4 ||Hukuman

9 1 0
                                    

Takutlah pada ketakutan itu sendiri. Bencilah pada kebencian itu sendiri.

                                   🍂🍂🍂

"Qina Ayuna"

Sontak saja aku melotot tak percaya. Semua pasang mata menatapku dengan iri. Cobaan apalagi ini, kenapa mesti harus aku yang terpilih?

"Siapa yang bernama Qina? Silakan ke depan!" Kak Alma menginterupsi.

"Kenapa harus saya kak?" Sambil mengangkat sebelah tanganku.

"Karena nilai tes kamu tertinggi kedua disini."

Mengesalkan!
Jawaban macam apa itu. Cukup. Kesabaranku sudah habis.

"Saya tidak mau! Lebih baik tidak mendapatkan logo dari pada harus mempermalukan diri sendiri." Ucapku dengan nada sedikit tinggi.

"Kamu berani melawan kakak tingkat? Semua kata yang kami ucapkan itu perintah. Perintah wajib dilaksanakan. Cepat! Lakukan tugas kamu!"

"Maaf sebelumnya bukan maksud saya melawan, tidak punya etika, dan tidak sopan pada kakak-kakak semuanya... " Aku menatap semua kakak pembimbing yang sudah berkumpul entah sejak kapan sebelum melanjutkan perkataanku. "Tapi, tugas yang kakak berikan sudah jauh dari konteks OPDB. Disana tidak tertulis tugas semacam itu. Dan untuk teman-teman saya minta maaf karena tidak menjalankan tugas ini dengan baik."

Semua kelompokku diam, tidak ada yang berani menjawab. Meski terlihat jelas dari raut wajahnya ada yang keberatan dengan keputusanku.

"Darimana kamu tahu tentang apa yang tertulis dimateri OPDB?" Ucap kak Alma penuh selidik.

Semua pasang mata menatapku curiga. Harus kujawab apa ini? Tidak mungkin aku bawa nama bang Ray.

Sampai kemudian semua tertuju pada sebuah motor yang baru sampai di tepi lapangan. Lalu seseorang turun dari motor. Dia yang baru sampai itu seperti peserta yang terlambat karena memakai celana abu-abu atasan putih lengkap dengan jas almamater birunya. Penampilannya jauh dari kata rapi. Aku sudah berfirasat tidak enak hati, ini pasti akan lebih lama lagi urusannya.

Cowok itu berjalan santai ke depan, dengan beraninya dia langsung menghadap ke KP.

"sorry, I'm late."

Cukup lama tidak ada kakak pembimbing yang menyahut. Suasananya semakin tidak enak. Hening mencekam.

"Get in line!" Ucap KP laki-laki berambut cepak.

Eh! Apa yang terjadi? Kenapa tidak ada acara hukuman atau dimarahi dulu gitu. Kenapa dibiarkan lolos begitu saja?

"What group are you in?!"

"5" Sambil menatap barisanku.

Tunggu. Wajah itu seperti tidak asing untukku. Tapi, siapa?

Semua perserta sudah berbaris seperti semula termasuk kakak pembimbing masing-masing.

"Hukuman kami ganti. Tapi, Qina harus menemui kak Ozora pulang nanti!" Ucap kak Alma.

Angin berderu menggoyangkan pepohonan. Jemari pinus bergemerisik dibuatnya. Aura acara ini yang akan berjalan serius mulai terasa. Namun kenapa aku masih kesal soal tadi?

-----

Akhirnya selesai juga acara OPDB, tapi aku tidak bisa pulang ke rumah. Ada tugas yang harus aku selesaikan dulu. Lebih tepatnya hukuman sudah menantiku. Disinilah aku, menyusuri koridor namun tidak juga menemukan sosok kakak pembimbing sok cakep itu.

Ku buka pintu ruang osis pelan.
"Permisi" Sedikit melongkokkan kepalaku ke dalam.

Sepi. Tidak ada tanda-tanda makhluk hidup di dalam. Apa mungkin sudah pulang? Atau tidak jadi kasih hukuman?
Tiba-tiba dari belakang ada yang menepuk punggungku, reflek aku menoleh.

"Cari siapa?"

Cantik. Dilihat dari jas almamaternya sepertinya dia kakak pembimbing. Tapi aku baru melihatnya, mungkin tidak ikut ke acara tadi.

"Cari kak Ozora, kak."

"Gebetan barunya Ozora ya?" Sambil menahan tawa.

Aku melongo dibuatnya, dengan cepat aku menjawab.

"Ah. Eh bukan kak. Tadi disuruh menemui kak Ozora mau diberi hukuman."

"Hukuman kok disamperin, nggak kabur aja?" dengan sedikit tawa.

Aku tersenyum kikuk.

Dengan sisa tawa dia menjawab, "Ozora di ruang jurnalis."

"Terimakasih kak." Aku sedikit membungkuk untuk pamit.

Cepat-cepat aku menuju ruang jurnalis. Ku ketuk pintu pelan.

"Masuk!" Ucap seseorang dari dalam.

Langkahku pelan, takut-takut ada bang Ray di dalam.

"Permisi kak. Saya Qina."

"Datang juga. Silakan duduk! Sebentar saya mau ambil berkas dulu."

Cukup lama aku menunggu. Ku edarkan mata ke sekeliling menatap ruangan yang serba abu-abu ini. Dari piala sampai piagam penghargaan berjejer rapi. Komplit dengan peralatan jurnalis.

"Saya mau minta maaf karena telah membuat kamu malu di acara tadi. Tapi bagus, kamu berani menyanggah kami. Kami KP di sini, akan bersikap seperti itu selama acara. Agar kamu serta anggota lain muncul sikap sadar. Bukan penakut. Jangan mau disuruh-suruh tidak jelas!

Ada yang salah dari kami, katakan tanpa takut! Apabila instruksi kami terlalu tidak manusiawi, jangan turuti! Tegas pada diri kalian dan kebenaran. Melunjaklah kepada kami kalau yang kami lakukan memang salah. Kamu mengerti?"

"Siap! mengerti kak." Ucapku tegas.

"Tapi kamu tetap dapat hukuman. Kamu harus minta tanda tangan ketua osis kita di sini!"

"Siap, kak!"

Itu sih mudah buatku.










Terimakasih telah membaca ☺️
Jangan lupa vote, komen, dan share ya 😉

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

madzneraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang