34 | Rupanya

9.4K 1.5K 574
                                    

"Berarti, tinggal guidelines aja?"

Abel mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Manda.

"beberapa hari lagi selesai," ucap Abel. "Mas Manda bisa lanjutin proyek sama Bang Leo dengan tenang."

Manda mengerucutkan bibir, lalu membelai dagunya sambil menimbang-nimbang. "Leo masih lajang, kalau lo penasaran."

Abel mengerutkan kening, bingung dengan arah pembicaraan yang berubah tiba-tiba. "Terus?"

Manda mengawasi Abel dengan lekat. "Masih muda, kan? Seusia Nugi. Fyi aja kalau lo mulai naksir dia."

Abel terkekeh pelan. "Bang Leo orangnya kreatif dan antusias banget. Dia jelas orang yang asik buat diajak kerjasama. Tapi naksir, itu kata yang jauh sekali."

Manda nyengir lebar, lalu meregangkan tubuhnya sendiri. "Ngomong-ngomong, apa itu Insight Design and Studio? Gue lihat itu di buku sketsa tadi. Lo udah mulai nerima proyek lain?"

"Ini?" Abel membuka corat-coretnya tentang Insight. "Aku ada rencana ngebuka studio desain sendiri."

"Iya? It's good then. Khusus desain grafis aja atau meluas ke bidang advertising?" tanya Manda nampak tertarik.

"Aku baru kepikiran untuk fokus ke pelayanan desgraf dulu. Aku merasa lebih baik mengembangkan satu niche daripada berusaha membuka banyak niche tapi kualitas rata-rata. Desain grafis memang bisa diperluas ke banyak bidang. Tapi Insight, dia akan fokus ke desgraf dulu. Punya pasar yang kuat dulu."

Manda mengangkat alis. "You know what? Lo orang yang cukup bagus di bidang strategi marketing, Bel. Yang paling kelihatan adalah, lo orang yang handal dalam membaca pasar."

"Tolong tambahkan itu di testimoni instagramku ya, Mas." Abel tertawa pelan. "Desainer grafis nggak cuma coret-coret lalu jadi. Ada banyak proses di belakangnya demi menciptakan sebuah desain. Hal yang paling utama adalah, gimana caranya logo itu mampu berguna secara efektif bagi klien. Jadi, kami memang harus pandai-pandai baca pasar klien."

"Kan, otakmu itu udah otak bisnis," gumam Manda. "Jadi kapan mau buka?"

"Ng...mungkin tahun depan. Masih banyak yang perlu aku siapkan." Abel mengusap keningnya. "Rencananya mau ambil kerja remote buat nambah pengalaman."

Mendengarnya, Manda mengangkat wajah. "Remote?"

Abel mengangguk. "Aku kepingin banget nyoba hal baru di bidang desain grafis. Itu pasti akan menarik sekali."

Manda bisa menangkap antusiasme dalam suara maupun tatapan gadis pendiam itu. Tampaknya ia bersemangat sekali dalam merancang masa depannya.

"Bukan berarti lo perlu ke LN, kan?" tanya Manda. "Lo bisa mengerjakan semuanya dari sini."

Abel mengangguk. "Tapi ada beberapa perusahaan yang mengharuskan pegawai remote mereka belajar dulu tentang perusahaan selama beberapa bulan awal. Kavi kemarin, temanku yang juga anak desgraf, perlu empat bulan perkenalan sebelum akhirnya diperbolehkan remote."

Manda menatapnya, lalu mengangguk singkat. "Gue selalu senang ngedengerin anak-anak muda yang bercerita tentang mimpinya. Mereka terlihat bersinar. Di sisi lain, ada anak muda yang bahkan nggak pernah berpikir tentang masa depannya. It's kinda sad. Mungkin orang-orang yang bersinar seperti lo, bisa kasih sedikit pencerahan buat dunianya yang suram. Lo dan energi positif lo itu, mungkin bisa kembali mengingatkan dia jika di dunia ini masih banyak hal indah yang sayang kalau dilewatkan."

Manda tersenyum, lalu berjalan ke dalam rumah. Sementara, senyum Abel luntur perlahan ketika ia menyadari siapa yang dibicarakan Manda.

Padahal, dia bukanlah orang yang penuh dengan energi positif. Dia hanya berusaha mempertahankan secercah terang di dunianya yang begitu gelap. Sebab, desain grafis adalah satu-satunya hal yang membuat Abel merasa merdeka.

Colour Palette [Published]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang