Happy reading!
Author POV
Wajah bahagia terpancar di wajah seluruh siswa XI IPS 2. Setelah mendengar suara bel satu menit yang lalu ekspresi mereka langsung berubah. Yang semula mengantuk seketika langsung segar.
"Karena jam pelajaran sudah berakhir. Saya tutup pelajaran hari ini. Jangan lupa tugas dari saya dikerjakan. Selamat siang dan hati-hati di jalan."
"SELAMAT SIANG, BU!"
Setelah guru itu menghilang dari kelas, barulah Keysha membereskan beberapa peralatannya. Arsen yang berada di sebelahnya juga melakukan hal yang sama.
Arsen menghentikan aktivitasnya saat handphone-nya berdering. Tanpa menunda, Arsen mengangkat panggilan itu.
"Ada apa, La?
Viola melirik ke arah Arsen saat cowok itu meyebut kata 'La', yang Viola duga adalah Khaila. Gadis itu memang tidak mengikuti pelajaran seusai pingsan tadi. Tubuhnya lemas dan kepalanya pusing, itu katanya.
"Bisa. Lo tunggu di sana, nanti gue jemput."
Viola berusaha mencuri dengar percakapan Arsen dan Khaila di telpon. Tapi ia tak bisa mendengar suara Khaila sama sekali. Padahal jiwa ingin tahunya sangat tinggi.
"Gue otw."
Viola berpura-pura fokus dengan kegiatannya saat Arsen menutup telponnya.
"Vi, maaf ya gue nggak bisa anter lo pulang," ucap Arsen.
Ada sedikit rasa kecewa saat Arsen berkata demikian. Tapi ia berusaha mempertahankan ekspresi wajahnya, ia tak ingin terlihat lemah di depan Arsen.
"Emangnya kenapa, Sen?" tanya Viola seraya menggendong ranselnya.
"Gue mau anter Khaila pulang. Kakaknya nggak bisa jemput," ucap Arsen.
"Ya udah nggak papa, nanti gue suruh Kak Delon buat jemput. Sekarang lo mau ke UKS?" ucap Viola.
"Iya. Lo mau ikut?"
"Boleh. Tasnya Khaila jangan lupa," ucap Viola.
"Oh iya." Arsen menepuk dahinya pelan. Ia mengambil tas milik Khaila yang berada di bangku Viola. Jadi, saat pembelajaran tadi Viola duduk di bangku Khaila.
"Kita duluan gaes," ucap Arsen pada beberapa teman yang masih berada di dalam kelas. Setelah mendapat balasan, Arsen menggenggam tangan Viola untuk menuju UKS.
"Semoga Khaila baik-baik aja. Gue takut kalau terjadi sesuatu sama dia," ucap Viola.
"Semoga aja, Vi. Gue juga takut. Tapi kita harus berpikir positif, semoga aja setelah pingsan tadi Khaila nggak kenapa-kenapa," balas Arsen.
"Gue bener-bener masih nggak percaya kalau Khaila kena kanker. Karena yang gue lihat Khaila baik-baik aja," ucap Viola. Yang diucapkannya tidak bohong. Bukannya tak percaya dengan Khaila, tetapi ia masih tak menyangka.
"Mau gimana lagi, Vi? Namanya juga penyakit. Kadang nggak diketahui keberadaannya," balas Arsen.
Viola tak membalas ucapan Arsen karene mereka telah berada di depan ruang UKS. Arsen mengetuk pintu kayu itu sebelum memasukinya. Sebenarnya tak ada cara khusus untuk masuk ke dalam UKS. Tapi Arsen merasa harus melakukan hal itu, karena takut mengganggu privasi orang lain.
Viola membuntuti Arsen untuk masuk ke dalam. Ruangan dengan bau khas itu terlihat sepi. Hanya ada Khaila yang sedang duduk bersandar di kepala ranjang. Tanpa menjeda langkahnya Arsen langsung menuju ke arah Khaila. Gadis itu tersenyum saat menyadari kedatangan Arsen dan Viola.
Wajah Khaila tidak sepucat pagi tadi. Mungkin saja dengan beristirahat membuat tubuh Khaila menjadi lebih baik dari sebelumnya. Viola yang melihat itu mendesah lega. Setidaknya Khaila lebih mendingan daripada saat upacara tadi.
"Lo bisa jalan nggak, La?" tanya Arsen.
"Kaki gue masih lemas," ucap Khaila..
"Gue bantu papah lo," ucap Arsen. Khaila mengangguk setuju.
Arsen meletakkan ransel milik Khaila di sisi brankar yang kosong. Setelahnya ia membantu Khaila turun dari brankar dan memapahnya dengan perlahan. Viola mengambil ransel milik Khaila, lalu membawanya. Ia berjalan di belakang Arsen dan Khaila.
Viola tak peduli dengan tatapan heran yang ditunjukkan oleh siswa yang berpapasan dengan Viola. Gadis itu tak segan menatap seseorang dengan tatapan tajamnya saat ia menangkap orang tengah menatapnya lekat. Menurut Viola, orang-orang terlalu mengurusi hidup orang lain.
Ada secuil rasa iri saat melihat Arsen memperlakukan Khaila dengan sangat baik. Apa Arsen akan melakukan hal yang sama saat kondisi Viola demikian?
Viola membuang jauh-jauh pemikirannya. Sekarang bukan waktunya memikirkan Arsen. Kesehatan Khaila jauh lebih penting dari perasaannya.
"Vi, lo nggak papa kita tinggal?" ucap Arsen.
"Nggak papa. Mungkin Kak Delon nggak akan lama jemput gue," ucap Viola.
Arsen naik ke atas motornya, diikuti oleh Khaila yang dibantu naik oleh Viola. Viola menyerahkan tas Khaila yang dibawanya.
"Vi, kita duluan," ucap Arsen.
"Duluan ya, Vi."
"Iya. Hati-hati di jalan."
Motor milik Arsen mulai melaju meninggalkan area sekolah dengan perlahan. Viola menatap lekat motor Arsen, jujur saja ada sedikit rasa cemburu di dalam hatinya.
Viola menggelengkan kepalanya. Berusaha membuang semua rasa sakit yang timbul karena melihat Arsen dan Khaila. Ia tak boleh egois, saat ini kesehatan Khaila harus jadi prioritasnya.
Gadis dengan rambut panjang sebatas dada itu berjalan. Ia akan menghubungi abangnya. Karena Delon sedang pergi mendaki gunung bersama teman-teman kuliahnya. Viola berharap semoga Bang Ervan-nya bisa menjemput. Jika tidak ia pasti akan terjebak di sekolah hingga malam.
Sebenarnya bisa saja ia naik taksi atau ojek online, tapi Viola tak pernah naik kendaraan umum sendirian. Ia terbiasa diantar jemput oleh kakak dan Arsen. Kebiasaan itu lah membuat Viola takut untuk mencoba kendaraan umum. Apalagi banyak kasus kejahatan yang terjadi di dalam kendaraan umum.
Viola memilih singgah di halte yang tak jauh dari sekolah. Di sini masih lumayan banyak siswa yang sedang menunggu angkutan umum.
Viola segera mengeluarkan handphone-nya. Dengan jari-jarinya ia mengotak-atik benda persegi panjang itu. Tujuannya untuk mengubungi Ervan.
"Halo, Bang."
"Ada apa, Vi?"
"Bisa jemput Vio nggak? Arsen nggak bisa anter Vio pulang."
"Maaf, Vi. Abang sama Mbak Sha lagi di Bandung buat ta'ziah. Coba kamu telpon mama."
"Gitu ya? Ya udah, Bang."
"Iya. Kalau udah sampai rumah hubungin abang lagi."
"Iya."
Viola menggigit bibir bawahnya bersamaan dengan sambungan telepon terputus. Dengan cepat ia menekan layar di ponselnya, ia harus menghubungi sang mama.
Jantung Viola berdebar kencang saat panggilannya tak tersambung dengan mama-nya. Ia telah mencoba beberapa kali, tapi hasilnya tetap sama.
Rasa takut mulai menyergapnya. Pikirannya kacau, memikirkan bagaimana caranya agar sampai rumah? Viola berkedip beberapa kali untuk menahan buliran bening yang siap menetes kapan saja.
_________________________________________
Up lagi. Sebenernya aku sedih karena beberapa hari ini mood buat nulis selalu hilang. Padahal cerita ini harus segera diselesaikan. Semoga setelah ini tambah semangat.
Purwodadi, 25 Agustus 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
PLEASE BE MINE ✔
Teen Fiction[B e l u m R e v i s i] Amazing cover by @graphic_cii Disarankan follow sebelum membaca⚠️ Viola Margareta harus menelan kekecewaan saat mengetahui jika Arsenio Damian Ganendra menyukai Mikhaila Novalina, siswi baru di kelas mereka. Harapannya hanc...