Aku memutuskan untuk naik ke lantai atas, kembali ke dalam kamar tidurku. Sebenarnya aku ingin tidur lagi, karena anehnya, aku masih merasa mengantuk pagi ini. Ini jelas-jelas di luar dari kebiasaanku. Aku tidak mengerti mengapa sekembalinya ke rumah, aku merasa tidak bersemangat akan hal apa pun.
Namun, setelah kubuka pintu kamarku, sesuatu menyerangku. Sesuatu membuatku terjaga.
Kubiarkan perasaan ini menguasaiku. Aku tidak berusaha untuk menyangkalnya kali ini. Sesungguhnya aku sudah cukup tersiksa dengan semua kenangan yang menggerayangi diriku selama beberapa hari ini. Terutama, di sini. Di dalam kamar tidurku.
Aku harus rela dihantui oleh semua bayang-bayang serta kenangan-kenangan masa laluku bersamanya di sini. Kamar tidurku ini menjadi saksi bisu tentang hubungan kami dan apa saja yang telah kami lakukan di dalam sini. Dinding ini, lemari, meja belajar, cermin besarku, dan terutama... ranjangku. Di sanalah kami selalu menghabiskan waktu bersama.
Aku jadi membayangkan, bagaimana jika semua benda mati ini diberi mulut dan bisa berbicara, mungkin mereka akan menceritakan ulang kepadaku saat ini juga. Meneriakkan dengan lantang tentang apa yang selalu kami lakukan. Mungkin mereka akan mengatakan setiap detailnya, bahkan beberapa hal yang sudah terlupakan. Tapi untung saja mereka hanyalah benda mati.
Kupindai isi kamar tidurku terlebih dahulu dari ambang pintu. Kupandangi sejenak semua benda-benda yang ada. Semuanya masih sama seperti ketika aku meninggalkannya tiga tahun yang lalu. Konyol memang, baru saat ini aku memperhatikannya setelah tiga hari berlalu. Ngapain saja aku beberapa hari ini?
Tiba-tiba kurasakan sebuah tarikan magnet yang cukup kuat yang menyebabkan kedua mataku melirik kepada sesuatu yang mengintip dari bawah ranjang.
Dengan perlahan kugerakan kedua kakiku melangkah menuju tempat tidur, lalu berlutut di bawah kaki ranjang. Kuikuti tarikan itu kali ini, karena semenjak aku kembali tidur di dalam kamarku aku terus menolak tarikan ini. Tanpa berpikir panjang lagi, aku melongok ke bawah dan berusaha meraih kardus besar yang ada di sana. Satu-satunya kardus yang tidak tersentuh oleh siapa pun. Bahkan Mom. Aku bisa tahu dari kardusnya yang sudah sangat berdebu. Cukup tebal.
Setiap sudut dan seluruh perabotan di dalam kamarku bersih dan rapih, tampak terawat-seolah kamar ini masih berpenghuni, tapi hanya bagian kardus ini saja satu-satunya yang menjadi bukti bahwa kamar ini sudah tiga tahun tidak ditempati.
Aku menduga, mungkin Mom membiarkannya, atau malah Mom tidak tahu-menahu sama sekali soal kardus di kolong tempat tidurku ini. Kuputuskan untuk tidak memikirkan alasannya lebih jauh lagi.
Dengan usaha cukup keras kukeluarkan kardus itu dari bawah ranjang-kardusnya cukup berat. Setelah berhasil kukeluarkan, lalu aku duduk bersila di lantai. Debu-debu berterbangan ketika kuusap bagian atasnya, membuat mataku perih dan aku langsung menutup hidung dengan satu tangan yang lain. Kutahan napasku sejenak.
Sekarang telapak tanganku sudah terlumuri oleh debu berusia tiga tahun ini. Tapi itu tak penting dibandingkan dengan apa yang ada di hadapanku. Aku hanya perlu mengupas ulang kisah-kisah yang telah kutinggalkan dalam bentuk benda-benda konkrit di dalamnya. Aku ingin mencari sesuatu yang bisa membuatku memantapkan keputusanku atau mungkin membuatku tersadar akan apa yang tidak kuhiraukan selama ini. Well, aku tidak tahu yang mana yang lebih kuinginkan.
Kardus ini berisi semua yang menyangkut tentang dirinya. Tentang Mike. Tentang hubungan kami. Aku menyimpan semua barang-barang yang pernah dirinya berikan padaku di sini setelah kami putus. Dari pemberian-pemberian kecil yang tidak terlalu penting sampai yang memiliki artian khusus seperti hadiah-hadiah ulang tahunku, masih tersimpan di dalam sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Heart Chooses [ Teaser ] ✔
RomanceSequel dari cerita When The Heart Speaks. Nyatanya, kehidupan cinta Lana dan Mike tidak semulus yang dibayangkan. Meski Mereka telah kembali bersatu setelah tiga tahun berpisah, tetapi masalah kian rumit mengingat Mike adalah rockstar dunia, oleh ka...