3

23 0 0
                                    

"Raka udah terbang sejam yang lalu Ndien, aku gak berhasil susulin Raka."­­­­­

Andien sempat terdiam beberapa detik, otaknya butuh sedikit ruang untuk mencerna situasi yang sedang terjadi.

"Maksudnya apa sih Dit, kalo ngomong yang jelas dong jangan bikin orang panik."

"Raka ke Jerman Ndien. Raka ninggalin Muti."

Tentu saja Andien juga panik, ia tidak sampai hati melihat Muti dan kedua orangtuanya yang sudah menantikan kedatangan Raka sejak tadi pagi. Mendengar Adit mengatakan Raka sudah terbang satu jam lalu membuat pikiran Andien melayang jauh. Bagaimana dengan Muti dan anak yang ada dalam kandungannya jika Raka pergi begitu saja. Andien tidak tahu kenapa hal ini bisa terjadi pada sahabatnya.

Keadaan rumah Muti sudah tidak baik-baik saja seperti tadi pagi Andien datang. Apalagi mendengar penuturan Adit tentang Raka membuat Andien semakin bingung.

Andien juga tidak dapat mengatakan apapun setelah mendengar penjelasan Adit. Sejak tadi pagi Andien memang sudah merasakan firasat buruk lantaran Raka sangat sulit dihubungi. Namun Andien tidak mau memikirkan sesuatu yang buruk terjadi di hari bahagia sahabatnya ini, tapi kenapa firasatnya ini harus benar. Lalu bagaimana ia akan menjelaskan semuanya pada Muti dan keluarganya.

"Ndien, gimana udah ada kabar dari Raka atau Adit ?"

Andien sempat terjingkat ketika Om Farhan tiba-tiba sudah berdiri dibelakangnya. Andien tidak tahu bagaimana harus mengatakan apa yang sudah terjadi kepada Om Farhan.

"Om," Andien kembali menjeda kalimatnya. "Kata Adit"

Sungguh Andien sama sekali tidak mau menjadi orang pertama yang menyampaikan kabar ini. Tapi mau tidak mau ia harus tetap mengatakannya, ia tidak mau membuat semua orang menunggu hal yang tidak pasti lebih lama lagi. Maka dengan satu tarikan napas panjang Andien mencoba menjelaskan apa yang terjadi pada Om Farhan.

"Kata Adit, Raka udah take off satu jam yang lalu Om."

-

-

-

-

Boleh tidak sih Muti bangun dan semua yang terjadi padanya ini hanya mimpi buruk. Jika sosok Raka harus dihapus dari memori hidupnya sebagai gantinya pun Muti tidak keberatan. Justru itulah yang paling Muti harapkan.

Raka, mungkin Muti tidak keberatan jika hanya harus melupakan laki-laki itu. Tapi sayangnya tidak hanya itu, bagaimana Muti harus tetap hidup dengan janin yang ada dalam kandungannya ini ketika hal itulah yang paling mengingatkannya dengan sosok Raka. Seseorang yang sangat ia percaya, bukan hanya sebagai seorang kekasih tapi juga ayah dari janin yang saat ini ada dalam kandungannya. Muti memang belum bisa dikatakan cukup dewasa di umurnya saat ini. Tapi gadis itu tahu betul jika janin yang ada di kandungannya ini tidak berdosa dan tidak selayaknya ia benci.

Tapi Muti juga tidak bisa menyangkal dirinya sendiri yang benci dengan keadaan yang saat ini ia jalani. Kenyataan bahwa ia ditinggalkan oleh laki-laki yang sudah berjanji akan setia menemaninya. Muti merasa muak, gadis itu tidak bisa menerima apa yang terjadi padanya, apa yang telah Raka lakukan padanya dan sakit hati yang saat ini ia rasakan. Muti tau ia hanya harus menerima keadaan ini, tapi ia juga tidak bisa memaksa dirinya sendiri untuk berdamai dengan keadaan.

Muti benci sinar matahari yang mencuri-curi celah dari tirai jendelanya, Muti masih ingin memejamkan matanya. Tidak mau bangun, bahkan jika bisa untuk selamanya. Muti benci pagi yang harus menggantikan malam, Muti benci kenapa waktu masih berputar baik-baik saja sementara hidupnya sudah hancur. Muti benci matahari yang bersinar dengan gembira setiap pagi, cerah dan penuh semangat sedangkan dirinya sudah tidak punya tenaga lagi untuk bersemangat.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 28, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ON YOUR ENGAGEMENT DAYWhere stories live. Discover now