Prolog

21 2 0
                                    


Ombak yang sangat tenang dan semilir udara segar berhasil membuat seorang pemuda terhanyut dalam mimpi panjang selama perjalanan. Ia menyenderkan kepala nya yang berat ke sebuah tiang yang gagah di buritan kapal.

Tak sesekali terdengar orang berbisik kepada temannya yang lain,
"ada urusan apa ya cowok setampan itu di pulau terpencil seperti ini?"

Kapal bersandar di Pelabuhan Sri Bintan Pura. Beruntungnya, semua penumpang kapal tiba dengan selamat tepat pada siang hari yang tidak terlalu panas.

Woahmm.

Pemuda tampan yang dibicarakan tadi terbangun, "Sudah sampai ya bu?" Ia bertanya kepada seorang wanita paruh baya disebelah nya, memastikan bahwa kapal benar-benar sudah bersandar.

"Sudah nak, lihat semua penumpang sudah hendak turun."

Berusaha mengumpulkan nyawa nya kembali, Ia mengucek-ucek mata nya yang masih menyimpan kantuk dan sesekali masih menguap. Tapi tetap saja, ia harus turun dari kapal itu. Tidak mungkin kan, ia mengikuti kemanapun kapal akan berlayar?

Ya. Ia telah sampai ke salah satu list pulau yang memang sangat ingin didatanginya.

Dengan antusias, ia berjalan menyusuri tepi pantai. Ditolehnya segala pemandangan yang tersuguh di kedua matanya.

Pohon kelapa tinggi sibuk mengayun-ayunkan daunnya. Kapal-kapal memarkirkan diri ke tempat di mana seharusnya mereka berada. Suara burung berkicau seakan mengajak para makhluk Tuhan bermain.
Cantik. Hanya itu kata yang muncul di kepala nya untuk menggambarkan keelokan pulau itu. Ia menjadi sebuah objek yang dilukis oleh Sang Pencipta Semesta.

"Suara apa ini?" Gumamnya, penasaran dengan sebuah alunan merdu dari alat musik melodis yang tak lain dan tak bukan adalah Harmonika.

Seorang gadis desa bersender di bawah pohon kelapa yang menjulang tinggi, dirinya mengenakan kaus oblong berwarna abu-abu gelap, warna bajunya sama sekali tidak menggambarkan suasana pulau yang biru siang itu.

Gadis itu meniup harmonika dengan syahdu. Seolah bersatu dengan alam, ia terus memainkan alunan lagu yang membuat pria di seberang nya ingin terus memperhatikannya.

Alunan musik seruling yang indah membius lelaki tampan dari kota itu, dibuatnya mendekat tanpa ragu. Langkah kaki nya terus berjalan. Ia ingin datang dan menari bersama permainan harmonika itu.

Menyadari bahwa ada pria yang sedang mendekatinya, perempuan itu berhenti memainkan alat musik nya. Ia hendak berlari, tapi dengan cepat tangannya ditahan oleh pria kota itu.

"Terima kasih telah menyambutku dengan alunan nada yang indah."

"Siapa pula yang menyambutmu?!"

Ia berusaha melepaskan tangannya dari pria yang bersikeras menggenggam tangan mungil nya itu.

"Setidaknya perkenalkan dirimu, nyonya."

"Setidaknya tahu diri tuan, aku tidak mengenalmu sama sekali!"

"Robi Abiyasa, kenalin ya." Rayu pemuda itu seraya mengulurkan tangan coklatnya.

"Anindyaswara." Perempuan itu membalas uluran tangannya.

"Harus bagaimana aku memanggil mu?"

"Anin saja."

"Darimana kau datang tuan?"

"Jakarta, cantik."

"Ih, berani sekali kau ini!"

"Aku mengatakan yang sebenarnya, kamu secantik pulau ini Anin."

Aku menarik tangannya, ingin kubawa pergi menaiki kapal yang menurunkanku tadi untuk kuajak kembali ke Jakarta. Tapi gila saja Rob! itu anak orang yang baru lo temui! Tapi tetap, aku ingin menjadi lebih dekat denganmu Anindyaswara. Sungguh, kamu mengingatku kepadanya. Keputusan ku benar-benar tepat untuk mengunjungi Bintan yang indah ini.

AnindyaswaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang