Kau tau apa yang lebih sulit dari sebuah penolakan? Ya. itu adalah kematian.
-
-"aku akan mempersiapkannya untuk posisi itu" ucap Yoona ditengah rapat dengan beberapa investor asing.
"kuyakin dia akan secerdas ayahnya" ucap salah satu diantara mereka.
Yoona hanya tersenyum kecil. Rapat itu berjalan baik, meninggalkan hasil yang baik pula. Mudah sekali bagi Yoona bertukar janji dengan investor dari berbagai negara itu. Tak ada kesulitan selain dari keterbatasan bahasa.
Yoona segera pamit undur diri setelah kesepakatan telah didapatnya.
"apa mereka meminta Taehyung untuk segera menjabat?" tanya sekretaris Yoona yang diketahui bernama Kim Namjoon.
"begitulah. Aku tidak tau kenapa akhir-akhir ini mereka memintanya" jawab Yoona begitu santai.
"kurasa memang sudah waktunya. Akan sulit sekali menjalani bisnis sendiri. Lagian kau bisa di cap serakah jika tidak segera membawanya"
"aku jauh lebih takut jika bisnis bangkrut karna ulahnya"
Namjoon tertawa. Ketakutan Yoona membuat wanita itu terlihat manusiawi.
-
-
Taehyung menatap lurus, pikirannya mulai terbang, kesendirian adalah hal biasa baginya. Bahkan sejak ibunya meninggal dan ayahnya menikah lagi, Taehyung tetap merasa sendiri.-
-Irene menatap lekat wajah Taehyung mencoba menerka apa yang dipikirkan lelaki ini, selain rasa sedih dan sepi Irene tak lagi dapat menebak tepatnya apa yang tengah di rasa.
"bagaimana kau punya mata sangar dan sedih secara bersamaan? " gumam Irene
"apa waktu yang kau lalui begitu berat? Kau punya segalanya bukan? Rumah besar, harta yang tidak akan pernah habis, kau juga punya orang-orang baik disekelilingmu. Apa itu tidak cukup? Apa lagi yang kau butuhkan? Kenapa kau menjalani hidup yang menyedihkan seperti ini? " timpal Irene.
Tak ada jawaban. Irene tak menemukan jawaban apapun. Irene menatap nanar mata Taehyung. Air mata merembes dipermukaan kulit susunya, Irene jatuh pada permukaan samudra dingin yang kembali menusuknya. Entah mengapa. Irene merindukan sesuatu. Bukan hanya kehidupan normal yang pernah dirasakannya. Irene merindukan sesuatu yang jauh lebih abstrak dari sekedar minum kopi di pagi hari atau berangkat kerja dengan terburu-buru.
"Kau harus menjalani kehidupan yang baik, kau masih begitu muda dan sehat" Irene terisak.
Irene menatap mata Taehyung yang kini terpejam. Dia ingin hidup. Dia ingin kembali hidup. Irene terisak kuat.
-
-Pukul dua siang, Irene dibangunkan dengan tubuh setengah telanjang Taehyung yang sedang mengenakan pakaian. Kurang lebih enam jam dirinya tertidur di ranjang ini. Sekarang entah apa yang harus dilakukannya. Sementara Taehyung terlihat sedang bersiap-siap akan pergi.
"kau mau kemana?" tanya Irene kemudian segera sadar tidak ada gunanya pertanyaannya sebab tak akan di dengar manusia manapun. Irene mempoutkan bibirnya. Menatap kesal kesembarang arah.
"Kalau begitu aku ikut" Irene segera bangun dari ranjangnya. Ikut berdiri disebelah Taehyung. Menirukan aktivitas menyisir rambut yang dilakulan Taehyung. Bedanya Irene menyisir rambutnya dengan jari-jari tangannya.
Kurang dari lima belas menit, Taehyung telah siap dan segera keluar rumah. Irene yang mengekor tak henti-henti mengucap kata "wah" melihat desain rumah itu.
"wahhhh kau kaya sekali" ucap Irene sembari ikut masuk kedalam mobil Taehyung. Tak ada perbedaan selain Irene yang kini ikut duduk disebelah Taehyung.