𝘰𝘯𝘦.

8.7K 890 263
                                    

Pintu digedor. Cukup keras untuk bisa menggemakan sepenjuru lorong lantai 2 yang sepi. Sayangnya tidak ada seorang pun yang hadir untuk mendengar jeritan minta tolong yang keluar dari ruangan yang terkunci disana.

Aroma pekat dari zat berbahan dasar pigmen bercampur air yang populer disebut aquarel memenuhi ruangan serta indra penciuman dua insan yang tengah mengalami nasib buruk, terkurung ditengah puluhan karya seni bernama lukisan. Yang satunya tengah berusaha menggedor pintu putih itu berharap ada seseorang yang mendengar panggilannya, sementara yang satunya hanya berdiri di sudut ruangan seolah tengah menghindari kumpulan debu yang menyebar di ruangan 7x8 meter itu.

"Ughh... kok gak ada siapa-siapa sih?" Kamu mengacak rambutmu gusar. Sudah hampir putus asa karena tak kunjung mendapat secercah harapan untuk keluar dari tempat penuh wangi semerbak cat air yang menyengat. Kamu menggebrak pintu itu keras-keras seolah ingin menghancurkannya tanpa menghentikan teriakanmu.

Kenapa kamu bisa terkunci disana? Singkatnya, sensei yang mengajar pelajaran terakhir memintamu untuk mengembalikan alat yang ia pinjam dari ruang melukis karena hari ini adalah jadwal piketmu. Tapi kamu malah terkunci disana oleh...

Entahlah. Kamu tidak tahu orang sialan mana yang mengunci pintu itu tanpa memeriksa apakah masih ada orang di dalamnya atau tidak.

"Oi."

Kamu menoleh kearah suara dari sudut ruangan. Wajahmu menekuk kesal dan telapak tanganmu terkepal erat berusaha menahan segudang umpatan di benakmu. Wajah pemuda ikal itu memperlihatkan ekspresi kesal yang sama denganmu. "Apaan?" Tanyamu ketus, sudah berada diujung tanduk kesabaran.

"Kalau bego juga ada batasnya. Itu jelas-jelas pintu geser, mau kau gebrak sampai pergantian kaisar pun gak akan kebuka," ujarnya dengan monoton serta menohok.

Emosimu memuncak seketika sampai rasanya dadamu panas. Ingin rasanya kamu melayangkan kepalanmu pada wajah manusia jenjang itu. "Daripada kau mojok gak jelas dan ngatain orang, mending bantuin cari solusi!" Katamu geram.

"Hah? Aku bukannya mojok gak jelas asal kau tau. Aku juga lagi berusaha nelfon seseorang."

Kamu menurunkan bahumu yang tegang dan melonggarkan kepalan tanganmu. Akhirnya masalahmu terpecahkan bahkan tanpa perlu membuang-buang tenaga dan suara. "Baguslah. Siapa yang kau telfon?" Tanyamu sembari mendekat kearah laki-laki dingin itu.

"Temanku. Tapi dari tadi gak ada sinyal, jadi telfonnya juga gak nyambung," ujarnya tanpa dosa.

Darahmu mendidih. "Itu sama aja bohong, Sakusa!" Kamu yang frustasi kembali mengacak-acak rambut, kemudian berjongkok putus asa. Membuat pemuda bernama Sakusa itu sedikit heran.

"Oi. Kau gak nangis kan?" Sakusa terdengar sedikit panik melihat posisimu yang kini tengah menutupi seluruh wajah dengan kedua telapak tangan seperti orang yang sedang menahan air mata. Kamu hanya menggeleng.

Kamu tidak menangis. Kamu hanya tengah berusaha mendinginkan kepalamu dan mencari solusi yang efektif. Kamu tidak mau terjebak dalam waktu yang lama bersama orang yang minim ekspresi dan bermulut pedas seperti Sakusa. Sungguh, dari sekian banyaknya orang, kenapa kamu harus berakhir berdua bersamanya? Kalau ini adalah komik romantis, pasti sang lelaki akan memegang tanganmu sambil menenangkanmu, kemudian jantungmu akan berdebar dan dari sanalah kisah cinta kalian dimulai. Sayang sekali kamu bukanlah gadis imut nan feminim yang diam-diam disukai oleh cowok tsundere.

Kamu seketika berdiri saat sekelebat ide muncul di kepalamu. Kamu segera melepas peniti rambut dari kepalamu dan menuju ke pintu.

