-1. Ibu

103 5 15
                                    

Haechan sampai dirumahnya, membuka pagar hitam rumahnya dengan perlahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haechan sampai dirumahnya, membuka pagar hitam rumahnya dengan perlahan. Mobil ibunya sudah terparkir dengan baik di garasi kecil rumahnya, tanda bahwa ibunya sudah pulang dari sekolahan.

Ibunya seorang guru, lebih tepatnya guru SMA dimana ia bersekolah dulu. Pernah sekali ia diajar oleh ibunya sendiri, tapi tentu saja tidak ada perbedaan bahwa ia anak dari seorang guru. Tidak ada nilai tambahan atau bonus apapun yang diberikan oleh ibu Haechan. Bahkan perhatian khusus dari ibunya.

Disekolah ibunya menjadi gurunya, sedangkan di rumah baru menjadi ibunya yang bisa ia jadikan tempat manja-manja.
Ibunya yang selalu meminta untuk dipanggil bunda, dan selalu ditolak oleh dirinya dengan embel-embel,
"Kata orang surga itu ada dibawah telapak kaki ibu, bukan bunda bu" yang membuat bundanya geram-geram gemas dengan anak sulungnya ini.

"Apa bedanya sih mas, kan bunda juga panggilan ibu! " geram ibunya. "Iya, berarti sama aja kan ibu sama bunda" ngeles Haechan lagi sambil mengecup pipi Ibunya. Supaya emosinya reda kata Haechan.

Tapi kalau Haechan sudah memanggil Ibunya dengan sebutan "Ibunda" yaitu gabungan dari sebutan "Ibu" dan "Bunda" pasti ada apa-apa dibalik itu. Entah mau minta uang jajan atau ingin bermanja-manja dengan ibunya.

Ia memarkirkan vespa matic berwarna hitamnya di sebelah mobil yang telah terparkir lebih dulu di garasi, lalu melepas sepatunya dan menaruhnya di lemari sepatu di dekat pintu masuk rumahnya. Melepas helm hitamnya dan menaruhnya di atas lemari sepatu. Ia sudah terbiasa teratur seperti ini, tidak lain dan tidak bukan ajaran dari ibunya.

"Assalamualaikum, mas pulang" sapanya saat menutup pintu rumahnya. Terdengar sahutan dari ruang makan, "Waalaikumsalam, " adiknya nomor dua yang bernama Rio. Biasa dipanggil Iyok karena dulu saat kecil ia susah mengucapkan huruf 'R' di namanya.

"Yok, ibu dimana? "

"Bunda di kamar, barusan dateng beberapa jam lalu" jawab Iyok. "Si Ayas udah lo jemput? " tanya Haechan sambil meneguk air es yang barusan ia tuang di gelas bening.
Rio menggeleng, "Ada eskul dia mas, ". "Yaudah, terus nanti lo jemput kan? " Haechan memastikan. "Iya masku sayang, nanya mulu"

"Biar Ayas ga nangis-nangis gara-gara ga ada yang jemput, gue lagi yang kena marah" jawab Haechan sambil menaiki tangga rumahnya.

Ayas alias Laras adalah si bungsu dari keluarga Haechan, adik perempuan satu-satunya yang masih duduk di bangku SMP. Nama panjangnya Laras Aleya, biasanya dia di sekolahnya dipanggil Aleya atau Laras. Tapi kalau dirumah, ia punya nama panggilan yaitu Ayas.

Sedangkan Iyok, ia masih duduk di bangku SMA. Sama di SMA tempat ibu mereka bekerja. Dan ada satu lagi, adik dari Haechan yaitu Ezra. Ia terpaut satu tahun dari Haechan. Dan sudah duduk di bangku perkuliahan. Tapi kampus mereka berbeda, Ezra di universitas negeri, sedangkan Haechan di universitas swasta.

Sempat Haechan marah karena Ezra masuk ke universitas impiannya. Dan sempat tidak mau bertegur sapa antara kakak beradik ini selama tiga hari.

Niatnya mau sampai kapanpun, kalau bukan Ibunya yang menyadarkan mereka. Mungkin sampai saat ini mereka tidak akan bertegur sapa. Tapi akhirnya ia sadar, kalau jalan sukses orang berbeda-beda.

Between : Zeyanara. | [Haechan]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang