MENDUNG ( TELAH DI REVISI)

236 32 4
                                    


Mendung di pagi hari membawanya kembali larut dalam masalah. Rintik-rintik air hujan perlahan turun. Sepertinya hanya gerimis di pagi hari. Icha masih berdiri sembari mengangkat satu tangan membentuk hormat. Ia sudah dua kali telat seperti ini. Rasanya ada yang berguncang. Iya, perutnya lapar karena tadi pagi tidak jadi sarapan. Akibat kesal melemparkan bekal ke tanah.

Rupanya bukan hanya rintik saja. Hujan yang lebat turun tergesah-gesah. Ia berlari untuk berteduh, tapi pak Broto melarang untuk berteduh. "Pak hujan! Kalau masih disana saya bisa sakit, pak!" protesnya tak suka. Pak Broto itu adalah pamannya. Bukan hanya orang tua dan saudara yang tidak menyukai. Tapi sekeluarga besar. "Cepat kembali ke tempat semula!"

"Ini sekolah pak! Bukan tempat penyiksaan, saya bisa laporkan bapak dengan kepala sekolah! Masalah seorang murid yang terlambat itu biasa dan di hukum juga biasa, tapi lihat juga keadaan. Jika hujan seperti ini tidak ada siswa dan siswi yang mau melanjutkan hukuman!"

"Berani mengeraskan suara?!"
"Kenapa saya tidak berani! Saya berhak bersuara keras untuk membela diri!" Mereka saling mengeraskan suara untuk mempertahankan Argument masing-masing.

Bertepatan dengan bel istirahat berbunyi dimana seluruh siswa datang berhamburan dari dalam kelas. Bahkan menerjang badai angin dan hujan lebat yang berderap datang jatuh dari langit.

"Kamu tidak hak untuk membentak saya, disini saya sebagai guru lebih tinggi di atas kamu!" ucapan pak broto menarik perhatian siswa siswi yang berlalu lalang.

"Benar-benar gak ada otak, guru jalur apa bapak ini?" tanya Icha dengan tatapan sinis dan suara mengejek. "Bapak juga gak ada hak buat mengatur saya." lanjutnya.

"ICHA JAGA BICARA KAMU!"

"ANDA JUGA!"

Kali ini intonasi dan nadanya sangat sama. Perdebatan antara guru dan murid sangat langkag di sekolah ini. Tapi sekarang sedang terjadi.

"Ada apa ini?" bu Gladys datang bersama Alex rioz smith sang idola sekolah.

"Icha kamu kenapa basah seperti ini? Jika hujan maka di tunda dulu hukumannya." Bu gladys meneliti tubuhnya.

Icha menerbitkan senyum. Ia merasa menang. "Nah,bapak dengar sendiri. Lagi pula yang menghukum saya adalah Bu Gladys bukan bapak Broto!"

Cowo di sampingnya menatap Icha datar. Mata mereka sempat bertemu sejenak namun segara berakhir karena Icha di tarik paksa oleh Broto.

"Woi lepas!!" sentaknya.

Pak Broto mendorongnya hingga di guyur hujan kembali. Kali ini Icha diam saja, ia tidak membela dirinya. Ia biarkan saja merasakan rintik hujan yang berjatuhan di tubuhnya. Terasa sakit ketika menyentuh bekas luka di tubuhnya. Hujan terlalu lebat dan deras, Ia tak jarang untuk meringis sakit. Jika seseorang itu memperhatikan nya dengan saksama pasti orang itu merasakan perubahan raut wajahnya.

Semua orang menonton kejadian ini.
Perlahan tubuh Icha meluruh hingga ia terduduk di tanah. Menyentuh lengan kanannya yang terasa sakit dan nyilu. Juga hampir seluruh tubuhnya merasakan hal yang sama. Terasa sakit dan nyilu apa lagi kepalanya.

"Hey Icha bertahan lah! Kau pasti bisa kau harus bertahan ini akan baik-baik saja. Kau pasti bisa bertahan. Ayo bangkit!"

Setelah ini apa lagi?

***

Alex menatap datar pada gadis yang sedang terbaring di brankar. Mendung masih mengusai langit. Dan gadis itu terpejam bersama alat bantu untuk bernafas.

"Jadi dia sakit apa, dokter?"

"Penyakit yang sangat berbahaya, Leukimia sangat susah untuk di sembuhkan. Penyakitnya telah berada di stadium 3."

Alex terdiam beberapa saat. "Leukimia..."

"Baik terimakasih dokter," ucapnya pada dokter Andi.

Alex mendekatinya berdiri di tepi brankar dengan tatapan yang selalu sama. Meneliti wajah Icha yang pucat pasih. Icha perlahan membuka matanya. Samar-samar matanya menangkap sosok tinggi yang berwajah datar. Icha tersenyum di balik alat bantu nafasnya.

Tangannya bergerak untuk menyentuh tangan kekar yang berada di dekatnya. "Kak Gilang... Maaf, Icha gak salah... Icha lihat kalau Acha dorong kak gilang. Bukan Icha, bukan Icha, b--bukan icha.."

Alex mengerenyit hingga kedua alisnya nyaris hampir menyatu. Wajah sempurna itu seolah menunjukan pertanyaan besar yang tidak bisa ia tanyakan secara langsung. Icha kembali menutup matanya sesaat kemudian ia kembali membuka mata.

"Dokter....." kebetulan sekali dokter andi memasuki ruangan. Alex segera meminta nya untuk memeriksa kondisi Icha. Lalu menitipkan Icha pada dokter itu.

Alex berpamitan dan meninggalkan rumah sakit. Memutar stir dengan kecepatan penuh. Mendung masih sama sangat redup. Awan itu menghitam, dan perlahan menurunkan beban berupa buliran bening.

Ia memijat pangkal hidungnya pelan merasakan pening ketika mengingat wajah gadis lemah yang tadi mengigau di hadapannya.

Ck!

Ia refleks memukul stirr. Entah apa yang membuatnya gelisah. Hujan turun dengan lebat saat ini masih pukul 16:30 WIB, tapi rasanya seperti suasana malam hari.

"Entah gue gak tau Alex dimana, jangan tanya gue." Fero menolak pertanyaan yang di lontarkan oleh Sherly. Lagi pula siapa Sherly yang begitu kekuh untuk mendapatkan Alex.

"Plis! Bantuin gue. Gue gak tau mau gimana lagi, gue cinta banget sama Alex!"

"Lah itu bukan urusan gue." Fero menyalakan motornya dan membela hujan yang masih setia untuk turun.

"FEROOO!!!"

"FERRR!"

"FEROOOOO!!"

"Gak jelas jadi cewe," dumel Fero di balik helm full face yang menutupi hampir seluruh wajah tampannya.

***

TBC

ICHA, What About Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang