"Hai Alland," sapa Axton yang melihat Alland berjalan ke arahnya.
Alland berhenti sejenak tepat di samping Axton, ia menatap Axton dengan tatapan dingin, detik berikutnya ia pergi meninggalkan Axton tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Dia kenapa?" tanya Axton pada dirinya sendiri.
"Bukankah sudah kukatakan, bahwa Al tidak suka diganggu," ujar Daisy yang tiba-tiba muncul dari belakang Axton.
"Ya ... setidaknya, harunya dia membalas sapaanku."
Daisy tertawa mendengar penuturan Axton.
"Al tidak akan pernah membalas sapaanmu, sejauh ini aku tidak pernah melihatnya berbicara panjang lebar jika itu tak diperlukan," tutur Daisy.
"Dia memang aneh," ucap Axton sambil menggelengkan kepalanya.
"Sebaiknya, kau tidak perlu berusaha mendekatinya. Jika kau membutuhkannya, dia akan datang sendiri."
"Udahlah, dia membuat pagiku berantakan," gerutu Axton.
"Kau mau ke mana sekarang?" tanya Daisy.
"Aku ... ada apa ini?" tanya Axton dengan tiba-tiba.
Goncangan terjadi dengan tiba-tiba.
"Mungkin ini hanya ombak," jawab Daisy seadanya.
Axton merasa takut, goncangannya semakin lama semakin kencang. Bahkan bisa dipastikan kalau hal ini terus terjadi, kapal milik Edward bisa kehilangan kendali.
"Kau yakin ini hanya ombak?" tanya Axton cemas.
"Aku pikir bukan," ujar Daisy.
"Sebaiknya kita pergi memeriksanya."
"Kau benar, Ax. Ayok."
Mereka berdua keluar, dan benar saja situasinya tidak baik. Mereka semua sedang berkumpul di tempat yang sama. Penglihatan Axton menangkap sebuah kapal yang sedikit lebih besar dari kapal yang ia pijak sekarang.
"Itu kapal siapa?" tanya Axton kepada Daisy.
"Yang benar saja, kau benar-benar tak tau?"
Axton menggelangkan kepalanya.
"Aku kaget mendengar kau tak tau pemilik kapal tersebut," ucap Daisy.
"Aku benar-benar tidak tau," ujar Axton dengan serius.
"Maaf, Ax. Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu sekarang, aku harus berada di samping Calvin."
Axton benar-benar bingung, nampaknya hanya dia yang tak mengerti situasi saat ini. Semua orang diam tanpa kata, Axton menjadi takut melihat wajah-wajah yang berada di dekatnya.
Axton perlahan berjalan mendekati Auri.
"Auri, apakah kau tau siapa pemilik kapal itu?" tanya Axton hati-hati.
"Aku tidak heran jika kau tak mengetahuinya."
Axton berdecak. "Aku butuh jawaban."
"Nama kapal itu DeathHell, pemilik kapal tersebut yang menguasai lautan ini," tutur Auri.
"Lalu Edward?"
Auri menatap Axton. "Dia lebih tinggi dari Edward."
"Sepertinya aku salah masuk, harusnya aku ikut di kapal itu," ucap Axton santai.
"Jaga omonganmu! Kalau Edward dengar perkataanmu, dia akan melemparmu ke laut. Kau tak bisa berenang kan?"
Axton memutar bola matanya. "Ck, iya."
Dari kapal tersebut, nampaklah sosok yang berbadan tegap dan sangat tinggi. Pedang-pedang panjang berada di pinggangnya, ia berjalan keluar dengan gagahnya.
Jika sosok tersebut disandingkan dengan Edward, ia melebihi Edward dari segi apapun. Kecuali satu, ketampanannya, Edward jauh lebih tampan dari sosok tersebut.
"Halo, Captain William D. Edward," ujarnya sambil menyunggingkan senyumnya.
Edward menatap sosok tersebut dengan tajam, ia sengaja tidak menjawab kalimat yang di lontarkan sosok tersebut.
Sosok tersebut tersenyum miring. "Kau sombong sekali rupanya."
"Apa maumu?" tanya Edward dengan suara beratnya.
Sosok tersebut meneliti setiap inci kapal milik Edward.
"Aku mau ...."
Kalimatnya terhenti ketika ia melihat seorang pria yang tidak asing baginya.
"Dia menatapku, Auri," ujar Axton dengan cemas.
"Diamlah!"
Axton mengikuti instruksi Auri, ia diam dan memalingkan wajahnya. Jantungnya berdegup dua kali lipat lebih cepat.
"Kau belum menjawab pertanyaanku," ujar Edward dengan wibawanya.
"Aku tak perlu menjawabnya, karena kau tau pasti apa yang aku inginkan."
Dari belakang pria tersebut, muncul empat sosok lainnya.
"Auri, mereka siapa lagi?" tanya Axton.
"Mana aku tau."
"Pria yang berkulit putih dan memakai topi itu bernama, Jack. Ia sangat ambisius. Yang di sebelahnya bernama, Felix. Ia gunner, posisinya sama dengan Calvin. Wanita berbaju putih dan berambut coklat tua itu bernama, Lars. Dia seorang penipu yang handal. Yang di sebelahnya bernama Ziel, aku kurang tau tentang dirinya. Yang aku tau, dia tidak punya belas kasih. Dan yang berada di tengah mereka adalah Blackbeard, sang penguasa lautan."
