3. let them be happy

76 14 0
                                    

Chenle turun terlebih dahulu dari mobil kemudian dia berlari menyambut Fasya dengan tangannya yang terulur. Fasya tersenyum kemudian menerima uluran tangan Chenle yang membantunya keluar dari dalam mobil.

"siap?" tanya Chenle.

Fasya mengangguk, melingkarkan tangannya pada lengan Chenle kemudian mereka berjalan memasuki kawasan zoo dimana teman teman mereka yang lainnya sudah menunggu di dalam sana.

Lucas, Hendery, Yangyang, Yuqi, dan Shuhua sedang berada di dekat pintu masuk zoo, menunggu tuan muda Chenle yang datang terlambat. Mereka semua tau Chenle terlambat karena dia menjemput Fasya terlebih dahulu, miris itulah yang ada dalam pikiran mereka.

"mesra cok!" ujar Lucas yang langsung mendapat pelototan dari empat temannya yang lain.

Mereka semua menatap ke arah Chenle dan Fasya yang baru saja masuk ke pintu kedatangan, tangan mereka berdua kini tertaut saling bergandengan.

"Let them be happy for a while, this is their last chance." ucap Shuhua yang diangguki oleh teman temannya yang lain.

"ya let them." gumam Hendery.

Fasya tersenyum ceria melambaikan tangan pada teman teman yang sudah sangat lama tidak dia temui. Ah rasanya lega melihat mereka baik baik saja hingga saat ini. Teman temannya ikut melambai, mengajak Fasya dan Chenle untuk segera mendekat. Mereka semua sudah siap untuk berjalan jalan hari ini.

"fasya ya ampun kangen banget." ucap Yuqi dia menerjang Fasya, memeluk perempuan itu erat erat.

"gue juga kangen kalian haha." Fasya tertawa begitu senang dapat melihat teman temannya lagi.

"yuk," ajak Hendery.

Yuqi melepaskan pelukan Fasya dan mengangguk, mereka kemudian berjalan mulai berkeliling ke kebun binatang yang baru pertama kali mereka datangi itu.

"katanya hari ini ada yang mau mindahin buaya gitu di sini." ucap Lucas, dia tidak sengaja menguping percakapan beberapa orang yang lewat di sekitarnya tadi.

"mindahin dery dong," celetuk Yangyang membuat teman temannya tertawa sementara Hendery mencebikkan mulutnya, kesal.

"sayangnya di sini gaada lumba lumba ya, padahal mau gue tandingin suaranya sama chenle." celetuk Lucas.

Chenle tidak menanggapi, hanya nyengir sadar diri kalau suara tertawanya memang mirip dengan lumba lumba. Semua orang mengakui hal itu.

Mereka masih berkeliling, sejak tadi Chenle dan Fasya tidak melepaskan genggaman mereka dan hal itu tidak luput dari perhatian teman temannya. Chenle dan Fasya sekarang berjalan berdua berada di belakang agak jauh dari teman temannya yang lain.

"kayanya mereka butuh waktu berdua deh." bisik Shuhua pada teman temannya.

"iya deh, kita pergi dulu aja kali ya cari alesan kemana kek." tambah Yuqi.

"boleh." ucap Yangyang.

Mereka berlima langsung menghentikan langkah. Shuhua dan Yuqi membalikkan badan menatap Chenle dan Fasya yang juga menghentikan langkah mereka, dengan tatapan bingung.

"kenapa?" tanya Chenle.

"eh gapapa kok, ini gue sama yuqi mau ke toilet dulu sih kalian jalan duluan aja ya." ucap Shuhua.

"gue temenin dah." ujar Yangyang, mereka bertiga langsung pergi meninggalkan Lucas dan Hendery bersama dengan Chenle dan juga Fasya.

Hendery dan Lucas langsung panik, mereka berpikir alasan apa yang bisa mereka berikan untuk meninggalkan Chenle dan juga Fasya. Namun tiba tiba saja Lucas nyeletuk,

"eh udah jam berapa ini, wah udah jam satu."

"kenapa cas?" tanya Hendery bingung.

"eh itu kita ke mesjid dulu iya ke mesjid sholat, kalian berdua jalan aja dulu!" ujar Lucas cepat.

"hah?" Hendery bingung.

Namun sebelum Chenle dan Fasya sempat membuka mulut mereka, kedua laki laki itu sudah pergi terlebih dahulu. Lucas cepat cepat menarik Hendery untuk meninggalkan mereka berdua.

"sejak kapan ko lucas sama ko dery islam?" tanya Fasya bingung.

"lah apaan sih orang minggu kemaren mereka masih ke gereja bareng aku." ucap Chenle yang tidak kalah bingungnya.

Fasya dan Chenle saling menatap, mereka melakukan eye contact. Mulutnya bungkam namun mereka berkomunikasi lewat tatapan mata itu, menyelami isi hati satu sama lain. Hingga kemudian keduanya tertawa begitu kencang, dengan Chenle yang tentu saja mengeluarkan suara lumba lumbanya.

"kenapa sih cari alesan bisa se gak logis itu heran." ujar Chenle ditengah tengah tawanya.

"gak ngerti lagi deh sama ko lucas hahaha." tawa Fasya.

"yaudah ah bodo amat, yuk jalan mumpung udah dikasih kesempatan." kata Chenle, tentu setelah tawanya benar benar reda.

Fasya mengangguk, kembali menggandeng tangan Chenle mereka akhirnya berkeliling berdua. Ah rasanya masih sama seperti terakhir kali mereka pergi bersama. Bedanya saat itu mereka saling menautkan telapat tangan, melangkahkan kaki telanjang mereka di atas pasir putih di pinggiran pantai dengan suara deburan ombak yang menenangkan. Sementara hari ini mereka berada di kebun binatang yang ramai pengunjung, dan berbagai suara binatang binatang yang berada di sana. Suasananya sangat jauh berbeda, tapi rasanya tetap sama.

"aku nggak mau jauh jauh dari kamu." ucap Fasya.

"aku juga, tapi gimana lagi." balas Chenle.

Langkah kaki Fasya terhenti di depan kandang Buaya yang memang kini terlihat begitu ramai dan padat. Ada banyak orang tidak hanya di sekitar kandang namun juga di dalam kandang. Netra perempuan itu langsung menangkap sosok kakaknya, sedang mengobrol dengan Jaehyun salah satu teman satu komunitasnya. Di sebelah Yuta ada Jeno di sana entah sedang mengobrolkan apa namun nampak sangat dekat dengan Siyeon, satu satunya perempuan yang ada di sana saat ini.

"andai aku punya kesempatan lahir sekali lagi, itu pasti hanya demi kamu." ucap Fasya melingkarkan tangannya satu lagi pada lengan Chenle.

Chenle tidak menjawab hanya mengusap usap tangan Fasya yang melingkari lengannya. Menyalurkan kasih sayangnya pada perempuan yang sudah banyak memberikan warna warna baru pada hidupnya itu.

"bang yuta tuh ko," ucap Fasya mengubah pembicaraan.

"mana?" tanya Chenle, dia mengedarkan pandangannya mencari sosok Yuta.

"tuh dalem kandang buaya." Fasya menunjuk dengan dagunya.

"wah bang yuta tambah ngeri mainannya." ucap Chenle.

"halah tim hore doang." cibir Fasya.

"haha kamu tuh ya dari dulu gengsian banget kalau muji abangnya." Chenle mengusap usap kepala Fasya, merasa gemas.

Fasya kemudian diam menikmati saluran kasih sayang yang bisa dia rasakan dari usapan Chenle itu. Tuhan, jika bisa biarkan kami seperti ini selamanya. Fasya ingin berharap namun dia sadar diri semua itu tidak mungkin lagi. Ini adalah kesempatan terakhirnya bisa seperti ini dengan Chenle. Tidak ada lagi kesempatan lain, dan Fasya akan menikmatinya meskipun singkat.

🐬🐬🐬

Last Goodbye -Chenle-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang