Duk...
Duk....
Eira mengerjab. Tidurnya terganggu oleh suara langkah kaki yang terdengar terburu-buru itu. Dia mengucek mata lalu mengedarkan pandang. Sepersekian detik, dia hanya terdiam menyadari kamarnya terlihat kosong, tidak ada frame atau apapun di temboknya. Hingga dia sadar telah pindah ke kontrakan baru.
Brak....
Tubuh Eira berjingkat mendengar suara itu. Dia bangkit lantas keluar dari kamar. "Ci. Ngapain, sih?"
"Gue telat!" teriak Erci dengan napas memburu.
Eira menyugar rambut ke belakang. Dia mendekati meja makan dan mengambil air mineral. Kemudian dia menyadari tidak memiliki makanan apapun untuk sarapan adiknya. "Lo nggak usah sarapan, ya!"
Krek....
Kepala Erci menyembul dari celah pintu. "Kalau gitu tambahin uang saku gue!" ujarnya sebelum menutup pintu.
"Iya. Gampang!" Eira duduk bersandar sambil memijit pundak. Pindahan cukup membuat tenaganya terkuras. Dia ingat, semalam harus bersih-bersih kamar sebelum ditinggali.
Eira mengedarkan pandang, melihat beberapa kardus yang berjajar di dekat pintu. Dia mengusap wajah, rasanya enggan bebenah. Namun, dia harus melakukan itu. "Nanti sepulang sekolah langsung balik, ya! Kita perlu bersih-bersih."
"Lihat nanti." Erci keluar kamar mandi dengan kimono berwarna biru muda.
Bola mata Eira membesar. "Itu kimono gue!"
"Pinjem. Gue kesulitan cari barang-barang gue, pakai yang ada aja."
"Setidaknya lo izin."
"Ogah!" teriak Erci dari dalam kamar.
Eira beranjak sambil menggaruk kepala. Dia malas melakukan apapun. Rasanya, dia hanya ingin tidur dan menghilangkan rasa pegal di tubuhnya. Sayangnya, dia harus ke kafe.
"Mana?" Tiba-tiba suara Erci terdengar. Dia berdiri di depan pintu sambil mengulurkan tangan. "Cepet... Cepet...."
"Urusan duit aja pengennya minta cepet." Eira mengambil dompet dan menyerahkan beberapa lembar ke Erci. "Inget, buat beli makan. Bukan beli make up."
"Iya! Bawel!" Erci melambaikan tangan lantas bergegas pergi. "Ah, pindah kontrakan bikin perjalanan ke sekolah makin jauh," gerutunya sambil memakai sepatu.
Sedangkan di kamar, Eira kembali berbaring di ranjang. Dia menatap sisi tembok yang masih bersih. Berbeda dengan kamar sebelumnya yang penuh dengan foto dan beberapa gantungan. Tebersit keinginkan untuk segera mendekor kamarnya.
"Ah! Mager banget gue!" Eira menarik selimut lalu berbaring miring.
Tring...
Tring....
Dering ponsel itu tiba-tiba terdengar. Eira menggeram. Selalu saja di saat dia ingin bermalas-malasan ada saja yang mengganggu. Dia bangkit dan mengambil ponsel yang berada di meja dekat pintu kamar. Saat melihat siapa yang menelepon, Eira kian merasa malas. "Ngapain telepon gue pagi-pagi?"
"Lo di mana? Gue belum sarapan!" Suara Naka terdengar kencang.
Eira kembali ke ranjang lantas berbaring tengkurap. "Emang gue emak lo yang bisa lo mintain sarapan?"
"Kan, biasanya gue minta lo."
"Gue pelit," ujar Eira pelan. Matanya kian terasa berat. Menurutnya ini momen bagus karena dia bisa kembali tidur.
"Gue ke tempat lo sekarang! Bikinin sarapan! Cepet!"
Sayangnya kalimat Naka membuat Eira tersentak. Kantuk yang sempat dia rasakan seketika menghilang. "Apaan, sih lo? Gue pindah biar hidup gue tenang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Bestfriends Anymore
Romance[COMPLETE] Naka dan Eira bersahabat sejak SMA. Bagi Naka, Eira adalah satu-satunya orang yang mau berteman dengannya di saat orang lain menjauh dan mengejeknya. Bagi Eira, Naka adalah orang yang bisa menerima segala kelakuan anehnya. Jika salah satu...