Tiga Belas

72K 7.4K 937
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Budayakan tekan bintang sebelum membaca, karena jejak kalian penyemangat penulis.

.
.
.
.
.
.
.
.

Bengbeng coming 💜

.
.
.
.
.
.
.
.

Detak jarum jam menunjuk pada pukul dua malam.

Menemani Barata yang tertidur lelap.

Gibran terduduk pada lantai kamarnya, menyender pada ranjang dan menghisap sebatang nikotin yang kini tinggal setengah.

Tanpa sehelai pakaian, dan hanya mengenakan celana dalam. Gibran tak merasakan dingin sama sekali pada tubuhnya. Sebaliknya. Hatinya yang merasa dingin.

Menoleh pada Barata yang terbungkus selimut. Gibran tersenyum lembut. Wajah Barata ketika tidur, terlihat begitu polos. Menggemaskan, dan membawa kemanisan.

Membuatnya merasa tenang.

Dimatikannya nyala api pada rokok, lalu beranjak untuk mendekat pada Barata.

Berjongkok pada pinggir ranjang, Gibran membelai lembut rambut hitam Barata. Menyalurkan rasa kasih nan sayang. Yang bertolak pada kebrutalannya ketika Barata masih terjaga tadi.

Telapak tangan Barata diraih, dan dikecupi satu persatu pada setiap jemarinya. Lalu digenggam lembut, seraya menyalurkan rasa panas yang keluar dari telapak tangannya.

Gibran menyukai saat-saat seperti ini.

Saat dimana Barata hanya dapat memohon padanya. Memanggili namanya. Dan hanya bergantung padanya.

Ia tidak suka mendengar Barata menyebut nama orang lain dari bibir merahnya.

Lebih tak suka lagi, ketika Barata menghabiskan waktu bersama orang lain. Apalagi dalam memadu kasih.

Gibran mendekatkan wajahnya pada Barata. Lalu menempelkan bibirnya pada bibir Barata. Merasakan lembabnya bibir sang pujaan yang hanya terdiam lantaran tak sadar.

Gibran menekankan pelan bibirnya, dan secara lembut menghisap bibir bawah Barata. Lalu ditarik perlahan. Sampai sang bibir kenyal tersebut tertarik dan terlepas pada batas kelenturannya.

Barata terusik. Menggerakan sedikit badanya dan mengerutkan kening. Namun matanya tetap tak terbuka.

Membuat Gibran semakin tersenyum.

Kening yang berkerut tersebut diusap-usap, sampai menjadi rileks kembali.

Gibran masih belum tertidur, dan hanya terus memandangi Barata.

Ucapan Barata tadi, terus berputar di kepalanya.

Ketulusan?

Murni rasa ketertarikan?

Membuat jatuh cinta?

Apakah Gibran payah dalam melakukannya?

Apakah, Gibran harus melakukan hal-hal tersebut?

Tapi, bagaimana?

Dia pikir, dengan memberitahukan Barata tentang jati diri sesungguhnya akan ketampanan, Barata akan langsung tertarik padanya.

Memberi kepuasan pada permainan ranjang, Barata akan bertekuk lutut padanya.

Nyatanya semua salah.

NERD BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang