Part 1

8.2K 239 10
                                    

21 Juli 2022

•••

"Kamu mau hadiah apa, Galvin?" tanya pria berkacamata itu pada penelepon di seberang ponselnya, memasuki salah satu mobil yang terparkir bersama tas kerja dan duduk di kursi pengemudi. Dengan telaten ia melepas jas hitam tanpa melepas ponselnya.

"Masa Papa nanya hadiahnya!" Di seberang sana, sang anak menjawab kesal.

Seketika, sang pria membingung. "Lho, Papa nanya aja, Sayang. Kalau Papa kebeli hadiah yang kamu gak suka, gimana?"

"Ih! Papa! Kan kalau ulang tahun itu, harus kejutan!" Suara anak-anak di sana, Galvin namanya, merengek. "Masa Papa gak paham? Papa ih nyebelin, kerja terus sih!"

"Oh gitu?" Pria itu tertawa pelan. "Iya, Sayang, iya. Kejutan ya. Oke, deh. Nanti Papa kasih kejutan yang keren, Galvin pasti suka, oke?"

"Gitu, dong, Papa!" Mendengar putranya di seberang sana tertawa geli bahagia, pria itu juga ikut tertawa.

"Ya udah, kasih ke Mama kamu, ya, Galvin. Papa mau ngomong sebentar."

"Oke!" Dan tak lama grasak-grusuk, suara seorang wanita dewasa terdengar.

"Mas Brendon." Ia menyapa.

"Jadi ...." Si pria menjawab, seakan meminta penjelasan apa yang diinginkan anaknya.

"Galvin pengen lego, Mas. Yang sering dia lihat di televisi. Kamu inget kan?" Di seberang sana, istrinya agak berbisik.

Brendon berohria. "Oh ya ya, aku ingat. Aku segera pulang, Sabrina."

"Iya, Mas." Panggilan diputus sepihak, Brendon pun mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan santai menuju ke toko mainan raksasa yang ada di tengah kota. Banyak rintangan ke sana, karena sesuai dugaan, jam pulang bekerja adalah jam macet yang sangat parah.

Terlalu parah meski akhirnya Brendon bisa sampai di toko mainan raksasa, langsung saja pria itu menuju ke kasir. "Hei, apakah lego keluaran terbaru masih ada?"

"Oh, tentu, Pak. Kebetulan sekali baru datang paket yang baru." Brendon menghela napas lega. "Kalau kemarin-kemarin habis."

"Aduh, beruntungnya saya." Keduanya tertawa.

Kasir itu segera meminta pegawai mengambil barang yang dimaksud, tak butuh waktu lama untuk tiba tepat di depan mereka.

"Bisa minta bungkuskan, seperti kado, dan catatan kecil, 'selamat ulang tahun, Galvin, ke ... uh ke ....'." Brendon bingung sejenak, dia lupa usia anaknya yang ke berapa. Kedua pipinya memerah merasa malu di hadapan para insan sekitarnya karena melupakan usia anaknya tersebut. "Tujuh, ah ya tujuh."

Akhirnya, dia ingat.

Meski tak mengomentari Brendon saat ini, dari ekspresi mereka Brendon tahu ada perasaan ... yah ini memalukan.

"Baik, Pak, siap." Mereka segera melakukan apa yang diinginkan Brendon, menulis catatan, menyelipkannya di balik kado yang dibungkus rapi dengan indah.

Brendon segera menggesek kartu kreditnya, dan pergi bersama salah seorang pegawai yang membawakan hadiah Galvin masuk ke bagasi.

"Pak, kartu kreditnya!" pekik sang kasir di dalam sambil mengangkat kartu kredit Brendon yang tertinggal.

"Oh uh!" Brendon berwajah panik sebelum akhirnya masuk ke toko mainan raksasa itu guna mengambil kartu kreditnya, sifat pelupanya sangat memalukan.

"Terima kasih ya, maaf." Brendon membungkuk pelan, ia siap keluar dari toko itu ketika tiba-tiba ....

Lampu berkedip, bahkan televisi yang menayangkan iklan-iklan mainan bersemut selama beberapa saat, seakan ada konsleting listrik yang khas. Brendon diam sejenak menatap sekitaran yang agak aneh dan kemudian sang kasir seakan pergi, mungkin mengecek teknisi listrik.

Namun ia menghentikan langkah, karena kejadian aneh tersebut terhenti begitu saja. Brendon rasa mereka perlu memanggil teknisi karena ini salah satu hal yang tak biasa.