"Kau mau ngapain?" Tanya Sakusa bingung namun tetap mematung di posisinya.

Kamu tidak menjawabnya dan hanya fokus pada kegiatanmu. Kamu memasukkan peniti hitam itu pada lubang kunci, kemudian memutarnya secara paksa. Hal itu kamu lakukan selama beberapa detik hingga jarimu terasa sakit. Kamu meringis pelan, masih bersikeras untuk membuka paksa kenop itu. Setelah sekitar 2 menit berkutat dengan kegiatanmu, bunyi klek pelan berhasil membuat matamu bersinar. Dengan tak sabar, kamu menggeser pintu itu hingga terbuka lebar bersamaan dengan senyuman yang merekah di wajahmu.

"Terbuka!" Serumu kegirangan, refleks menoleh pada Sakusa menampilkan ekspresi penuh kemenangan.

Sakusa menghela napasnya dan berjalan mendekatimu. Sebelum melangkah keluar, ia berhenti untuk menatapmu yang tengah mengharapkan ucapan terima kasih. Tapi, alih-alih mengucapkannya, Sakusa meraih tanganmu. "Sampai luka begini, kenapa kau ceroboh sekali?" Ujar Sakusa dengan tatapan tajamnya.

Kamu menarik paksa tanganmu dari genggamannya. Matamu balas menatapnya seolah kalian berdua tengah saling mengumpat lewat sorot mata itu. "Gak perlu sok peduli. Yang penting sekarang kita bisa keluar dan itu karena usahaku. Mana terima kasihnya?"

Sakusa menampilkan raut yang cukup tersinggung. Bibirnya terkatup seperti tidak ingin mengeluarkan ucapan yang kamu minta. Namun, ia juga tak bisa mengelak karena memang berkat dirimu lah ia bisa terbebas dari ruang sempit penuh bau tak sedap serta kuman itu. "Makasih..." ujarnya pelan pada akhirnya.

Kamu memutar bola mata. "Sama-sama. Yaudah ayo buruan pulang." Kamu berlalu mendahului Sakusa.

"Obati dulu lukamu," ucap Sakusa di belakangmu. Dari nadanya, Sakusa terdengar khawatir dengan goresan kecil di jari telunjukmu. Takut kamu akan terinfeksi atau sejenisnya.

"Kenapa kau tiba-tiba perhatian gitu?" Tanyamu heran. Baru beberapa menit yang lalu, sosok Sakusa sangat menyebalkan sampai-sampai kamu ingin menonjoknya dan sekarang sosok itu tiba-tiba berubah menjadi lembut seperti seorang kakak yang mengkhawatirkan adiknya.

"Memangnya salah kalau aku peduli padamu?" Alih-alih menjawab, Sakusa malah balik bertanya.

Kamu mengerutkan dahi. "Gak salah sih, tapi aneh aja."

Sakusa yang tampak tak sabaran itu kembali meraih tanganmu dan menariknya. "Mau kemana?" Sakusa tidak menjawab pertanyaanmu dan hanya menuntunmu mengikutinya. Ia tidak mempedulikan suaramu yang dipenuhi pertanyaan. Tujuannya hanya satu. Ia ingin mengobatimu sesegera mungkin, tak peduli kamu akan membantahnya atau bagaimana.

Kalian berdua akhirnya sampai di ruang UKS yang mana membuatmu melebarkan mata. "Jangan bilang kau-"

"Kau terlalu banyak bicara," ujarnya memotong ucapanmu. "Apa anehnya kalau aku peduli pada orang yang ku sukai?"

"..."

Eh?!

.

.

.

[to be continued]

○ ○ ○

Hai~ selamat datang di book baruku ^_^

Jadi aku bikin book ini karena aku lagi bucin banget sama Kiyo dan karena pengen banget buat cerita panjang. Kuharap kalian bisa terhibur~

Disini Sakusanya mungkin akan ooc jadi mohon biasakan dengan itu :v maafkan kalau ada typo atau kesalahan penulisan yang lain bcs aku suka ceroboh dan gak teliti.

Jangan lupa untuk selalu dukung aku dengan vote ya...

Thank you for reading♡

𝐌𝐀𝐊𝐄 𝐘𝐎𝐔 𝐌𝐈𝐍𝐄 ; sakusa kiyoomiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang