35 | Enol

9.2K 1.5K 509
                                    

Abel bersyukur tadi malam Nugi pulang malam sehingga mereka tidak perlu bertemu. 

Gadis itu mengawali hari dengan mata sembab. Butuh beberapa menit bagi Abel agar ia tidak terlihat mencurigakan. Tapi, mata tajam Mita tidak bisa dikelabui. Ketika Mita menuntut jawaban darinya, Abel berbohong dengan berat hati bahwa tadi malam dia bermimpi buruk sekali.

"Yang, agenda di butik kayak biasa?" tanya Manda ketika mereka semua selesai sarapan.

Mita mengangguk dengan Talita di pangkuannya, menangis pelan.

"Bel, ke mana hari ini?"

"Ng...aku ada agenda ke base, sama ke tambak." Sama ke rumah sakit.

"Jam berapa berangkat dari sini? Nanti Leo ke sini buat ambil rancangan lo, soalnya."

"Siang, jam sebelasan."

"Ya udah. Nanti dia bareng gue aja. Gi, ada agenda apa hari ini?"

"Pulang malam. Ada training." Nugi meletakkan piring ke wastafel, lalu menghilang ke lantai atas.

Manda menghela napas dalam. Ia kembali menoleh pada Abel.

"Kasih tahu kalau ada apa-apa," ucap Manda membawa piringnya dan piring Mita menjauh.

"Udah sembuh benar? Selama ini ada keluhan, nggak?" Mita menatap Abel dengan lekat sambil menimang Talita di pangkuannya.

Abel menggeleng. "Lita masih berdarah?"

Rengekan Talita tambah keras. Ia terisak pada Abel, lalu menunjuk lututnya yang ditempel plester. Gadis itu terjatuh di halaman yang berbatu saat menemani Manda memperbaiki mesin mobil. Tangisannya membelah sunyi di pagi hari.

"Be-bel," adu Talita dengan wajah yang sembab sekali.

"Mama ke belakang dulu, ya. Talita sama Tante," ucap Mita. "Nggak papa. Itu nanti sembuh."

Abel meraih Talita dalam gendongannya, mengizinkan Mita meregangkan kaki yang kaku sedari tadi. Perempuan itu membelai lengan Abel, namun tidak berkata apa pun.

Abel kembali duduk ketika Mita menghilang ke dapur. Talita masih menangis pelan di pangkuan sambil merenungi kemalangannya. Ia memeluk Abel dan membenamkan wajahnya ke perut gadis itu.

"Puding?" Abel mengulurkan satu potong puding buah, yang diterima Talita.

Abel tersenyum dan membersihkan wajah Talita. "Cupcup...jangan nangis kalau makan."

Talita mengerjap pelan, lalu kembali bersandar di tubuh Abel dengan sedih. Digigitinya puding itu dalam diam sambil memandangi entah apa.

Lalu, sebuah langkah kaki mendekat dari belakang hingga bulu kuduk Abel merinding dibuatnya. Kursi di sebelahnya ditarik, dan Nugi duduk di sana. Ia menyejajarkan wajahnya dengan Talita hingga gadis itu mencebik. Nugi terkekeh.

"Coba sini lihat lututnya," ucapnya sambil meraih Talita ke pangkuannya. 

Gadis kecil itu berceloteh sedih. Ia mengangkat kaki dan menunjuk lututnya yang terluka.

"Sini sakit?" tukas Nugi menyentuh bagian yang dekat dengan plester hingga Lita menjerit horor. "Atau sini?"

Jeritan Lita tambah keras hingga Nugi tertawa. Lelaki itu berhenti bercanda, lalu meniup-niup lutut Talita. 

"Nggak papa. Nanti sembuh," ucap Nugi membelai kepala Lita. "Om berangkat dulu. Mana kiss bye-nya?"

Balita itu mendelik jahat pada Nugi, namun tetap memberikan kiss bye semanis biasanya.

Colour Palette [Published]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang