Lui melepaskan sheetmask dari wajah Stephanie, kulitnya menjadi lebih terhidrasi, segar dan glowing. Ia lalu mengoleskan primer sebelum meratakan foundation pada wajah Stephanie. Nanat, sebagai asisten dengan telaten membereskan bekas sheet mask dan memberikan produk serta alat yang Lui butuhkan.
Ini yang disukai oleh Stephanie dari Lui, dia bekerja cepat namun sentuhannya tetap lembut dan hasilnya sangat rapi. Meskipun sudah menjadi langganan, Lui tidak pernah berusaha pansos, dia tetap memposisikan dirinya sebagai pemberi jasa dan Stephanie sebagai kliennya.
Stephanie juga menyukainya karena Lui tidak acuh dengan gossip-gossip seputar selebriti, itulah kenapa dia ingin menjadikannya make up artis pribadi. Tapi Lui yang tidak suka keterikatan itu menolaknya, membuat kesal saja.
"Lo kenapa sih nolak ditawarin jadi mua pribadinya Stefy?'' Tanya Ciki hair stylist pribadi yang sedang menata rambut Stephanie.
"Gue nggak mau terikat Ki...'' Jawab Lui santai. Selain itu, dia juga tidak mau jadi bayangannya Stephanie yang mengikutinya kemanapun dia pergi, bisa-bisa waktunya hanya akan habis bersama model ini dan pasti circle Lui juga akan berubah, hah ogah.
"Tuh kan, apa gue bilang.'' Stephanie menyahut. Lui merapikan lagi hasil riasannya, dan Nanat mengabadikannya menggunakan video untuk nanti diunggah di instagram.
"Lo tetep mau pakai bulu mata palsu atau cukup gini aja?" Tanya Lui karena Stephanie sepertinya habis melakukan eyelash extention dan kelihatannya masih baru.
"Pakek aja, lagian ini udah lama kok." Jawabnya sambil menatap layar ponsel.
"Oh ya? Kirain ini masih baru." Lui terkejut.
"Super model emang beda sih ya.." Celetukan Ciki membuat semua tertawa kecil. Akhirnya Lui memasang bulu mata palsu yang tipis dan tidak begitu panjang dengan teknik obras agar tetap tidak terkesan berlebihan.
Tak sampai satu jam semua selesai dan Stephanie tampak tersenyum puas karena hasilnya. Stephanie yang memiliki wajah condong ke Asia timur tampil dengan western look, matanya yang monolid disulap oleh Lui sehingga memiliki lipatan serta tampak lebih lebar dan bulat, shading pipi tegas, bibir penuh dan wing-eye yang memberikan efek dramatis. Stephanie lalu mengajak Lui untuk mengambil boomerang menggunakan ponsel miliknya untuk segera diunggah ke media sosial untuk memberitahukan hasil make up nya pada penggemar.
Stephanie kini sudah siap dengan satu set pakaian dari brand yang mengundangnya yaitu ISL, oversized double breasted jacket in vinyl leather warna hitam lengkap dengan pump shoes yang membuat auranya semakin keluar, Lui sendiri sampai kagum dibuatnya. Nanat? Dia sampai minta foto layaknya seorang fans.
Mereka masih mengambil beberapa dokumentasi sementara Lui dan Nanat membereskan alat make up.
"Duh, gue sungkan deh dibantuin akuntan buat beresin make up.'' Goda Lui pada Nanat, yang digoda hanya mengedikkan bahu sambil tersenyum simpul.
"Kayaknya nanti kalau ANG manggil, gue nggak usah dateng deh.'' Tanya Nanat meminta pendapat pada Lui.
"Heh, nggak boleh. Malu sama gelar S2 lo tuh, om Dani sama tante Erni juga pasti nggak terima lah masa pewaris satu-satunya jadi asisten mua.'' Lui mulai menasehati Nanat dengan lirih sambil menutup koper make up nya lalu keluar menuju kamar yang sudah dipesan untuk mereka berdua.
"Nggak usah bawa-bawa pewaris deh." Nanat langsung malas kalau latar belakang keluarganya dibawa-bawa, tak ada yang tahu siapa dia sebenarnya. Meskipun tahu alasan yang sebenarnya Lui masih saja heran, kehidupan Nanat adalah kehidupan yang didambakan banyak bahkan mungkin semua orang, tapi sahabatnya ini malah memilih hidup sederhana dan menyembunyikan identitasnya.
"Lagian mereka mah santai. Habis enakan gini, ngikutin lo sambil jalan liburan. Kalau kerja kantoran kan lembur-lembur, liburan nyolong-nyolong.'' Nanat beralasan, ia merebahkan diri di atas ranjang queen size dengan nyaman.
"Dan, biar Ardan tahu kalau gue rela nganggur demi dia.'' Lui menghela nafas panjang sambil memejamkan mata mendengar perkataan Nanat selanjutnya.
"Lo kenapa jadi naif gini sih?" Nanat hanya mengedikkan bahu menjawab pertanyaan Lui.
"Lo sih belum pernah ngerasain jatuh cinta.'' Cibir Nanat, ia bangkit kembali untuk berganti pakaian.
"Buat apa? Kalau ujungnya melakukan hal bodoh kayak lo, yang rela hilang kerjaan, naif. Nggak akan Nat, nggak akan.'' Ucap Lui tegas sambil mengenakan bobble sweater warna denim lalu high rise jeans warna putih.
"Hehm, ini tuh bukan bodoh, tapi pengorbanan, pengorbanan dan perjuangan.'' Nanat masih menyangkal sambil membenarkan pita pada kerah bajunya, sementara Lui hanya geleng kepala tidak habis pikir.
"Almarhum mama dulu juga bilang gitu, pengorbanan, perjuangan tapi dapetnya pukulan tendangan sampai organnya rusak, dan paha gue harus rela kena setrika.'' Sangkal Lui sinis membuat Nanat diam dan merasa sedih mendengarnya, luka itu ternyata masih ada. Lui masih enggan percaya terhadap cinta dan masih membenci papanya.
"Gue tahu kejadian itu udah bikin lo trauma parah dan gue juga belum bisa ngasih bukti kalau mencintai dan dicintai itu indah, karena gue sendiri bertepuk sebelah tangan.'' Nanat menghela nafas sebentar.
"Tapi apa salahnya sih lo mulai buka hati? Bisa jadi takdir lo nggak sama kayak orang tua lo.'' Lanjut Nanat dengan nada lebih lembut. Sementara Lui memandangi bayangan dirinya di depan cermin tanpa ekspresi.
Nanat mendekati Lui, mengusap lengannya lalu memeluknya.
Lui menghela nafas panjang sambil megusap lengan Nanat yang memeluknya."Udahlah ngapain mikirin gue, yang penting jangan sampai cuma demi Ardan lo sampai jadi asisten gue apalagi sampek jadi pengangguran. Gue nggak setuju." Lanjutnya memperingatkan Nanat sambil melepaskan lengan Nanat yang membelit lehernya.
Nanat sudah siap membantah Lui saat pintu kamar hotel mereka diketuk, mau tak mau Nanat menutup mulutnya dan membuka pintu. Ternyata Devin manager Stephanie, dia mengajak bergegas supaya Stephanie tidak telat dan mereka juga bisa lekas jalan-jalan.
--------
Lui memutuskan untuk membeli espresso di salah satu coffee shop setelah melakukan touch up terakhir sebelum Stephanie masuk ke dalam gedung tempat fashion week digelar. Sementara yang lain masih asik berfoto di sekitar Musee du Louvre dan juga Eiffel tentu saja.
Dia belum minum kafein sama sekali hari ini, dan itu membuatnya pusing. Espresso sudah menjadi candu baginya.
Menghirup aroma kopi yang sedang dibuat membuat perasaan Lui jadi tenang, apalagi kalau meminumnya. Espresso adalah satu-satunya hal pahit yang bisa dia nikmati.
"Terimakasih nona.'' Ucap sang barista sambil tersenyum ramah. Lui mengangguk mengerti lalu menerima paper cup dari sang barista dan mengucapkan terimakasih sebelum pergi.
Lui memutuskan untuk berjalan pelan sambil menikmati angin musim gugur. Musim gugur yang indah namun sendu dan rapuh.
Dia duduk di sebuah kursi sambil menikmati espresso nya sebelum kembali pada teman-temannya.
Dilihatnya seorang anak yang sedang berjalan diapit oleh kedua orang tuanya, berjalan bergandengan tangan dan tampak bahagia.
Lui hanya tersenyum getir melihatnya. Dia lupa kapan terakhir kali tertawa bersama orang tuanya? Rasanya tidak pernah. Yang dia ingat mereka terus bertengkar tanpa memikirkan dirinya. Papa yang memukuli mama, dan juga memukuli Lui ketika dirinya membela mama.
Mungkin, sebagian besar orang menganggap patah hati karena ditinggal atau dikhianati kekasih adalah hal paling menyakitkan, tapi bagi Lui ditinggal dan dikhianati oleh ayah sendiri lebih menyakitkan dan mengoyak batin.
Orang yang harusnya menjadi cinta pertama putrinya malah memberikan luka dalam sampai ke ulu hati. Lui sampai tidak bisa mengenang sesuatu yang indah sama sekali tentangnya.
Lui berfikir, kalau laki-laki yang nyata-nyata memiliki hubungan darah kental saja tega menghancurkan hatinya berkeping-keping, apalagi laki-laki yang dihubungkan dengannya hanya melalui kesepakatan dan tanda tangan saja? Dia pasti lebih sewenang-wenang.
Semua itu yang membuatnya masih enggan membuka hati, dan skeptis dengan cinta dan pernikahan.
💔💔💔
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuas dan Lensa [Terbit E-Book Sebagian Besar Part Dihapus]
Aktuelle Literatur[Terbit E-Book by Eternity Publishing] Refal Juliant mengenal Louisa Jill begitu juga sebaliknya. Tapi ia hanya mengenal Louisa sebagai make up artist berbakat dengan sebutan miss busy, sedangkan Louisa hanya mengenal Refal sebagai fotografer berba...