satunya orang yang membuatnya mengerti akan arti kesendirian. Falinsya malah menghilang. Pergi tanpa sebab yang pasti.

"Kenapa di saat gue udah percaya sama lo. Lo malah ninggalin gue, Fal. Di saat gue mikir bahwa gue juga berhak buat bahagia. Dan lo selalu ada buat gue dalam keadaan apapun. Tapi kenapa lo ninggalin gue tanpa alasan Lin?" tanya Zadin terluka.

Falinsya menoleh sebentar pada Zadin. Ada rasa yang tiba-tiba bergejolak lagi. Terasa menghangat melihat mata teduh milik Zadin. Tapi ia harus bisa mengatakan hal yang menyakitkan hatinya sendiri.

"Gue cuman merasa gue pernah ada di posisi lo. Salah lo terlalu berharap ke gue."

**********

Makasih yang udah mau baca sampe part ini😆

See you next chapter😉

Dan semoga suka sama ceritanya😊

FALINSYA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang