cinta tak butuh alasan

1 0 0
                                    

Anisah kini telah berada di kamarnya, ia masih terbayang saat ia bersama Angga.
"Rasa apa ini mengapa jantungku berdetak lebih kencang ketika aku bersama Angga, apa ini yang di  namakan cinta. Ahh, apa yang aku pikirkan itu tidak mungkin." Anisah sungguh bingung dengan apa yang ia rasakan.
"Anisah, apa kamu baik-baik saja" Suara aku wanita yang kerap ia panggil Umi itu terdengar begitu khawatir.
"Anisah baik-baik saja, tak perlu khawatir Mi," jawab Anisah dari balik pintu.
Malam itu Anisah tak bisa memejamkan matanya, pikirannya terus melayang pada sosok Angga, lelaki yang baru ia temui beberapa minggu ini.
"Kenapa sulit sekali memejamkan mata? Kenapa bayangnya selalu terlintas di brnakku," gerutu Anisah pada dirinya sendiri.

****
"Langit begitu indah malam ini, seindah senyumnya kala itu. Tuhan bolehkah aku memiliki ciptaanmu itu? Izinkan aku menjadi imamnya," batin Angga.

Mereka di pertemukan dengan cara tak biasa namun benar, cinta datang tak butuh banyak alasan.
"Baiklah aku lelah berdebat dengan batinku sendiri, memikirkan sosok Anisah dan memikirkan apa dia mau menjadi makmumku," ucap angga sambil berdiri dan pergi dari kamarnya.

"Assalamualaikum." Angga mengetuk pintu seseorang yang akan membantunya mencari solusi.
"Waalaikumsalam, silahkan masuk pintunya tidak di kunci," teriak seorang wanita parubaya dari balik pintu.

Angga membuka pintu, terlihat sosok wanita sedang menyulam sebuah baju.
"Bunda, apa aku mengganggu mu," tanya angga.
"Bagaimana menurutmu." Wanita itu menatap Angga lalu tersenyum "kamu tidak pernah menggangu bunda sayang, silahkan duduk bunda akan buatkan minuman untukmu." Wanita beranjak pergi ke dapur.

Mila adalah seorang wanita paruh baya yang merawat Angga setelah ibunya meninggal, Angga telah menggapnya sebagai ibu kandungnya.

Mila datang dengan membawa dua cangkir minuman.
"Tumben kesini malam-malam, ada apa?" ucap Mila sambil meletakan minuman.
"Tumben sepi, Nazwa belum pulang bun?" Angga melihat sekitar, rumah bundanya terlihat sepi, kesempatan bagus untuk Angga membicarakan hal ini.
"belum, mungkin sebentar lagi," ucap Mila.
"Bun, ada yang ingin Angga bicarakan." Angga menatap Mila "Angga mencintai seseorang," ucapnya.
"lalu, apa kamu ingin bunda melamar nya untukmu?" tanya Mila.

Angga termenung, ia takut jika Anisah menolak lamarannya. Mereka berbeda, Anisah yang taat dan dia yang hanya seorang preman, Anisah berasal dari keluarga yang terpandang sedang dia hanya sebutir debu yang terombang ambing angin.
"Angga bingung, Angga takut dia akan menolak," ucapnya lirih.
"Apa salahnya mencoba, besok kita datang kerumahnya," jawab Mila meyakinkan Angga.

"Assalamualaikum" ucap Nazwa yang baru pulang "kak Angga ada di sini." Nazwa tersenyum, karna sejujurnya Nazwa menyukai Angga.
"Iyah dek, kamu baru pulang?" tanya Angga.
"Iyah kak, tumben kakak malem-malem kesini." Nazwa tersenyum, hatinya begitu senang karna Angga berada di rumahnya.
"Nazwa, besok kamu persiapkan acara untuk lamaran Angga ya," ucap Mila.

Perkataan Bundanya begitu menyayat hati, entah bagaimana kebahagian Nazwa hilang seketika. Hatinya yang berbunga kini hancur bagai gelas yang di jatuhkan dari gedung yang paling tinggi.
"lamaran? memangnya kak Angga udah punya calonnya?" ucap Nazwa, ia tersenyum menahan tangis "kok kak Angga nggk pernah cerita sama Nazwa." Nazwa menatap Angga, berharap apa yang bundanya katakan hanyalan bualan semata.
"Maaf dek, kakak belum sempat cerita." Angga tersenyum bahagia "tapi kamu bisakan bantu kakak buat persiapan acara besok" tanya Angga.
"Besok?" ucap Nazwa terkejut.
"Iyah besok, bisakan?" Angga berharap Nazwa bisa membantunya.

Bagai hati yang di lema Nazwa sungguh bingung, ia tak mau membuat Angga kecewa namun di sisi lain hatinya begitu sakit mengetahui bahwa Angga telah memiliki pujaan hati. Apakah besok dirinya mampu tersenyum saat orang yang ia cintai meminang wanita lain? Kini pikiran Nazwa terpenuhi pertanyaan-pertanyaan yang tak mampu ia jawab sendiri.
"Dek, gimana?" Suara Angga membuatnya terkejut.
"Emm .... Insha Allah Nazwa pasti bantu kakak." Senyum indah menghiasi bibirnya seolah dirinya turut bahagia namun, jauh di lubuk hatinya ia menjerit, menangisi cinta yang tak terbalas "kak Nazwa ke kamar dulu ya" ucap Nazwa.
"Ehh .... tunggu dulu Dek, kitakan belum bicarakan apa aja yang harus di persiapkan besok?" Angga memegang tangan Nazwa. Nazwa tersenyum.
"Kakak bicarakan saja sama Bunda, nanti kalo udah tinggal bilang sama Nazwa." Nazwa melepas tangan Angga .
"Ta ...." Angga belum selesai bicara.
"Nazwa capek kak." Gadis dengan hijab merah marun itu pergi meninggalkannya.

Mila bingung mengapa putrinya begitu kepada Angga, karna biasanya Nazwa selalu menemani Angga mengobrol sampai ia lupa waktu tapi sekarang dirinya seolah menjauhi Angga. Apa putrinya menyukai anak angkatnya?

"Angga sekarang sudah malam, lebih baik kamu pulang dulu ya sayang," bujuk Bunda pada Angga.
"Tapi Bun."
"Bunda akan siapkan besok semuanya." Wanita paruh baya itu mengelus kepalanya, rasa nyaman selalu ia dapatkan ketika wanita yang kerap ia panggil bunda itu mengelus kepalanya.
"terimakasih Bunda, Angga pulang assalamualaikum." Ia mencium tangan wanita itu dengan takzim.

****
Hatinya hancur, apakah mencintai sesakit ini. Nazwa kini tengah menagisi kakak angkatnya yang akan menikah. Salahkah jika dirinya mencintai kakak angkatnya.

"Nazwa sayang buka pintunya, bunda ingin bicara nak," ucap bunda di balik pintu.

Nazwa segera menghapus air matanya. Ia tak mau jika bundanya tahu ia menangisi Angga.
"Masuk Bun, pintunya nggk di kunci" jawab Nazwa.

Mila masuk dan melihat putrinya sedang duduk menatap sebuah poto, ia tahu putrinya habis menangis.
"Kamu kenapa sayang." Mila mengelus kepala putrinya, membuat Nazwa tak mampu menahan air mata nya lagi "katakan pada bunda, kamu kenapa?" tanya mila dengan lembut.

"Bun, apa Nazwa salah jika Nazwa menyukai kak Angga." Anisah menatap mila.
"kamu nggk salah, hanya saja waktunya yang tidak tepat. Kamu jangan bersedih mungkin kamu dan Angga memang belum berjodoh," ucap Mila.

Nazwa menangis dalam pelukan Mila, ia meratapi kebodohannya yang dengan mudah memberikan hatinya pada Angga dan sekarang, hatinya begitu sakit. Entahlah apakah besok dirinya kuat, melihat orang yang ia cintai akan meminang gadis lain atau mungkin besok ia pura-pura sakit agar ia tak menyaksikannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Antara cinta dan takdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang