4. Beautiful in white

811 79 13
                                    

Hari ini di sebuah halaman rumah  nampak tak biasa. Banyak kursi berjejer rapi dan orang-orang duduk sambil mengobrol.

Erwin menghela napas, gugup menyelimuti dirinya. Sang ayah, Joger Smith menahan senyum mendapati perilaku Erwin yang tak biasa.

" Berhenti bernafas seperti itu. Kau seperti orang yang sedang marathon."

Mendengar ucapan sang ayah, Erwin menjadi agak kesal.

" Kurasa aku cerminan ayah ketika menunggu ibu datang bersama kakek."

Joger Smith tertawa pelan. Ia menaikkan kacamatanya yang tidak turun sedikitpun, " tentu saja tidak, ayah lebih pandai mengendalikan perasaan ayah daripada kau."

Erwin menelan ludah kasar. Hari ini ia sudah rapi memakai jas hitam dengan bunga di sakunya. Tengah berdiri di altar tengah menunggu seseorang.

Melihat kegugupan putranya, sang ayah, Joger Smith hanya tersenyum.

" Berhenti berekspresi seperti itu, itu dapat mengurangi ketampananmu putraku."

Erwin menoleh pada sang ayah. Meski tahu itu gurauan namun tidak membuatnya tenang sedikitpun.

" Kami sudah lama menjalin hubungan, seharusnya aku terbiasa bertemu tapi hari ini aku tak bisa tenang. Kurasa aku tahu kenapa ibu selalu tertawa ketika mengingat hari pernikahan kalian."

Joger Smith tertawa pelan. Otaknya memutar memori kala pernikahannya dengan sang istri tercinta yang sudah lebih dulu meninggalkannya. Joger tidak sedih, namun merasa tenang.

" Ibumu pasti menertawakanmu saat ini. Jadi kendalikanlah dirimu, jangan sampai kau menjatuhkan cincinnya nanti."

" Tentu saja tidak. Aku bukan ayah yang dulu."

Joger tak bisa menahan tawanya. " Well, pegang kata-katamu. Kau akan menjadi pria seutuhnya hari ini."

Kali ini giliran Erwin yang tersenyum.

.


Levi menatap cermin didepannya lekat-lekat, seolah tidak percaya dengan bayangan dirinya saat ini. Mulutnya bahkan terbuka, ikut mengeskpresikan keterkejutannya.

" Ya ampun, berhenti berekspresi jelek seperti itu. Kau benar-benar makin mirip ibumu saja."

Levi menoleh ke sumber suara dengan raut wajah kesal. Ekspresinya kembali jutek seperti biasa, bahkan terlihat semakin jutek.

" Ya, dan kau paman terburuk yang pernah ada. Bagaimana bisa kau mengatakan itu di hari pernikahanku."

Kenny berdecih pelan, berusaha menahan diri untuk tidak mengacak-acak rambut Levi seperti biasa.

" Aku sedang memujimu bodoh. Sepertinya kau benar-benar bodoh sampai tak mengerti ucapanku."

Levi menghela napas sebal, namun bibirnya tersenyum, kembali menatap cermin yang memantulkan bayangannya saat ini. Memakai sebuah gaun yang selalu menjadi dambaan setiap wanita melekat cantik di tubuhnya saat ini. Wajah yang terpoles make up natural dan tidak berlebihan menambah kesempurnaan penampilannya saat ini.

" Aku tahu itu pak tua. Tapi setidaknya kau tidak usah memakai kode untuk memuji, tak heran banyak wanita yang lari karena kata-kata mu."

Kenny berdecih lagi, memalingkan muka, kata-kata Levi sedikit menohok dirinya. "Cih, mereka saja yang tak tahu arti pria keren." Matanya kembali memperhatikan Levi, " Lagipula sampai kapan kau akan terus menatap dirimu sendiri. Ayo, kau membuat pria mu menunggu terlalu lama."

Pria? Oh, Levi baru ingat. Jantungnya berdetak tak wajar. Levi sudah terbiasa bertemu dengannya namun hari ini adalah hari dimana mereka akan mengikat janji selamanya. Sekarang ia tahu kenapa Petra menangis di hari pernikahannya dan Hange yang bersikeras menjadi pengantin prianya dan menunggu di altar.

Dan akhirnya Moblit yang mendatangi altar.

Levi memegang lengan Kenny, diam-diam melirik pria yang berstatus pamanya itu. Hatinya sedikit sedih mengingat ia akan meninggalkan sang paman sendirian. Walau dulu Kenny selalu hidup menyendiri sampai memutuskan mengurus dirinya, tapi Levi sedikit khawatir mengingat Kenny yang semakin tua semakin ceroboh.

" Ngomong-ngomong.."

" Hm?"

" Kau cukup tinggi juga ya, hari ini."

Oke, lupakan soal rasa khawatir tadi. Tak ada yang perlu dikhawatirkan dari Kenny.

.

" Mempelai wanita datang."

Seluruh tamu sontak berdiri. Tatapan mereka tertuju pada sang mempelai wanita. Tidak ada yang tak terpana. Sosok yang tak mereka duga, yang selalu berpenampilan tomboy, urak-urakan, dan tak pernah peduli pada make up, menjelma menjadi sosok bidadari.

Memang benar kata orang, semua wanita itu cantik di saat yang tepat.

Sang mempelai pria, Erwin Smith menahan napas ketika melihat sang calon istrinya datang. Ia dapat merasakan panas pada matanya, tanda kalau ia lupa berkedip. Bahkan Erwin tidak sadar jika calon pasangan hidupnya itu sudah berada tepat didepannya.

Kenny memegang bahu Erwin kuat, " Kutitipkan bocah tak tahu diri ini padamu. Bersiaplah, kau akan jadi budaknya seumur hidupmu." Dan tentu saja di beri hadiah cubitan oleh Levi.

Erwin terperangah sejenak lalu tersenyum mendapati pesan tersirat dari Kenny. Dan dijawabnya dengan tegas dan sungguh-sungguh.

" Aku bersumpah."

Kenny memalingkan muka namun dapat dilihat jika ia tersenyum. Tampak sebuah senyum kelegaan.

Dan sekarang tinggal Erwin dan Levi. Saling menatap, mendalami satu sama lain. Bahkan tanpa sadar jika mereka sudah mengucap sumpah sehidup semati dan saling memakaikan cincin tanpa mengalihkan tatapan satu sama lain.

Acara saling tatap itu pun berakhir dengan ciuman manis oleh keduanya, dan tentu saja disambut tepuk tangan bahagia dari para tamu, sahabat dan keluarga masing-masing.

Mulai hari ini dan seterusnya, mereka saling memiliki utuh satu sama lain.















ktalk:

Judulnya beautiful in white tapi saya nulisnya sambil denger lagu isyana 1+1. Bagus banget..uh baper...apasih..wkwkwk.

thanks for reading.

Sing for You | EruRiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang