25

841 56 1
                                    

Happy reading!

Author POV

Suara isakan terdengar jelas di sebuah kamar serba ungu. Sejak sepulang dari cafe tadi, Viola menangis tanpa henti. Ia masih tak menyangka jika akhirnya akan seperti ini.

Viola memandang fotonya bersama Arsen saat wisuda SMP dulu. Di foto itu mereka terlihat bahagia, seakan tanpa beban. Tapi sekarang? Semuanya terasa rumit. Bukan hubungan mereka, tapi perasaan Viola yang membuat semuanya kacau.

Viola merasakan perubahan sikap Arsen semenjak Khaila datang. Jika dulu Arsen selalu mengantar jemput Viola, kini sangat jarang. Arsen lebih mementingkan mengantarkan Khaila pulang. Viola paham jika kondisi Khaila jauh lebih penting, tapi apa Arsen tidak bisa meluangkan sedikit waktu untuk dirinya?

Gadis yang masih mengenakan seragam sekolah itu langsung menoleh saat merasakan seseorang menyentuh bahunya. Dengan gerakan cepat Viola menghapus air mata yang mengalir deras dari kedua matanya.

"Vio, kamu kenapa nangis?"

"Nggak papa, Kak," balas Viola cepat. Ia mengubah posisinya menjadi duduk menghadap Delon.

"Kamu ada masalah? Cerita sama kakak," ucap Delon lembut. Tatapan cowok dua puluh tahun itu sangat teduh, hal itu membuat Viola luluh.

Viola hanya menunduk. Kemudian menggelengkan kepalanya. Ia masih terkejut dengan kehadiran Delon. Tak menyangka jika ia tertangkap basah sedang menangis.

Delon mengambil handphone Viola yang masih menyala. Viola hanya tertunduk semakin dalam saat Delon menatapnya dengan tatapan keheranan.

"Kamu ada masalah sama Arsen?" tebak Delon.

"Nggak, Kak," lirih Viola.

"Vio, kalau kamu ada masalah, cerita sama kakak. Kakak nggak janji bisa kasih kamu solusi, tapi setidaknya beban kamu sedikit berkurang," ucap Delon dengan sayang.

Dada Viola menghangat, bersamaan dengan mata yang berkaca-kaca. Dengan berurai air mata Viola memeluk Delon dengan erat. Gadis itu menumpahkan tangisnya dalam dekapan hangat milik Delon.

Delon membalas pelukan Viola. Ia mengusap-usap rambut Viola dengan sayang. Berharap tangisan sang adik dapat mereda.

"A-arsen suka s-sama Khaila, Kak," adu Viola. Ia tak bisa menahan lagi. Mungkin bercerita dengan sang kakak dapat membuat perasaannya sedikit membaik.

"Kenapa kamu nangis? Apa Khaila jahat?" balas Delon.

"V-vio suka sama A-arsen," ucap Viola. Gadis itu masih saja terisak dalam dekapan Delon.

"Dulu kakak udah pernah bilang, kan. Hati-hati kalau berteman sama Arsen. Ini yang kakak takutin, kamu suka sama Arsen," ucap Delon. Nada bicaranya masih lembut, tak ada bentakan di dalamnya.

"V-vio nggak b-bisa nahan, Kak."

"Kamu udah pernah jujur sama Arsen kalau kamu suka sama dia?"

Viola menggeleng. Ia tak mau melakukan hal itu. Sama saja sengaja menghancurkan persahabatan mereka.

"Terus kamu mau gimana? Mau jujur atau terus diam?"

Viola melepaskan pelukannya. "Viola mau diam. Vio nggak mau persahabatan kami rusak," ucap Viola sendu.

"Kalau kamu udah pilih diam, jangan tunjukin rasa sedih kamu di hadapan Arsen. Sebisa mungkin kamu bersikap biasa. Kalau kamu cemburu sama kedekatan mereka, jangan tunjukin. Kamu harus bersikap seolah-olah kamu bahagia mereka dekat," ucap Delon.

"Apa Viola bisa?"

"Kamu pasti bisa. Kakak tau pasti hal itu nggak mudah. Tapi apa salahnya mencoba? Kalau kamu mau berdamai sama perasaan kamu sendiri, pasti semuanya bakal baik-baik saja," ucap Delon.

"Viola bakal coba," ucap Viola.

"Oh iya, kamu jangan menganggap Khaila sebagai perebut Arsen. Karena kenyataannya kamu dan Arsen nggak punya hubungan spesial. Mungkin ucapan kakak jahat, tapi ini demi kebaikan kamu."

"Viola bakal berusaha ngelakuin apa kata Kakak," balas Viola.

"Kamu pasti bisa. Jangan nangis lagi, nggak ada yang perlu ditangisi," ucap Delon seraya menghapus jejak air mata Viola.

Viola kembali memeluk sang kakak dengan erat. Mungkin kalimat yang dilontarkan kakaknya cukup menusuk hatinya. Tapi ia harus mengerti jika semua itu untuk kebaikannya.

"Makasih udah mau dengerin Vio, Kak. Jangan bilang masalah ini ke siapa pun ya," ucap Viola. Suaranya tidak terlalu jelas karena teredam dada Delon.

Delon kembali mengusap rambut Viola dengan sayang. "Itu udah jadi kewajiban kakak. Kakak pengen yang terbaik buat kamu."

Viola menutup mata, ia menikmati dekapan hangat milik sang kakak. Ia sangat menyukai sosok Delon yang perhatian seperti ini. Tapi terkadang kejahilan Delon membuat Viola kesal.

Viola hanya menurut saat Delon melepaskan pelukan mereka. Cowok itu merasa jika pelukannya sudah cukup untuk Viola.

"Sekarang kamu mandi, biar lebih segar. Kamu nggak mau kan mama tahu kamu habis nangis?"

"Iya, Kak. Setelah ini Viola bakal mandi," ucap Viola.

Delon tersenyum hangat, lalu ia menangkup wajah Viola seraya berkata, "Semangat. Jangan putus asa."

Selanjutnya Delon beranjak dari kamar Viola. Tatapan Viola tak lepas dari sosok Delon yang hilang di balik pintu. Ia bersyukur karena memiliki kakak sebaik Delon.

Viola meraih handphone yang masih menampilkan foto Arsen dan Viola. "Semoga semua baik-baik aja, Sen. Gue nggak mau persahabatan kita rusak karena perasaan gue. Kalau pun gue harus melupakan perasaan gue demi persahabatan kita, gue ikhas. Gue percaya kalau skenario Tuhan lebih indah dari apapun."

Viola mengusap foto itu sebentar sebelum mematikan layar handphone-nya. Ia meletakkan handphone dengan logo apel itu di atas ranjang. Setelahnya ia berjalan menuju kamar mandi. Seperti yang Delon perintahkan, ia akan mandi.

________________________________________

Aku tahu kalau part ini gajelas banget. Aku bingung mau nuangin ideku gimana lagi, semoga nggak terlalu buruk deh.


Purwodadi, 29 Agustus 2020

PLEASE BE MINE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang