𝘵𝘩𝘳𝘦𝘦.

4K 611 245
                                    

Malam itu, jam berdetak menunjukkan pukul 07.15 malam. Suaranya bergema di sepenjuru ruang tamu yang sunyi. Hembusan napas serta debaran jantung ikut terdengar menemani suasana kikuk pada dirimu. Kamu duduk di sofa berwarna abu-abu gelap yang cukup panjang. Punggungmu tegak terkesan canggung dan kedua pahamu dirapatkan.

Sakusa kembali setelah beberapa menit mengambil kotak P3K. Lengkap dengan sarung tangan dan masker, ia duduk di sebelahmu. "Sini tanganmu." Sakusa mengulurkan tangannya.

Walau sedikit ragu, kamu memberikan tangan kananmu yang terluka untuk diobati. Ringisan pelan keluar dari mulutmu saat Sakusa mulai membersihkan sekitar luka itu menggunakan antiseptik. Tangannya sangat cekatan dan hati-hati seolah sudah terbiasa melakukan hal ini. Setelah mengoleskan obat luka, Sakusa membalut tanganmu dengan perban tipis.

Kamu menatap lekat wajahnya yang tertunduk itu. Manik gelapnya nampak misterius dan tajam. Rambut ikalnya terurai menutupi dahi, namun kamu masih bisa melihat kedua alis itu bertautan menimbulkan kerutan di pangkal hidungnya. Telapak tangannya yang menyentuh permukaan kulitmu terasa sedikit kasar akibat sering menggebuk bola, namun hangat. Tanpa sadar, jantungmu berdetak kencang, seolah ada gejolak yang aneh menjalar.

"Sakit?" Suara Sakusa terdengar lembut di telinga. Pandangannya terangkat menatapmu.

Kamu menggeleng pelan.

Sakusa bangkit dari duduknya sambil membawa kotak putih itu. Kamu tertegun memandang punggung tangan kanan yang terbalut rapi dengan kain putih itu. Kamu lupa kapan terakhir kali seseorang bersikap lembut saat kamu terluka. Mengobati dan membalut lukamu dengan hati-hati. Sepertinya ini pertama kalinya mengingat kamu memang banyak tingkah serta ceroboh sejak kecil.

"Oi. Kau mau makan apa?" Kamu tersentak dari lamunan ketika Sakusa bicara dari arah dapur. Spontan kamu menoleh kearah suara. "Makanlah dulu sebelum pulang agar kau gak kelaparan di jalan," lanjutnya setelah menangkap wajah bingungmu.

"Eng-enggak usah." Kamu melambai-lambaikan tangan di depan wajah. "Aku makan di rumah aja entar."

Sakusa menaikkan sebelah alisnya. Ia kini sudah lengkap dengan apron hitamnya serta melepas masker yang sejak tadi dipakai. "Gitu? Makan apa di rumah?"

Mendengar pertanyaan itu membuatmu berpikir. Kamu hanya tinggal bersama ibumu semenjak ayahmu meninggalkan kalian. Biasanya ibumu jarang pulang lebih awal dari pekerjaannya, apalagi hari ini beliau bilang ada janji, beliau kemungkinan besar akan sampai di rumah tengah malam. Dalam artian, kamu harus memasak dulu sebelum mengisi perut.

Kamu meletakkan satu jari di dagumu kemudian menjawab, "Mie instan mungkin."

Sakusa mengerutkan kening dan mengeluarkan gumaman rendah tanda ia tak puas dengan jawabanmu. "Mie instan itu gak sehat. Mending kamu makan dulu disini dan lagipula, kalau tanganmu kayak begitu kau juga gak bisa makan dengan benar kan?"

"Gapapa kok. Aku udah biasa luka seperti ini."

"Pokoknya kau gak boleh pulang sebelum makan. Gak usah protes lagi."

Sakusa membalikkan punggungnya sebelum kamu sempat berkata-kata lagi. Kamu mendengus dengan perasaan heran tapi takut untuk membantah. Kamu melihat sekeliling ruang tamu yang sederhana itu. Semua barangnya tertata rapi dan bersih, sangat mencerminkan seorang Sakusa. Ada beberapa tanaman hias di sudut ruangan serta foto-foto yang dipajang melengkapi desain ruangan minimalis itu.

Kamu memainkan jarimu dengan canggung dan kembali menatap punggung Sakusa yang tengah sibuk mengolah masakan. Tidak pernah sekalipun terlintas di benakmu suatu saat kamu akan berada dalam rumah iniーrumah orang yang bahkan tidak terlalu akrab denganmuーkemudian dibuatkan makanan seperti seorang tamu istimewa. Kamu bangkit dari sofa empuk itu lalu berjalan menuju Sakusa.

𝐌𝐀𝐊𝐄 𝐘𝐎𝐔 𝐌𝐈𝐍𝐄 ; sakusa kiyoomiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang