Menunggu bukan hal menyenangkan.
Tapi, aku selalu yakin
bahwa kau akan datang dan layak ditunggu.
~ Rendy Bratama~
Rendy duduk menikmati keindahan senja di lautan, berharap Letta —kekasihnya— datang tunaikan janji. Tiba-tiba, Rendy dikejutkan oleh tepukan tangan dipundaknya. Seketika Rendy menoleh, Letta tersenyum kepadanya, rambut panjangnya melambai-lambai, terdapat kopi cappucino ditangannya, kesukaannya.
“Benarkah kau datang, Letta?“ Rendy mengerjapkan mata tak percaya. Letta hanya tersenyum dan memberikan cappucinonya kepada Rendy. Ketika Rendy hendak mengambilnya, dia memudar dan perlahan-lahan menghilang. Ternyata hanya bayangan yang menghampirinya.
Perlahan bulir bening dari netranya jatuh. Bayangan Letta pergi bersama senja. Rendy menahan agar dirinya tetap tegar, ia yakin bahwa kekasihnya itu akan datang menemuinya lagi di tempat ia duduk sekarang. Kemudian Rendy menelungkupkan kepalanya ke lututnya, saat senja digantikan oleh gelap, hal itu membuat hatinya teriris. Tapi kenapa, setiap hari ia tetap menemani kepergian senja. Memang aneh untuk kebanyakan orang. Sesuatu yang membuat Rendy sakit, bukan malah dijauhinya, tapi ia semakin mendekapnya.
“Ren, ayo pulang,” ajak seorang gadis yang berada di belakang Rendy. Rendy hanya diam tak bergeming sama sekali. Kemudian gadis itu memutuskan untuk duduk di samping Rendy. “Ren,” gadis itu memanggilnya sekali lagi sambil memegang lengan Rendy. Akhirnya Rendy mendongakkan kepala, karena merasa ada sentuhan di tubuhnya.
“Sejak kapan kamu di sini, Misya?” tanya Rendy dengan nada datar, tanpa menoleh pada gadis yang dipanggilnya Misya itu.
“Ren—“ ucapan Misya terpotong.
“Berapa kali aku bilang, gak usah jemput aku di sini. Aku tau arah pulang,” sungut Rendy.
“Sama halnya kamu setia nungguin cwek kamu itu. Aku juga akan setia jemput kamu di sini,” ucap Misya dengan sanggahan yang sama seperti sebelumnya.
“Kamu keras kepala banget sih,” dengus Rendy, semakin kesal pada Misya
“Kamu dah aku anggap seperti abang aku sendiri. Jadi, kalau abangnya keras kepala, adeknya juga bisa lahh,” ucap Misya tidak mau kalah.
“Terserah kamu dah,” Rendy mengalah.
Misya bangkit dari duduknya dan mengibaskan sisa-sisa pasir di celananya. Kemudian mencekeram pergelangan Rendy lalu menariknya paksa. Rendy mengernyitkan dahi karena tangannya ditarik paksa oleh Misya. Rendy segera melepaskan tangannya dengan paksa.
“Apaan sih kamu, pakek pegang pegang tanganku segala,” dengus Rendy.
“Ye kamu sih gak mau bangun. Dasar!” ucap Misya dengan suara lirih pada kalimat terakhirnya.
Rendy Bratama adalah seorang yang dingin pada wanita, kecuali pada tiga orang yaitu bundanya, Letta Aziska —kekasihnya— dan Misya Mila —teman kecilnya—. Selain dari mereka, tidak ada wanita yang dipedulikannya, ia anggap sebagai biang masalah. Meski terkadang Misya selalu membuat masalah dengannya dan selalu membuat Rendy kesal. Seperti yang Misya lakukan saat ini.
Rendy dan Misya berjalan menuju parkiran untuk mengambil motornya. Tidak usah ditanyakan, Misya naik apa ke sini, pasti ia naik angkutan umum. Hal itu sudah terekam di luar kepala oleh Rendy. Selama dua tahun terakhir ini, Misya selalu menyusulnya ke pantai ketika senja telah hampir pudar. Rendy tidak mengerti, sebenarnya apa yang ada di kepala Misya? Karena dengan senang hati melakukan itu semua.
“Ren, aku heran deh sama kamu. Kapan kamu bisa move on dari si Letta itu. Kamu yakin banget Letta masih hidup, ya?” tanya Misya dengan wajah polosnya dan itu membuat Rendy mengepalkan tangannya. Tangan Rendy memanas dan rahangnya mengeras. Sikap Rendy membuat nyali Misya menjadi ciut. Tapi akhirnya, Rendy melepaskan kepalan tangannya dan merubah ekspresi wajahnya setenang mungkin.
“Cepet naik atau mau aku tinggal,” ketus Rendy yang membuat Misya menggelembungkan pipinya. Misya langsung naik berbonceng di belakang Rendy sebelum Randy menghunuskan pedang amarahnya. Misya melingkarkan tangannya di pinggang Rendy, hal itu sudah biasa dilakukannya saat berbonceng pada Rendy. Rendy tidak melarangnya karena ia sudah menganggap Misya sebagai adiknya sendiri. Sedari kecil mereka memang selalu bersama, mereka saling sudah paham dan mengerti sifat masing-masing. Kekonyolan, kejahilan dan hal terburukpun sudah dapat dimaklumi.
Setelah 15 menit akhirnya mereka sampai di rumah. Rumah mereka berhadap-hadapan. Misya sering menginap di rumah Rendy, orang tua mereka juga sahabatan sejak lama, jadi mereka sudah saling percaya.
“Tante ... Misya pulang,” Misya berteriak-teriak ketika masuk di rumah Rendy.
Seorang wanita cantik paruh baya keluar dari arah belakang, Lani Rahayu, bunda Rendy. Dia berjalan dengan senyum yang tak pernah pudar. Dia langsung memeluk Misya, menyambut kedatangan Misya dan Rendy.
“Anak Bunda siapa, sih?” dengus Rendy sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya.
Lani terkekeh mendengar putranya yang jealous. “Kamu kan gak pernah mau dipeluk bunda, ya udah mending bunda peluk Misya,” ucap Lani memanas-manasi.
Rendy pergi meninggalkan Misya dan bundanya, kesal akan kelakuan mereka yang selalu iseng padanya. Misya dan Lani tertawa lepas melihat tingkah Rendy. Tapi, seberapa jahil ulah mereka pada Rendy. Rendy tidak akan bisa marah lama-lama, karena ia sangat menyayangi mereka. Setelah Rendy tak terlihat lagi, Misya langsung pamit pulang.
“Kok sudah mau pulang? Makan malam di sini aja yah. Ayah Rendy lagi ke luar kota, masa' tante cuma makan malam sama anak dingin itu,” Pinta Lani pada Misya.
“Misya malu, tan. Misya udah sering numpang makan sama numpang tidur di sini,” ucap Misya malu-malu. Tapi, pada akhirnya Misya mengiyakan permintaan Lani.
Misya membantu Lani menyiapkan makan malam, mereka berdua sangat akrab seperti halnya Seorang bunda dan anak. Misya membawa semua makanan yang siap ke meja makan. Setelah semua selesai, Lani memanggil Rendy untuk bergabung ke meja makan.
Makan malam hanya diiringi dengan ketukan sendok dan garpu. Dalam keluarga Lani, tidak boleh ada pembicaraan saat makan, karena hal itu akan mengurangi keberkahan pada makanan itu dan juga akan membuat orang mudah tersedak.
“Kalian dari mana tadi? Kenapa sampai larut malam,” tanya Lani setelah makan di piring mereka habis.
“Biasalah, Tan. Rendy masih setia dengan penantiannya itu,” jawab Misya dengan mengisyaratkan dagunya pada Rendy. Rendy hanya memutar bola mata malas.
“Rendy, udah 2 tahun kamu nungguin dia. Sampai kapan kamu akan move on. Bunda sayang kamu, Nak. Bunda tidak mau kamu terpuruk seperti ini,” ucap Lani dengan lembut.Rendy tak merespon, percuma saja, bundanya tidak akan mengerti apa yang dirasakan Rendy selama ini.
Rendy bangkit dari duduknya dan kembali ke kamarnya. Lani hanya menggeleng-gelengkan kepala. Misya hanya menatap bingung dengan sikap Rendy. Kenapa setiap ditanya tentang Letta, ia selalu tak merespon. Apa sebenarnya yang ia pikirkan?Ini cerita pertamaku ... Semoga kalian suka ya😄
Jangan lupa kritik dan sarannya, juga jangan lupa beri suara
😉😉😉
~Author~
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Again
Teen FictionKisah seorang laki-laki yang sangat setia menunggu kekasihnya. Sampai akhirnya, ada seseorang yang begitu mirip dengan kekasihnya. Siapa sebenarnya gadis itu? Kekasihnya yang sedang lama dinanti? Atau orang lain yang hanya ada kemiripan di wajahny...