Bab 2 : Di Bawah Langit Biru

5 1 0
                                    

Aku menunggu Ibuku menjemput di pinggir jalan depan gerbang sekolah. Untungnya disini disediakan kursi sehingga aku tak perlu berdiri.

April dan Juni pulang duluan karena mereka ingin ke tempat les. Biasa anak kelas 3, pastilah sibuk menyiapkan diri untuk menghadapi si horor UN.

Aku lebih memilih belajar sendiri di rumah, palingan juga nanti sekolah akan mengadakan sistem belajar sore 3 bulan sebelum UN.

Dan juga akan sangat kecil kemungkinan aku akan membangunkan bukuku yang sedang hibernasi di rak. Tidur yang nyenyak yah buku :')

Tiba-tiba aku merasakan perutku sedikit melilit, sebenarnya perutku sudah sakit sedari pagi, mungkin karena efek aku gak sarapan yang cukup.

Aku mengedarkan pandang ke sekeliling. Dan kudapati sebuah toko roti yang cukup ramai pembeli. Tapi berita buruknya, semua pembeli disana rata-rata cowok.

"Bodo amatlah, gue lapar!" ucapku untuk mengusir sedikit keraguan sebelum melangkah kesana.

Aku masuk ke dalam toko roti, berjalan menjelajahi etalase toko yang menjejerkan beberapa macam roti disana.

Awalnya retinaku fokus menyorot roti yang tampak menggiurkan, sebelum akhirnya aku sadar kalau semua pembeli disini menatapku.

Aku diam berdiri kikuk di tempat, mencoba menelaah, karena mereka bukan hanya menatapku, tapi sesekali mereka berbisik, bahkan tak segan untuk tertawa kecil.

"Sakit jiwa mereka lebih parah dari Bang Rey!" ucapku dalam hati, lalu fokus kembali memilih roti.

Pilihanku jatuh kepada roti dengan toping keju dan kacang di atasnya. Sebelumnya aku mau untuk memakannya langsung disini, tapi keadaan disini tak memungkinkan.

Aku melangkah keluar dari toko roti, ingin kembali ke tempatku sebelumnya menunggu jemputan. Setidaknya aku bisa makan sambil menunggu Ibu datang.

Tapi kurasakan ada yang aneh, seseorang mengikutiku dari arah belakang.

"Hei tunggu!"

Aku tersentak kaget lalu menoleh sekilas tanpa menghentikan langkah.

"Ehh tunggu sebentar!"

Orang itu semakin gencar mendekat. Aku yang panik terus melangkah dengan ritme yang cepat sampai akhirnya tiba di depan gerbang sekolah.

Aku berhenti sambil mengatur napas, lalu kembali menoleh ke belakang. Dan kudapati pria itu berdiri yang hanya berjarak beberapa meter dari arahku.

"Gue orang miskin, kalau mau ngerampok pikir-pikir dulu deh!" mengucapkan kalimat itu badanku sedikit gemetar.

Pria itu tak menggubris apa-apa. Yang ada dia melangkah mendekat ke arahku sambil melepaskan jaketnya.

"Berhenti nggak, lo maju selangkah lagi gue teriak!" ancamanku tak berefek apa-apa.

Sekarang pria itu tepat berada di hadapanku. Dengan perlahan dia mengikat jaketnya ke pinggangku. Niatku untuk teriak tertahan, jangankan berteriak, bersuara saja rasanya aku tak bisa, tenggorokanku seperti tercekat.

"Di rok lo ada bercak darah! Lo nggak sadar di toko roti tadi lo udah diliatin dengan aneh sama pembeli disana?"

Responku hanya mengangguk, rasa malu dan keget membuatku terlihat seperti orang bodoh saat ini. Ingin menyamar jadi aspal di jalanan saja rasanya.

Pria itu tersenyum singkat lalu melangkah pergi. Sebelum pria itu melangkah jauh aku teringat satu hal penting.

"E-hh, Jaketnya mau gue balikin kemana?" ucapku sedikit teriak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Di Bawah Langit BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang