5. Waktu

35 4 4
                                    

"Kerumah gue, katanya mau ketemu Ibu"

Terlihat Zeya sedikit terkejut mendengar ajakan Haechan. "Sekarang banget? " tanyanya sambil menatap Haechan, sedangkan yang di tatap hanya bisa mengangguk.

"Lo ga ada acara apa-apa kan? "

"Engga sih, tapi gue bawa mobil Chan"

Haechan berfikir sejenak, ia melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul satu siang lebih dua belas menit. "Gue sholat dzuhur dulu disini, lo pulang dulu gih naruh mobil sekalian sholat juga. Ntar gue jemput, " suruh Haechan sambil menutup resleting tas ranselnya.

Zeya tersenyum sambil mengangguk, "Okay, laksanakan! " ujarnya bersemangat.  "Yaudah, sekarang? " tanya Haechan sambil bangkit dari bangku taman. Zeya menyangklongkan tasnya, dan juga ikut berdiri.

"Hati-hati Yak, "

Zeya mengangguk, "Kabarin gue kalo, mau jalan"

"Iya, nanti gue chat"

"Yaudah, gue pulang" ujar Zeya sambil mengadahkan telapak tangannya untuk tos. Haechan menyambutnya dan menempelkan telapaknya pada telapak milik Zeya.

Zeya berjalan menjauh dari tempat Haechan berdiri, ia melihat punggung wanita itu semakin menjauh sambil tersenyum. Akhirnya, ia pun juga ikut beranjak dari tempatnya untuk melaksanakan ibadah sholat dzuhur di mushola kampus mereka.

Barisan sepatu yang berjajar di ujung ubin mushola terlihat banyak, sepertinya masih ada yang berjamaah di dalam, Haechan buru-buru untuk segera melepas sepatu dan kaos kakinya untuk segera mengambil wudhu.

Setelah mengambil wudhu ia ikut mengisi shaf yang masih kosong dan melaksanakan sholat berjamaah bersama.

Setelah sholat berjamaah usai, Haechan segera beranjak dari tempatnya untuk ke rumah Zeya. Ia mencangklongkan tasnya dan memindai berbagai macam sepatu di hadapannya, karena ia yakin pasti sepatunya tertendang kesana kemari.

Setelah menemukan sepatu miliknya, Haechan duduk dipinggir ubin mushola untuk memasang kaus kaki beserta sepatunya. "Woy!" seseorang menepuk bahunya dari belakang. Haechan menoleh, "Eh elo bang," sapanya balik.

"Gimana tadi?"

"Alhamdulillah lancar,"

"Gak berhujung aneh-aneh kan?"

"Engga bang, cuman si bapaknya minta next orientasi kaga ada acara marah-marah sama fisik kayak kemarin gitu" jelas Haechan sambil tangannya masih sibuk mengikat tali sepatunya. Begitu juga lawan bicaranya yang sekarang duduk disampingnya, juga ikut memasang sepatunya.

"Gila, wah gue gabayangin bakal gimana ini angkatan setelah ini. Paham kan lo maksud gue?" ujar Taeyong sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Haechan mengangguk sambil melemaskan punggungnya, "Tapi masih dirundingin sama Pak Samuel sama Pak Bram. Tapi gue yakin bakalan ilang sih,". Taeyong menepuk pundak Haechan "Setidaknya kita masih punya harapan Chan, ya walaupun kecil".

Haechan mengangguk, ponselnya bergetar di sakunya menandakan ada pesan masuk.

"Bang, duluan ye"

"Cieilah, udah jauh amat nih kayaknya ama si calon?"

"Kaya caleg aja di calonin, udah ah" Haechan beranjak kabur dari tempatnya sambil tertawa. "Pepet troooss Chaaan," teriak Taeyong. Haechan hanya bisa memberikan sign menggunakan jari telunjuk dan jempolnya yang melingkar, menandakan arti 'Ok'.



-

"Chan ini beneran gapapa?"

Between : Zeyanara. | [Haechan]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang