CHAPTER 7 : A long Night 3

53 14 0
                                    




Weithia POV

 Sore itu langit berwarna jingga hanya sedikit awan dilangit. Kulihat jam sudah menunjukan hampir jam 6. Aku Berdiri dibelakang gadis yang hendak menyelesaikan makan malamnya. Disebuah meja makan panjang dan deretan kursi kursi kosong.

Dia mengajakku untuk makan bersamanya, menawarkan semangkuk sup panas dan sepotong daging lezat, dan berbagai macam makanan lainnya. aku tapi menolak. Sejak awal aku memang tidak berniat terlalu mendekatkan diri dengannya. Kecuali jika Adam memerintahkannya untukku. Tidak boleh ada kesalahpahaman terjadi.

"Weithia, aku ingin pergi ke kota malam ini"

aku menggerutkan alisku, "Kau tidak diizikan oleh Yng Mulia, Tuan Puteri"

Dia membalikkan badannya lalu memegang tanganku. "Kumohon, tidak akan lama! Aku ingin ke kota agar terasa lebih meriah. Disini tidak ada siapapun."

"Kumohon...," dia membulatkan matanya.

"Tapi, itu akan berbahaya Tuan Puteri" aku tetap menolaknya.

Lalu dia berdiri, menghadap ke arahku. Lalu tersenyum, "Kau tahu apa itu Feeka?"

Aku menggeleng, dia meletakkan tanggan di bahu ku, "Sebuah kata kuno, yang berarti momen untuk memperlambat dan menghargai hal baik dalam hidup. Yang mulia sedang pergi, aku yakin kita tidak akan kenapa napa. Kau ada untuk melindungiku kan?" katanya sambil merajuk

aku tidak bisa menahan rasa terkejut atas sikapnya yang tidak sepatutnya itu. Aku tidak menjawab dan menunggunya untuk berkata sesuatu.

"Ayolah" katanya sambil menarik tanganku dan menempelkan kepalanya di dadaku. "Atau aku akan mengatakan pada rajamu, jika kau tidak berbuat baik padaku." Bibirnya cemberut. Aku tidak suka dia mengancamku seperti itu.

Hari semakin gelap, dan Carmellia membawaku ke kandang kuda. Menyuruhku membawa susan. Aku bingung sikapnya sering berubah ubah entah apa yang sebenarnya dia inginkan dariku.

"Hanya sebentar Tuan Puteri, janji?"

"Hm! Janji"

Aku membantunya duduk dibelakangku, dan ia memeluk pinggangku. Kami keluar dari kandang dan memutuskan lewat gerbang belakang istana agar lebih dekat. Penjagaan disana sama ketatnya seperti gerbang utama. Saat 2 orang penjaga mencegatku, aku mengatakan. "Perintah Yang Mulia Raja" dengan yakin mereka membukakan gerbang, karena merekapun kenal dengan wajahku.

Aku memacu kudaku menuruni bukit, udara cukup dingin untuk bulan juni ini. Aku merasa akan mendapat masalah karena ini.

"Tenang saja Weithia, Yang Mulia terlalu sibuk untuk mengurus kita." Ucapnya.

Tidak butuh waktu lama untuk sampai dipinggiran kota, kami melewati sebuah gang sempit diantara dua bangunan rumah. Keadaannya sepi, kukira semua orang pasti sedang berada di alun alun. Aku lihat langit sudah sepenuhnya gelap. Aku mengikat tali kekang susan disalah satu pohon.

Aku menggapai tangan Carmellia yang sudah menutup kepala dan tubuhnya dengan tudung merah. Di luar gang keadaannya lumayan ramai, banyak sekali pedagang yang menajajakan jualannya. Lampu lampu jalan bersinar menerangi. Aku memutuskan membeli 2 buah lampion disalah satu penjual.

"Lampion cantik untuk nona cantik hahaha" ucapnya sambil memberikan 2 lampion yang belum menyala pada Carmellia.

Carmellia membalasnya dengan tersenyum, "Ku harap jualanmu laris paman!"

5 menit kami berjalan kaki menuju alun alun, semakin malam keadaan semakin ramai. Aku tetap memegang tangan Carmellia takut sesuatu terjadi padanya, bahkan jika dirinya tersandung batu sekalipun.

THE KING (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang