Beginilah akhirnya.
Park Jihoon namanya.
Ia berdiri di rooftop sekolahnya. Merasakan hembusan angin yang menyentuh kulitnya.
Hembusan yang membuat rambut hitam legamnya dengan bebas bergerak.
Ia kembali menyalahkan segalanya.
Ia tidak bisa menggapai seluruh warna cerah dalam hidupnya. Ia tidak bisa merasakan menjadi warna indah.
Hidupnya sudah buta warna.
Ia hanya melihat hitam dan abu-abu dalam kesehariannya.
Park Jihoon namanya.
Ia berteriak dengan kencang.
Ia menutup kedua telinganya dengan kasar.
Pikirannya kali ini tidak hanya menghantui lewat kepala. Pikirannya berubah menjadi suara yang dapat didengar.
Terlalu banyak suara. Terlalu banyak distraksi.
Suara yang menyiksa. Suara yang memaksanya untuk berteriak.
"Hentikan! Hentikan! Hentikan!"
Ia terus berteriak. Berusaha meredam seluruh suara yang terdengar.
Suara-suara itu melebur bersama pikirannya.
"Hentikan!"
Park Jihoon namanya.
Ia berusaha untuk menghentikan semuanya.
Ia berlari ke ujung. Tangannya berpegang pada pagar yang berfungsi sebagai penahan agar tidak terjatuh dari lantai empat sekolah.
Suara itu kembali datang.
Dan pikiran Jihoon untuk meloncat dari sana makin besar.
"Jihoon!"
Ditariknya tubuh Jihoon, menjauh dari ujung sana. Dipeluklah tubuhnya dengan erat.
Ha Yoonbin, nama laki-laki yang baru datang.
"Apa yang kamu lakukan!? Kamu bisa jatuh!"
Suara Yoonbin tidak terdengar.
Park Jihoon namanya.
Suara-suara dari pikirannya terlalu banyak, terlalu ramai, terlalu menganggu.
"Hentikan! Hentikan!"
"Park Jihoon!"
Semuanya berhenti.
Matanya kembali fokus, menatap kekasihnya dengan lekat.
"Apa yang kamu lakukan?!"
Park Jihoon namanya.
Ia tersenyum, "I'm doing just fine."
Yoonbin tidak sanggup berkata. Ia hanya memeluk Jihoon makin erat.
Pikiran kembali menyerang Jihoon.
Just fine, dia bilang? Lucu Jihoon!
Ia tidak akan pernah baik saja atas segala yang ia pernah lalui.
Ia tidak peduli seperti apa akhirnya ia nanti.
Bukannya lebih baik ia mengakhiri semuanya sebelum akhirnya dirinya berakhir dengan sendirinya?
Ia sudah terlalu banyak membuat kesalahan.
"Park Jihoon!"
Ha Yoonbin, nama laki-laki yang baru datang.
Jihoon memilih untuk mengabaikannya dan berbicara pada dirinya sendiri.
Lama-lama Yoonbin lelah melihat kekasihnya.
Hatinya lelah karena tersakiti melihat laki-laki kesayangannya hancur dengan perlahan.
Ia tidak bisa mengontrol semuanya sesuai keinginannya.
Park Jihoon namanya.
"Aku ingin mati, Yoonbin. Mengapa kamu menghentikan aku." serunya lemah. Seluruh pikiran dan suara di telinganya menguras habis energinya.
"Mati bukan pilihan, Jihoon. Mati adalah takdir. Kamu tidak bisa memaksakan takdir. Mati bukan sesuatu yang bisa kamu jadikan opsi. Semua akan terjadi tapi tidak sekarang."
"How about now?" seru Jihoon, dengan lemah memberontak. Mencoba melepas pelukan sang kekasih. Berkali-kali ia mencoba mengangkat kedua tangannya ke arah leher.
Ha Yoonbin, nama laki-laki yang baru datang.
Ia dengan sigap mengunci kedua tangan Jihoon.
"Just a little more, we should see something soon." Ia mengeratkan pelukannya. "So please hold your breath for now."
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ How It Ends [binhoon]
Fanfiction"Menyerah adalah pilihan yang bernilai satu banding seratus ribu. Namun mati bukanlah sebuah pilihan." "It's all fine. This is how it ends." ⚠️ Short Chapters, Mentioning Sensitive Issues (Suicide Attempts, Suicide Thoughts, Depression, Mental Healt...