28.

3.1K 146 1
                                        

Pagi ini cuaca sangat segar, sinar matahari menghiasi langit biru, menciptakan suasana yang cerah. Di dapur rumah mereka, Adinda, wanita cantik dengan senyum manisnya, sedang sibuk membuat sarapan untuk suaminya, tercium Aroma pancake memenuhi ruang Dapur.

Adinda tengah membuat pancake dengan penuh fokus, memastikan setiap langkahnya sempurna. Ia tidak mau mengecewakan Rafka, jadi ia berusaha sebaik mungkin. Aroma pancake yang menggiurkan mulai memenuhi ruangan.

"Hai, sayang. Selamat pagi," sapa Rafka ketika ia masuk ke dapur, mengusap puncak kepala Adinda dengan lembut.

"Pagi juga, suamiku," balas Adinda, tersenyum manis sambil melanjutkan aktivitasnya.

Setelah beberapa saat yang penuh kesibukan, Adinda meletakkan pancake yang telah ia siapkan dengan indah di atas piring, kemudian membawanya ke meja makan. Rafka mengikuti Adinda dan duduk di sebelahnya dengan penuh antusias.

Adinda tidak lupa menambahkan irisan stroberi di atas pancake buatannya. "Coba. Pancake buatan ku," pinta Adinda, dengan wajah penuh harapan.

"Aku mau kamu yang suapin," pinta Rafka, nadanya nakal.

"Loh, Mas t-"

"Yaudah, aku nggak mau makan," potong Rafka dengan nada menggoda.

"Kesamber apa sih Rafka? Manja banget ke Adinda. Ah entahlah. Mungkin saja ia ingin lebih dekat," pikir Adinda dalam hati sambil menghembuskan napas lega. Ia melihat pancake buatan nya yang indah dan berseri.

Melihat Rafka menunggu dengan penuh harap, Adinda akhirnya menuruti permintaannya. Ia menyuapi suami kesayangannya. "Bagaimana rasanya?" tanya Adinda, perasaan nervous melanda hati kecilnya.

Wajah Rafka sulit di artikan , dan Adinda mulai merasa khawatir. "Aduh, gimana kalau pancake-nya nggak enak?!" batinnya. Rafka menatap Adinda dengan serius, dan ia berkeringat dingin. "G-gak enak ya, Mas? M-maaf a-aku baru mencoba membuat pancake," ucap Adinda terbata-bata, merasa bersalah.

Tiba-tiba saja Rafka mencubit pipi chubby Adinda dengan gemas. "Enak sekali, istriku," ucap Rafka, suara penuh kekaguman.

"Serius, Mas?" Tanya Adinda tak percaya, hatinya kembali berdebar bahagia.

"Iya. Kamu buka restoran, dan di restoran itu tersedia pancake dan menu lainnya," ujar Rafka dengan semangat.

"Aku tidak mau. Setelah kamu lulus kamu bekerja. Aku mau kamu buka usaha, dan biar aku yang bantu biayanya. Kamu tidak akan kecapean, karena kamu akan jadi seorang bos," lanjut Rafka, meyakinkan istrinya.

Adinda tidak bisa menahan senyumnya. "Baiklah. Tapi, aku hanya mau pakai uangku sendiri, jangan uang Mas," jawabnya tegas.

"Oke. Kalau itu mau kamu," balas Rafka dengan senyuman lebar.

"Sekarang aku yang suapin kamu," ujar Rafka penuh percaya diri, mengambil alih tugas tersebut.

Rafka mulai menyuapi Adinda, dan setelah itu, ia terus memperhatikan wajah istrinya. "Mas, kenapa? Liatin Dinda terus?" tanyanya dengan wajah memerah karena malu.

"Ya terserah aku lah. Mau liatin kamu berhari-hari juga. Kan kamu sudah jadi istri aku. Kalau belum, baru nggak boleh, nanti zina mata," jawab Rafka dengan nada menggoda.

Adinda hanya bisa tersenyum lalu mengangguk, merasakan kehangatan di hatinya. Dengan lembut, ia menambahkan madu ke atas pancake-nya. "Biar lebih manis," ucap Adinda ceria.

Baru saja Adinda akan memasukkan pancake ke dalam mulutnya, Rafka tiba-tiba merebut pancake yang ada di bibir Adinda dengan mulutnya.

Adinda membulatkan matanya. Seolah ini adalah ciuman singkat yang tak terduga. "Pancake-nya lebih manis, karena aku bawa dari bibirmu," ucap Rafka, mengedipkan mata.

Waktu Yang SalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang