6. Guardian Angel🥀

62 11 0
                                    

Masih pukul empat sore ketika aku meninggalkan halaman sekolah dengan pakaian bersih dalam dekapanku.

Hari ini aku kerja lagi. Sebenarnya aku sedang tidak enak badan. Ditambah siang tadi ada beberapa tugas praktek yang harus dikerjakan diluar sekolah. Lokasinya di salah satu studio teater yang tidak jauh jika ditempuh menggunakan kendaraan, tapi berhubung aku tidak punya sepeda atau mobil seperti murid yang lain, tidak ada pilihan selain berjalan kaki sampai di tempat praktek.

Ingin ambil cuti tapi malam ini aku harus berhasil mencuri nomor telepon Lee Jeno. Huft. Tidak apa-apa Athena. Orang miskin dilarang mengeluh.

Aku menyusuri trotoar dengan langkah malas. Membetulkan posisi tasku yang beberapa kali merosot. Disaat yang bersamaan, mobil hitam berukuran sedang berhenti tepat disampingku. Aku meliriknya sekilas, lalu lanjut berjalan lagi. Barangkali aku menghalangi jalan.

Saat kakiku kembali bergerak, mobil itu juga berjalan seakan mengikuti langkahku. Berusaha tidak mempedulikannya, aku pun lanjut berjalan sambil menatap ke arah lain. Tapi rasa penasaran dan kesalku lebih unggul rupanya. Aku berhenti lagi. Dan sesuai dugaan, mobil itu juga ikut berhenti disampingku. 

Lalu aku berjalan lagi, mobil itu kembali mengikutiku. Lagi, aku berhenti, mobil itu juga ikut berhenti.

Aish. Maunya apa sih??

Dengan perasaan dongkol, aku lanjut berjalan dengan cepat. Masa bodoh mobil itu mengikutiku lagi atau tidak, aku harus cepat sampai di gedung SM dan langsung melancarkan aksiku.

Dari ekor mataku, ku lihat mobil itu masih mengikutiku, kali ini disertai bunyi klakson yang saking nyaringnya sampai membuatku menutup telinga dengan telapak tangan. Aku menoleh, menatap sangsi ke arah mobil itu, lebih tepatnya ke arah kursi pengemudi.

Detik berikutnya pintu mobil terbuka,  menampakan si pengemudi yang ternyata tidak lain tidak bukan adalah Liu — sialan — Yangyang dengan senyumnya yang menyebalkan.

Apa-apaan?? Ah, seharusnya aku tidak usah heran, dia kan memang agak tidak waras. Tapi Tuhan, apa hidupku masih kurang menderita sampai kau mengirimkan manusia super bodoh seperti dia??

"Hai, pacar," sapanya dengan cengiran paling memuakkan di seantero Korea.

Mendengar suara Yangyang rasanya ada gumpalan batu dalam dadaku yang mendesak keluar dan minta dilemparkan ke ubun-ubun manusia itu. Tanganku sudah mengepal ingin menghajar wajah sok gantengnya, tapi ketika otakku kembali mengingat peristiwa beberapa hari lalu, akhirnya yang keluar hanyalah hembusan napas panjang.

"Saya lagi buru-buru. Kamu mau apa?" tanyaku dengan senyum paksa.

Yangyang menghampiri ku.
"Mau jemput kamu, lah. Berangkat kerja, 'kan?"

"Atau mau pulang dulu?" tanyanya kemudian.
"Pulang dulu aja deh, aku mau ketemu ibu," lanjutnya lalu menarik pergelangan tanganku.

"Heh! Apa-apaan sih?? Emang saya udah bilang iya tadi??" tukasku sangsi.

Yangyang membuka pintu mobil, lalu mendorongku masuk sebelum dia sendiri duduk di kursi kemudi.
"Emang aku minta persetujuan kamu?"

"Sialan. Kamu tuh — " ucapanku terhenti karena Yangyang membekap mulutku dengan tangannya.

Dia mendekatkan wajahnya.
"Shuut. Kenapa sih, tiap ketemu selalu ngumpat terus? Nggak baik tau kalo didenger orang. Kamu kan cewek."

Aku berkedip beberapa kali, menghirup aroma segar dari tangan Yangyang yang sejenak mengalihkan perhatianku. Sumpah, aromanya menenangkan sekali. Hampir aku memejamkan mata kalau suara ngeongan kucing tidak menyadarkan kami.

[1] 𝐁𝐢𝐭𝐭𝐞𝐫𝐬𝐰𝐞𝐞𝐭 | Liu YangyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang