Arloji di pergelangan tangan menunjukkan pukul delapan malam lewat. Gue menarik napas, balas melambaikan tangan kepada Fatia yang ada di dalam mobilnya Sehun.
"Dah, Bu Sejeong!" Fatia nggak berhenti melambaikan tangannya ke gue.
Dari dalam sana, gue bisa melihat Sehun menganggukkan kepalanya canggung seolah pamitan ke gue sebelum kaca mobilnya terangkat dan kembali menutup.
Selepas kepergian mobil hitam milik Sehun, gue menurunkan tas ransel dari bahu dan menjinjingnya masuk ke dalam rumah. Kedua bahu gue turun dengan lesu. Gila ya. Berjam-jam lamanya gue menghabiskan waktu bareng orang yang gue benci semenjak lima tahun lalu!
Sehabis mengajak gue pergi—agar Fatia sedikit melupakan soal ibunya yang tengah dirawat di rumah sakit, Sehun mengantar gue pulang ke rumah Oma. Kenapa ke rumah Oma? Ya karena Mami sama Papi masih di Semarang. Baru balik lusa, dan baru kali ini gue nggak senang semisal lusa besok Mami sama Papi pulang.
Mami bilang di telepon, sehari setelah mereka pulang ke Jakarta, Papi dan papanya Sehun sepakat untuk membuat pertemuan dua keluarga. Untuk apa? Untuk membicarakan acara lamaran sialan itu!
"Pulang sama siapa lo?"
Sialan. Gue kaget bukan main. Jisoo ternyata ada di teras depan sembari berkacak pinggang. Gue menolehkan kepala ke belakang, berharap mobil Sehun benar-benar pergi dan Jisoo nggak tahu siapa orang yang mengantar gue pulang.
"Pak Sehun, ya?" Di akhir kalimatnya, Jisoo menyengir sampai kedua matanya menyipit.
"Sembarangan lo!" balas gue sengit.
Gue duduk di lantai dan melepaskan sepatu. Jisoo masih di sekitaran gue, memerhatikan gue penuh selidik seolah mencium sesuatu yang mencurigakan. Aduh, gue lupa kalau Jisoo orang paling peka, paling tahu, dan cuma dia satu-satunya orang yang memegang rahasia terbesar gue. Termasuk penolakan Sehun lima tahun lalu.
"Kalau bukan Pak Sehun, siapa dong? Seongwoo? Bukan pasti! Sejak kapan motor vespanya berubah jadi mobil?"
"Apaan deh, Ji?" Gue menengadahkan kepala, lalu menyimpan sepatu di rak.
Jisoo menutup pintu dan menguncinya. Mantan patner pembuat onar semasa sekolah dulu, masih mengekor di belakang, kemudian berpindah ke samping gue dan nggak berhenti melirik.
"Gimana perasaan lo sekarang?" tanya Jisoo ketika kami sampai di depan kamarnya.
Selama tinggal di rumah Oma, gue satu kamar sama Jisoo. Sebenarnya gue berani tinggal di rumah Mami sama Papi sendirian. Tapi Oma selalu was-was setiap kali gue sama Taehyung ditinggal orang tua. Kata Oma, ngeri aja. Takut ada apa-apa. Gue pun anak perempuan, cantik lagi. Haha. Nggak usah protes!
Kadang suka kesal sama Oma. Gue ini jago bela diri, tapi masih aja sering dikhawatirin setiap tinggal di rumah sendirian. Taehyung juga berguna kok, biarpun kelakuannya kayak setan!
"La, jawab dong!" kejar Jisoo.
Gue melempar tas ke ranjang, kemudian pergi membersihkan wajah sebelum mandi. Jisoo duduk di tepi ranjang, masih memerhatikan gue.
"Lo masih suka sama Pak Sehun?"
Gue mendengus sekeras-kerasnya. "Haram buat gue!"
Jisoo berdecak dari tempat duduknya. "Emang Pak Sehun babi!"
Kedua bahu gue terangkat tinggi. Sebisa mungkin menghindari pertanyaan yang menurut gue sangat-sangat sensitif. Sumpah, Jisoo mengira gue masih suka sama Sehun? Ya nggaklah! Gue udah dihina sekejam itu, dan gue masih suka? Gue bukan bucin ya! Dulu gue emang suka, tapi begitu gue ditolak, apa lagi pake dihina, gue memutuskan untuk mundur dan belajar melupakan laki-laki itu apa pun caranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY EX-Teacher (Sehun-Sejeong)
FanfictionVersi asli ada di akun @QoriRahma Kim Sejeong pernah memiliki kenangan buruk di masa sekolah. Entah apa itu, yang jelas, Sejeong nggak mau membahasnya kepada siapa pun kecuali sama Kim Jisoo, sepupunya. Di masa SMA, Sejeong termasuk murid paling b...