7. menjadi dekat?

18 2 0
                                    

- SELAMAT MEMBACA -

Setelah berbincang banyak hal mengenai pekerjaan yang akan dilakukan, akhirnya aku bisa lebih santai mengobrol dengan pria yang sejak dulu aku kagumi. Rasanya seperti mimpi. Jika memang ini adalah mimpi atau khayalan yang sengaja aku rancang, tolong jangan ada yang mengganggu dulu.

"Rey, kok gak ajak lawan main kamu untuk membahas pekerjaan ini?"

"Kita sudah bahas lebih banyak saat pertemuan pertama itu. Menurutku, pembahasan ini tidak harus dilakukan secara bersamaan. Apalagi kita memiliki kesibukan masing-masing."

Benar juga. Tapi aku sangat mensyukuri karena lawan main Reynal tidak ada dalam pembahasan kali ini.

"Karena keasikan mengobrol aku sampai lupa menjamu kamu lebih baik."

Ya Allah, ini kenapa ada manusia semanis ini sih?

"Udah kenyang kok dengan lihat wajah kamu doang,"

"Kok bisa?"

"Eh?" Kini aku sepenuhnya sadar. Bahwa ucapan yang harusnya dibicarakan melalui hati saja, malah terlontar begitu saja. Kesal! "Maafin ya, itu harusnya jadi suara hati aja, emang kadang omongan suka gak sinkron."

"Haha! Kamu lucu deh." Reynal tiba-tiba mengacak rambutku. Yaampun, kalau gini caranya aku tidak masalah rambut menjadi berantakan seperti ini. "Maaf, rambut kamu jadi berantakan."

Aduh mas, gak apa-apa rambutku berantakan. Tapi, masalahnya hati ini ikut berantakan juga!

"Terusin juga gak apa-apa."

"Jangan bilang itu suara hati kamu lagi?"

Nahkan! Udah gak akan benar. Profesional macam apa ini?! Yaampun, lo mah genit kalau gini caranya mah.

"Kayaknya kamu bakal lebih sering mendengar ucapan maaf deh." Aku menunduk malu. "Jangan diganti ya Rey, aku masih ingin kerja sama kamu." ucapku, yang mengalihkan pandangannya ke bawah.

"Duh, jangan nunduk," Reynal memegang daguku--agar kepalaku tak menunduk. "Ini bukan perkara besar kok. Aku malah senang kamu yang terbuka seperti ini. Ucapan kamu sangat menghiburku."

Aw, jadi malu.

Aku sepertinya harus siap mental dan hati jika terus berdekatan dengan Reynal. Bukan hanya ucapan manis yang keluar dari mulutnya, tapi perbuatannya yang memperlakukanku dengan sangat baik ini, yang jadi masalah!

Tidak tahu apa ini jantung gila-gilaan detakannya. Kalau terus seperti ini aku bisa mati muda dengan senyuman bahagia. Ya Tuhan ... mimpi apa aku semalam?

"Duh Rey, kenapa kamu manis banget sih?"

"Masa sih?"

"Eh?" Aku heran sama diri sendiri. Kenapa sih, bisa segila ini? Kenapa gak sadar apa yang diucapkan itu adalah hal yang sangat memalukan?

Reynal tersenyum manis kearahku. Rasanya hari ini seperti mendapatkan jackpot yang sangat besar. "Jangan senyum Rey."

"Kenapa? Senyum itu ibadah, lho."

"Iya. Tapi kalau kebanyakan senyum gini, bisa-bisa aku diabetes."

YA AMPUN, SYIFA LO DAPAT GOMBALAN INI DARI MANA SIH?!

"HAHA!" tawa Reynal pecah. Aku makin malu dengan diri sendiri yang sudah kelewatan dalam hal bercanda. "Aku bisa awet muda kalau seperti ini. Makasih ya Syif."

Lho? Lho? Ini laki kenapa sih?

"Aduh Rey, aku tersanjung, lho, kamu tertawa karena aku. Tapi, ketawa kamu itu bikin aku salah paham,"

sweet dreams [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang