08.affection

4.7K 613 145
                                    

Semestinya Namjoon tidak menjejaki tungkai di kediaman baru Yumi, mengharuskannya menyaksikan raut sendu itu dengan tundukkan kepala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semestinya Namjoon tidak menjejaki tungkai di kediaman baru Yumi, mengharuskannya menyaksikan raut sendu itu dengan tundukkan kepala. Memainkan kesepuluh jemari dan menghindari netra agar tidak bersirobok dengan obsidian miliknya; yang menuntut, mengimitasi, seakan meminta penjelasan. Tentu. Barangkali, presensi Jungkook yang tidak terlihat membuat Namjoon hanya mampu menghembuskan napas panjang. Lelah dengan tingkah lakunya.

Jungkook dan kebebalan yang ia punya cukup membuat Namjoon berdecak. Kekesalan harus ditahan sebisa mungkin, sebab tindakan pemuda Jeon itu benar-benar diluar konteks hukum alam yang kelas akan ditentang siapapun. Relasi yang Jungkook bangun hanya akan merugikan, merusak dan mencemarkan. Entitas Namjoon berada dalam keadaan netral, hanya ingin menyatukan apa yang patut disatukan, dan menjauhkan apa yang semestinya harus dipisahkan.

Tidak banyak. Tidak lebih. Namjoon tidak ingin masuk dan ikut campur terlalu dalam. Melibatkan Kim Yumi—sang sepupu, Namjoon tentu akan turun tangan.

"Kemana dia memangnya?" Keheningan yang membuat dirinya menjadi tidak nyaman, mengharuskan Namjoon buka suara rendah dengan pertanyaan. "Dia tidak bilang padamu?"

Maka, hanya gelengan kepala yang Yumi berikan. Irisnya kosong, tidak ada kehidupan disana. Dan Namjoon tidak banyak berkomentar saat menemukan kehampaan mendalam yang dirasakan lawan bicara. Kendati ia paham, yang mencinta hanyalah Yumi seorang, setidaknya Jungkook menghargai statusnya sebagai seorang istri. Namjoon jadi tidak habis pikir dengan isi kepala Jungkook yang masih saja kekanakan.

Right?

Namjoon hanya memegang keningnya yang seketika berkedut, sakit menghantam dengan cepat. "Kau sudah makan?"

Balasan Yumi berupa kekehan hambar, sehingga Namjoon dan satu alisnya terangkat. Mendengar penjelasan, "Aku baru saja selesai memasak untuk makan siang, tapi Jungkook enggan menyentuhnya."

Refleks pandangan Namjoon beralih, menatap meja dapur dari sofa ruang tengah yang dipenuhi dengan sesajian makanan yang tampak dingin. Melirik itu, ia bergeming. Mencoba memahami apa yang Yumi rasakan dengan segenap hati.

"Apa aku tampak seburuk itu dimatanya, Kim?" Bibirnya dikulum getir, Yumi tetap mempertahankan pandangan pada lantai marmer di bawah. "Jungkook memandangiku seperti sampah—"

"Tindakannya adalah sampah, kau tidak salah disini," sela Namjoon cepat. Tidak bermaksud menghibur, namun mengungkapkan apa yang terlintas di kepala. "Biar aku yang makan, tiba-tiba aku jadi lapar." Selesai berkata begitu, Namjoon membawa tubuhnya bangkit dan berjalan menuju meja makan.

Lantas Yumi menghela, menyusul Namjoon setelah menyeka pipinya yang basah. Tidak. Menangis tidak akan menyelesaikan apapun. Sebelum Jungkook bertindak jauh, ia akan menghentikan suaminya bagaimanapun caranya. Meski harus melenyapkan Jiyeon?

Sempat ide gila itu menyapa benak, menghentikan langkahnya seketika dengan raut wajah penuh kengerian.

"Yumi!" Maka, panggilan Namjoon selang dua belas detik menyadarkannya pada satu kedipan mata cepat. Menoleh lekas menghadap sumber suara. "Ayo, temani aku makan."

Love Labyrinth Pt. 2 [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang