"Saat ini Nenek sedang tidak dirumah. Nenek meninggalkan Jiyeon sendirian disana. Kau bisa datang bersama Jungkook untuk bermalam dan menemani Jiyeon."
.
.
.Merupakan sepenggal kalimat nenek yang berputar lagi dalam kepalanya, setelah lebih dari dua puluh lima menit yang lalu Yumi menghubungi. Tentu saja. Yumi bisa menebak dimana entitas Jungkook sekarang berlabuh. Bukan. Bukan sekarang. Tapi sedari ia menghilang. Tanpa perlu ia pikir lebih panjang lagi, sebab pemuda itu kelewat cerdas dan cepat. Dengan nenek yang pergi, itu merupakan kesempatan Jungkook untuk memadu kasih dengan adiknya.
Benar-benar pasangan yang menjijikkan.
Sekilas Yumi mendelik dalam duduknya yang menyorot lurus ke layar televisi yang menyala, menayangkan program acara yang tidak begitu ia perhatikan. Sebab, isi kepala Yumi tengah berkeliaran, berkecamuk tidak menentu. Jemari telunjuknya ditekuk, digigit sembari pandangan itu menerawang.
"Ssh," adalah ringisan pelan dari Yumi. "Apa aku harus datang kesana?" Menggigit bibir, kemudian Yumi mencebik.
Merasa skeptis untuk berkunjung, sebab presensinya begitu tidak berarti dan pasti akan dihadiahi penolakan mentah-mentah dari Jungkook. Tapi, sekali lagi jika Yumi berpikir, bukankah ia merasa pantas untuk memantau suaminya?
Maka, Yumi tersenyum tipis sekilas. Pandangannya beralih, mengambil ponsel guna melihat jam berapa sekarang.
"Masih sore," lekas ia bangkit dari duduknya setelah mematikan televisi. "Sepertinya aku harus bersiap-siap sekarang."
***
Adalah Yumi yang sudah lama berdiam diri dengan tungkainya yang berpijak di pelataran berbeda. Tepat di depan pintu rumah Nenek Jeon yang tertutup. Beberapa kali ia mencoba menenangkan diri agar perasaan yang meresahkan saat ini mendekam serta-merta lenyap. Tidak ada yang perlu ia takutkan sebenarnya, namun mengapa rasa kegusaran berlebihan ini harus hadir hingga ia memaksa menjeda langkah? Mengurungkan niat untuk mengetuk pintu rumah.
Kendati sekarang pukul tujuh malam, dan Yumi memutuskan untuk datang tanpa membawa kendaraan, lantas Jungkook juga demikian. Sebab, tidak ada tanda-tanda jika mobil suaminya terparkir apik di halaman rumah.
Lagi, Yumi menarik napas. Seakan ada ribuan beban berat yang kini menyergap di dada. Membuat respirasinya berubah memburu dan agak cepat. Seharusnya respons Yumi tidak berlebih seperti ini, ia datang dengan isi kepala yang matang. Persiapan yang sudah rampung.
Baru saja kelopak matanya terkatup, dengan satu tangan yang perlahan mengudara—nyaris saja menyentuh permukaan datar pintu kayu, ada presensi tubuh atletis yang membukanya dalam satu sentakan. Sontak membuat Yumi terperanjat hebat dengan tarikan napas singkat. Stagnan. Daksanya berhenti bagaikan waktu yang dibekukan. Angin bahkan tidak kosen menerbangkan debu di sekitar mereka, dan membiarkan detik-detik jantung keduanya beradu pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Labyrinth Pt. 2 [M] ✓
Fanfiction[SEBAGIAN PART DI HAPUS!] [E-BOOK BISA DIBELI KAPAN SAJA] Disaat Jeon Jiyeon mulai menyadari bahwa sensasi menggelitik nan hangat dalam dadanya itu adalah rasa cinta. Namun, sayang sekali pernyataan itu harus tertahan di kerongkongan manakala menyak...