"Nampaknya wanita lebih kejam dari seorang pria," ujar Axton tidak percaya.
"Kelihatannya begitu."
"Tapi tidak denganku," pungkas Auri.
"Aku pikir, kau tak akan pernah berbicara denganku, Al."
Alland menatap Axton, lagi-lagi dengan tatapan dinginnya.
"Ingat perkataan Daisy tentangku," ujarnya kemudian pergi meninggalkan Axton.
"Apa maksudnya?"
"Maksudnya, dia akan datang saat kau membutuhkannya," jawab Daisy.
"Aku membutuhkannya?"
"Kau benar-benar tak berpengetahuan, Ax. Bagaikan tubuh, Al adalah otaknya."
Axton mengangguk. "Sepertinya aku mengerti."
Auri hanya menatap Axton sekilas lalu memadang ke depan lagi.
"Auri, mengapa kau bisa mengetahui semua ini? Kita berdua kan anggota baru di tempat ini."
Auri menelan salivanya, dia tidak menyangka Axton akan bertanya seperti itu. Jangan sampai ia ketahuan oleh seseorang seperti Axton.
"Jangan banyak bicara, Ax."
"Kau!" Blackbeard menunjuk Axton.
Axton sangat terkejut, ia berlindung di belakang Auri. Ia sangat takut menatap mata milik sosok yang menurutnya sangat menyeramkan.
"Sepertinya kau mengikuti jejak Ayahmu."
Axton memberanikan diri untuk menatap Blackbeard.
"Iya, aku ingin menjadi bajak laut seperti Ayahku, apa masalahmu?!" Semua mata tertuju ke Axton, setelah mendengar Axton meriaki Blackbeard.
Sebenarnya Axton sangat gugup hingga ia melakukan hal itu.
"Jangan mimpi anak kecil, kau tak akan bisa mendapatkan apa yang kau mau," ujar Blackbeard, matanya tak lepas dari wajah Axton.
"Jangan mengancam orangku!" Hardik Edward.
"Orangmu? Dia tidak berguna!"
"Aku akan membuktikan, bahwa aku berguna!" Axton lagi-lagi menelan salivanya setelah mengatakan hal itu.
"Jangan-jangan bertindak konyol anak kecil."
"Kau takut?" tanya Axton.
"Kau akan menyesalinya!"
"Kau memilih pergi atau bertempur di sini?!" tanya Edward dengan lantang.
"Mundur!"
Akhirnya DeathHell menjauhi Oedipus.
"Kau dapat keberanian dari mana?" tanya Daisy kepada Axton.
"Aku juga tak tau," jawab Axton. Sebenarnya Axton sangat takut, namun ia berusaha terlihat berani.
"Sepertinya aku tidak salah merekrutmu, Nak," ujar Edward sambil memegang bahu Axton.
"Thank you, Sir."
"Kau benar-benar keren, Ax," ucap Auri tulus.
Axton tersipu mendengar kalimat yang dilontarkan Auri. "Jangan terlalu memujiku."
"Kita mengarah ke mana, Ken?" tanya Daisy.
"Kita akan singgah di sebuah kota untuk membeli segala persediaan kita beberapa hari kedepan. Lagipula bahan dapur juga telah menipis," jawab Kenneth.
"Wah, kota?"
"Hapus semua rencana yang ada di otakmu itu, kita di sana akan mencari keperluan kita."
Daisy tersenyum. "Kau kan ada, Ken. Aku kan wanita, aku butuh hiburan."
Kenneth menghela napasnya pasrah.
"Terserah kau lah, yang penting kau di izinkan oleh Edward."
"Kalau soal itu, kau tak perlu meragukanku."
"Auri, bagaimana kalau kita jalan-jalan bersama?" tanya Daisy sangat antusias.
"Sepertinya aku tidak bisa, Edward bisa marah."
Daisy merangkul Auri. "Tenang saja, Edward tak sepemarah itu. Aku akan minta izin.
"Aku ikut, boleh?" tanya Axton.
"Nggak, kau kan pria. Kau harus bantu pria lainnya untuk mengurus persiapan kita," tutur Daisy.
"Tidak adil!"
Auri hanya menggelengkan kepalanya. Menurutnya, Axton sangat aneh, sepertinya ia di lahirkan dengan gender yang salah. Seharusnya ia di lahirkan sebagai wanita, bukan pria.
"Hey Calvin!"
Calvin berjalan mendekati Daisy.
"Ada apa?"
"Kau tau kota yang akan kita singgahi?"
"Tau. Namanya Avenue."
Daisy nampak berpikir. "Avenue? Itu kota apa?"
Calvin mengangkat kedua bahunya. "Aku tak tau, aku cuman mendengar namanya dari Edward."
"Al pasti tau."
"Tidak diragukan lagi."
"Ah biarlah, walaupun aku tak tau. Yang penting itu sebuah kota," ujar Daisy yang di balas anggukan dari Calvin.
"Avenue, i'm coming!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Odyssey [End]
FantasySiapa yang tidak mengenal laut? Bentang alam terluas, terdalam, dan tergelap yang menyimpan banyak rahasia. Hanya sebagian kecil yang mencoba, dan sebagian kecil itu jarang bisa kembali. Dari sebagian kecil itu, salah satunya Axton, pemuda yang taku...