Brendon keluar dari toko itu, tetapi kemudian kejadiannya berulang, aneh tetapi nyata, semua mainan yang memakai energi listrik ataupun baterai, yang bahkan tak berenergi, menyala sendiri. Tak hanya itu, mobil-mobil menyala-mati serta merta mobil Brendon sendiri. Alarmnya bahkan berseru kegilaan bersahutan dengan yang lain. Kemacetan jadi terasa seperti parade penuh terompet amatir.

Fenomena aneh, sangat aneh.

Seperti ada hal horor ... di sana.

Meski hanya sebentar, dunia hening kembali, tetapi kali ini para manusia mulai keluar mobil dan menjadikan hal tadi buah bibir, membuat keriuhan lain di mana-mana, Brendon masuk ke mobilnya dan mulai menghubungi sang istri. "Sabrina ... kalian baik-baik saja?"

"Aku sama anak-anak baik, tapi bagaimana dengan kamu? Aku buka berita dan sudah ada sekilas info tentang fenomena aneh, beberapa saat tadi."

Brendon menghela napas. "Ada info dari pihak pemerintah?"

"Oh, ini, ada. Katanya ada gelombang aneh, seperti memiliki energi, tapi enggak diketahui jenisnya. Gak ada penjelasan lanjut, mereka masih menelitinya. Energinya sangat kuat dan bikin alat elektronik sekitar bereaksi. Kamu tau, tadi ponsel sampe hilang sinyal karena enggak deteksi."

Brendon meneguk saliva tertahan.

"Mas mikirin apa yang aku pikirin?" tanya Sabrina di seberang sana.

"Ki-kiamat?" tanya Brendon, agak takut. "Oh um oke, seenggaknya aku mau membahagiakan kalian sebelum kita semua hilang lenyap dari muka bumi."

"Hah ... Mas, bukan itu yang aku pikirkan. Toh fenomenanya hanya di kota kita aja, dunia gak ngerasain. Ini mungkin kontrasepsi dari organisasi bioteroris bawah tanah."

"Kontrasepsi? Konspirasi, Sayang! Astaga!" Brendon menepuk kening seraya tertawa. "Kamu jangan kebanyakan nonton film sama main game zombie."

"Mas jangan mikir akhir zaman mulu, dong. Aku tau dunia makin tua, tapi Mas, posthink, oke?"

Brendon menghela napas panjang. "Hm iya, Sayang, iya. Jaga diri kamu dan anak-anak, aku segera pulang, kalau ada kejadian tadi langsung aja keluar rumah ya."

"Iya, Mas." Brendon pun mulai menyalakan mesin mobil, menjalankannya dengan susah payah, karena benar-benar, kemacetan jadi semakin luar biasa parah.

Lebih parah dari tadi.

Terlebih ada kru wartawan televisi. Oh astaga ....

"Huh ... berapa kilometer macetnya ini? Kek gak ada habisnya." Brendon mendengkus sebal, kemacetannya sangat panjang, meski ia kemudian melihat sebuah belokan.

Beberapa mobil masuk ke sana, dan Brendon tahu jalur itu, itu jalur khusus kendaraan roda dua. Oh, jalannya lumayan lancar ....

Mata Brendon menatap kiri kanan, dia ini sebenarnya bukan pengendara nakal, tetapi kali ini dia tak punya pilihan lain. Toh orang juga mengambil jalur yang sama, jadi dengan itu dia pun memutar kemudi.

Namun, sial ....

"Heh!" Ada seseorang menegur dengan suara peluit yang nyaring, itu polisi!

"Shit!" Brendon segera tancap gas, menghindari polisi itu, bergumul bersama pengemudi nakal lain.

Akan tetapi, sirine terdengar ....

Oh sial sial sial!

Dia dikejar, bersama pengemudi nakal lain, adegan kejar-kejarannya ala game yang sering dimainkan istrinya. Brendon gabut, ia terus tancap gas, menghindari mobil demi mobil serta motor yang ada, yang sebagian pun sudah menyerah bersama polisi di jalanan.

Namun, ia melihat ke samping ....

Ada celah, celah memasuki hutan, Brendon tahu jalur ini, bisa menuju ke rumahnya lebih cepat, meski jalannya agak rusak. Mobilnya naik turun bergoyang atau kena tilang dan berakhir semakin telat ke ulang tahun putranya?

Oh shit, pilihan kedua mau tak mau.

Brendon segera memasuki jalur hutan itu, tak ada yang menyadarinya, Brendon menghela napas lega ... ia selamat.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

PAPA BEDA SPESIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang