〖16〗 pσígnαncч

1.2K 176 100
                                    

🌸

Foto panas itu semakin meluas, ke sepenjuru negeri tanpa ada kejelasan langsung dari sang empu. Deru napas keduanya saling beradu, menyusuri trotoar kota metropolitan Tokyo yang tak pernah sepi. Tiga orang nampak mengikuti mereka dengan derap yang semakin cepat juga.

Sang tuan membawa gadisnya ke dalam celah bangunan, terus berlari sambil sesekali menoleh ke belakang. Matanya terus bergerak, mencari tempat yang sekiranya bisa mereka gunakan untuk tempat bersembunyi.

"Sachiko-san, ke sini!" Kageyama menarik tangan Hayakawa untuk duduk di balik tumpukan kardus dan barang-barang bekas di belakang sebuah gedung.

Kageyama menempatkan dirinya di hadapan sang gadis, melindunginya agar tak satupun dari orang-orang 'gila berita' itu menyadari keberadaan mereka. Dapat Hayakawa dengar detak jantung lelakinya, tarikan napasnya hampir terdengar normal, menandakan bahwa ia tak begitu kelelahan. Seorang atlet tentu terbiasa akan hal ini.

Orang-orang dengan kamera menggantung di leher dan catatan yang tak lepas dari tangan pun melewati mereka begitu saja. Seruan nama 'Kageyama Tobio' menggema di antara dinding-dinding gedung.

Kageyama mengehela napas, menatap Hayakawa yang terlihat begitu kelelahan. "Tidak apa-apa." Senyumnya menyertai. "Dari sini sudah dekat dengan apartemenmu, kan? Ayo cepat, sebelum mereka kembali menyusuri jalan ini."

Sang lelaki berdiri lebih dulu, meraih tangan kekasihnya dan membantunyaberdiri.

"Mau pakai jaketku?" tawar Kageyama dengan memikirkan langkah penyamaran. Setidaknya Kageyama tak bisa membiarkan gadis di depannya menjadi bulan-bulanan media massa. "Aku masih pakai topi dan kacamata hitam ini, pakailah."

Anggukan kecil Hayakawa berikan sebelum mengenakan jaket kekasihnya. Jaket favorit dengan bau maskulin yang begitu ia cintai.

Kageyama tertawa renyah, tangannya terangkat mengacak lembut rambut gadis itu. "Kebesaran..."

Hayakawa hanya tersenyum lebar.

Kembali ia gamit tangan sang gadis, berlari dengan tempo lebih lambat untuk keluar dari celah gedung. Langkah-langkah menghindari perhatian publik pun dikerahkan, hingga keduanya mencapai apartemen Hayakawa Sachiko kurang dari lima belas menit.

"Ojamashimasu..." sapa Kageyama sebelum memasuki aparteman kekasihnya.

Hayakawa yang sudah masuk lebih dulu pun meletakkan barang belanjaannya di atas meja konter. "Arigatou nee, sudah datang membantuku," ujarnya pada Kageyama.

Kageyama mengulas senyum tipis, menjatuhkan tubuhnya di sofa depan televisi. "Maaf, membuatmu terjebak dalam bahaya, Sachiko-san. Apa mereka sering mendatangimu seperti itu?"

Hayakawa menggeleng, merebus sepanci air dan menyiapkan bahan-bahan makanannya. Tadi ia pergi ke supermarket untuk membeli persediaan bahan makanan. Saat keluar dari supermarket ia justru diserbu oleh kumpulan wartawan.

"Kadang aku hanya mendapati beberapa dari mereka mengintip dari balik gedung, tapi baru kedua kali ini mereka mendatangiku terang-terangan."

Kageyama menghela napas panjang. "Maaf jika ini semua memberatkanmu."

Hayakawa hanya tersenyum tipis. "Aku sudah mengerti sejak menerima ajakanmu malam itu, Tobio. Kau juga tetap fokus latihan saja, aku bisa menjaga diri lebih baik. Lain kali aku akan lebih berhati-hati."

Kageyama tak bisa menghela napas panjang. Ia menoleh ke belakang di mana kekasihnya tengah menyiapkan makan malam untuk keduanya. Ya, Kageyama memang berpesan bahwa ia akan datang sore ini sebelum latihan malamnya dimulai.

rєcσnvєníng | kαgєчαmα tσвíσTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang