Semilir angin berhembus dari utara. Para camar hinggap di atas layar kapal. Laut biru membentang luas seperti permadani yang menyelimuti bumi. Kini hari sudah pagi, sang surya sudah tersenyum menyambut makhluk lain yang sudang bangun sedari tadi.
Semua orang seharusnya sudah sibuk dengan pekerjaannya sekarang, tapi kenyataannya tidak. Para awak kapal sedang berkumpul di dek tengah melihat pertunjukan yang diperlihatkan sang kapten dan juga wakilnya.
Tetesan keringat dari keduanya sudah membanjiri lantai kapal. Entah dirinya sedang bermain-bermain atau memang kesusahan menghadapi Vale, Edward terlihat tidak bisa berbuat banyak selain menghindar. Gerak-gerik sang kapten seperti buku yang sedang dibuka, Vale dapat membacanya dengan mudah.
“Ada apa kapten? Kau tidak biasanya seperti ini, sudah siap menurunkan jabatanmu, ya?” ucap Vale sambil menggerakan pedang yang dipegangnya ke arah Edward. Wajahnya terlihat senang dapat memojokan sang kapten dalam hal yang disukainya.
Edward tidak membalas perkataan Vale, netranya masih berfokus pada serangan Vale yang bertubi-tubi. Pedangnya yang terlihat berkarat, masih sanggup mengikuti pergerakan Edward yang terbilang lincah.
Di lambung kapal, Axton dan partner barunya Auri sedang fokus membersihkan tempat yang setiap harinya harus mereka bersihkan. Bagaimana tidak? Tempat ini selalu saja dipakai untuk mengisi amunisi dan tempat kerja si kembar peledak Daisy dan Cale.
“Jadi kau yang menyelamatkanku, huh?” tanya Axton yang mencoba mencari sebuah topik untuk dibicarakan.
“Ya, bisa dibilang.” Auri seperti tidak memedulikan keberadaan Axton, ia masih berfokus mengelap lantai kapal yang sedari tadi masih saja kotor.
“Kudengar kau penyelam yang handal.”
“B-bisa d-dibilang ....” Auri menekankan lap yang ia pegang.
“Apakah kau tidak takut tenggelam?”
Auri tidak mendengarkan Axton, ia masih mencoba menghilangkan noda hitam yang berada di lantai. Tangannya meremas lap yang ia pegang seperti orang yang sedang marah. Berkali-kali debu yang ia akan bersihkan tidak bisa minggat ke atas lap.
“Ri?”
“Sebentar! A-aku ....”
Brek!
Lap yang dipegangnya kini robek menjadi dua bagian. Wajah Auri begitu merah seperti bom tomat, bukan, bom waktu yang akan meledak.
“Ah, sudahlah!”
Dengan langkah yang sengaja dihentakan, Auri keluar dari lambung kapal. Ia melemparkan lap yang sudah robek ke belakang. Secara kebetulan lap itu tepat mengenai wajah Axton.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Odyssey [End]
FantasySiapa yang tidak mengenal laut? Bentang alam terluas, terdalam, dan tergelap yang menyimpan banyak rahasia. Hanya sebagian kecil yang mencoba, dan sebagian kecil itu jarang bisa kembali. Dari sebagian kecil itu, salah satunya Axton, pemuda yang taku...