"Nggak ada yang jadian!" teriak keduanya dengan wajah memerah.
"Nggak mungkin kami jadian, Pak." Eira menjawab sambil menutup botol minumannya. Setelah itu dia menunduk dan melanjutkan kegiatan makannya. Wajahnya memerah padam. Entah, karena tersedak makanan atau malu mendapat pertanyaan seperti itu.
Sedangkan Naka terlihat jauh lebih santai daripada Eira. Dia menatap Pak Noh sambil menahan tawa. "Mana mau saya sama cewek petakilan kayak dia, Pak!"
"Lo!" Eira langsung menunjuk Naka dengan garpu.
"Bahaya!" Naka mengambil garpu itu dan meletakkan di mangkuk Eira.
Pak Noh lagi-lagi tersenyum melihat interaksi keduanya. "Eira masih sama si cowok yang sering pakai ikat kepala itu?"
Gerakan makan Eira seketika terhenti. Dia meletakkan jari telunjuk di depan bibir lalu melirik Naka. "Jangan bahas masa lalu, Pak."
Naka tahu, Eira sengaja mengalihkan topik. "Sama cowok itu udah kandas, Pak. Dia bego mau-maunya aja diselingkuhin."
"Enak aja!" Eira langsung memotong. "Gue nggak tahu kalau dia selingkuh."
"Lo udah gue kasih tahu berkali-kali, tapi nggak percaya."
Wajah Eira kian memanas. Dia menegak air mineral lalu mengipas wajah dengan kedua tangan. "Jangan bahas itu."
Naka menahan tawa. Menurutnya, Eira masih malu jika diingatkan dengan hal itu. "Pak Noh nggak mau buka cabang?"
Eira mengembuskan napas karena topik telah berganti. Dia kembali menyantap mi ayamnya dengan lahap.
"Udah sempet buka cabang, tapi biaya sewanya tinggi. Apalagi, ada pegawai Bapak yang nggak jujur." Pak Noh terlihat sedih saat mengucapkan itu. "Ya udah, disyukuri aja. Rezekinya memang di sini. Apalagi, punya pelanggan tetap kayak kalian."
"Top!" Eira mengacungkan jempol. "Sampai saya punya suami dan punya anak, saya bakal tetap langganan di sini."
"Semoga nggak bosen sama mi ayam Bapak."
"Mana mungkin," jawab Naka.
Eira mengangguk mengiakan. Sedangkan Pak Noh tersenyum karena dua pelanggan tetapnya itu. "Ya udah, dilanjut." Pak Noh lantas beranjak.
"Makasih, Pak!" teriak Eira.
Naka geleng-geleng. Padahal, gadis itu tidak perlu berteriak karena ruko tidak terlalu besar. "Teriakan lo bikin pengunjung lain nggak berselera."
Eira menyenggol lengan Naka. "Suara gue itu bagus. Suara yang bikin orang semangat."
"Semangat pengen nimpukin!" balas Naka dengan tajam.
Respons Eira hanya dengusan pelan. Dia kembali menyantap mi ayamnya, itu lebih baik daripada berdebat dengan Naka.
Beberapa menit kemudian, mereka telah menghabiskan makanan mereka. Meski begitu, mereka tidak langsung pulang.
"Dulu sering ke sini sama mantan lo?"
Glek.... Eira menelan ludah mendengar pertanyaan itu. "Sesekali doang. Pernah juga sama lo, kan? Sekali."
Naka duduk menyerong. "Kalau cuma sekali nggak mungkin Pak Noh inget!"
Eira membuang muka lalu memejamkan mata sejenak. Dia paling malas membahas masa lalu, apalagi tentang mantan pacar. Naka selalu pasang bendera perang kepada mantan Eira yang satu itu. "Soalnya Pak Noh selalu inget gue!" jawabnya sambil meletakkan kedua jari telunjuk di pipi. Tidak hanya itu, Eira tersenyum sambil mengedipkan mata beberapa kali.
"Hilangin tampang idiot lo!"
"Ini imut!" Eira memukul lengan Naka tidak terima.
Naka menyandarkan siku di pinggiran meja. Kelima jarinya lalu saling mengetuk meja bergantian. "Sejak diselingkuhin, lo nggak pacaran lagi. Trauma?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Bestfriends Anymore
Romance[COMPLETE] Naka dan Eira bersahabat sejak SMA. Bagi Naka, Eira adalah satu-satunya orang yang mau berteman dengannya di saat orang lain menjauh dan mengejeknya. Bagi Eira, Naka adalah orang yang bisa menerima segala kelakuan anehnya. Jika salah satu...