Somewhere Only We Know (end)

873 24 5
                                    

Hei, Yeorobun, Apapun itu, apapun yang reader hadapi kemarin. Mari kita saling menguatkan. 😂
Cengar-cengir begini tapi kalau sendirian di kamar suka diem-diem nangis. Hehe.

Love

🐺
Author


Lisa Pov

Aku memutuskan untuk tidak mengganggu Jennie terlebih dahulu setelah pengakuan bodohku. Sangat beresiko memang. Tapi bukankah akan menyakitkan kalau dia tahu setelah semua sudah terlanjur dalam?

Sebenarnya tidak hanya Jennie yang merasa sedih. Hatiku pun rasanya seperti diiris tipis-tipis. Berkali-kali menangis dan tidak ada kabar baik datang. Mencoba baik-baik saja namun akhirnya aku menangis lagi.

"Lisaaaa, yaaa... Sampai kapan kamu rebahan di tempat tidur mu haa? Ishhh... Bau banget, kamu ga mandi juga ya?"

Aku malas membuka mataku, tapi Jisoo menepuk-nepuk pantatku dan menyeret selimut kotak-kotak ku.
"Andweeee... Jisooooo... Aashhhh... Andweeee..." Aku tetap berteriak dan akhirnya kami saling berteriak karena Jisoo menggelitik badanku. Aku tertawa terbahak-bahak sampai seperti orang gila. Aku dan Jisoo terduduk di pojok ruang keluarga. Sampai akhirnya aku menangis lagi. Jisoo hanya menepuk-nepuk bahuku kemudian bergantian mengusap-usap punggungku.
"Gwenchana Lisa ya, menangislah, kamu ga harus selalu jadi orang yang kuat kok, you did well. Kamu hebat."

Tangisku semakin menjadi karena tepukan Jisoo, hatiku seperti meraung-raung menunjukkan bahwa rasanya sangat sakit. Hatiku ingin menceritakan kepedihannya kepada Jisoo.
"Unnie, kenapa aku harus menyayanginya jika aku tidak bisa memiliki dia?"

"Karena terkadang, Tuhan mempertemukan kita dengan orang, hanya untuk memberi kita pelajaran kebijaksanaan, atau memberikan kebahagiaan."

"Ghunde hweee? Hweeeee? Weeyoo Unnie???" Aku merengek sambil menangis, dan Jisoo masih setia menepuk punggungku.

"Gwenchana Lisa ya, menangislah karena setelah ini kamu akan sembuh dan akan menjalani harimu dengan sepenuh hati lagi. Neee?"

"Unniiieeeee." Aku menangis dalam pelukan Jisoo unnie.

Author Pov

Setelah beberapa hari menahan diri untuk tidak menghubungi Jennie, Lisa akhirnya mencoba menelepon Jennie menggunakan nomor baru karena ternyata Jennie sudah memblokir semuanya.

"Yoboseyo?"

"Gimana kabarnya?"

"Ini siapa?"

"Kamu masih marah?"

"Oh, kamu Li, ga sih..."

"Tolong ya buka blokirnya... Please..." Lisa menjauhkan teleponnya karena menahan tangis, menangis karena rindu.

"Iyaaa iyaaa."

"Beneran yah."

"Iya, udah ya, aku sibuk."

"Hmm, makasih, tolong ya dibuka blokirnya."

"Hmm..."

Tuuttuuuttuut

One Shot Jenlisa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang