Berjalan memutari rak buku, mencari buku yang ia cari dan berniat untuk membacanya.
Namun sepertinya buku yang ia cari tak ada yang sudah dibuka, masih tersegel dan jika ia ingin membacanya maka harus membelinya terlebih dahulu.
Arsinta pun memutuskan untuk pulang saja dan BRUK seorang menabraknya dan membuat wadah kuenya terjatuh, tepat didepan kaki seorang yang menabraknya tutup wadah kue tersebut terinjak dan belah."Astagfirullah" Arsinta kaget melihat tutup wadah kuenya sudah terbelah menjadi dua bagian.
"Maaf, gue gak sengaja" ucap seorang pria yang mengenakan seragam SMA yang selama ini Arsinta impikan.
"SMA *" ucap Arsinta saat melihat seragam yang orang tersebut kenakan.
"Kenapa?" tanya pria itu heran, "Arsinta Putri Azriel" ucap pria tersebut saat melihat logo nama Arsinta di bajunya, sontak Arsinta segera menutupnya dengan hijabnya.
"Nama kita hampir sama, kenalin nama gue Anggara Putra Azriel lo panggil gue Anggara" ucap Anggara memperkenalkan dirinya.
"Ga jelas" jawab Arsinta langsung membenahi wadah yang berserakan dan melenggang pergi begitu saja tak menghiraukan Anggara.
Tapi Anggara tak pantang menyerah dan langsung mengejar Arsinta berniat untuk meminta nomor ponsel Arsinta.
"Heyy, Tunggu mari kita berteman" tawar Anggara pada Arsinta.
"Maaf aku tak butuh teman, carilah orang lain yang ingin kau ajak berteman" jawab Arsinta ketus, yang memang sebenarnya Arsinta sama sekali tak memiliki teman karna ia tak ingin orang lain akan membulynya jika seandainya mereka tau yang sebenarnya tentang keluarga nya.
"Manusia itu makhluk sosial, kau manusia atau alien?" tanya Anggara heran dengan sikap Arsinta yang tak seperti kebanyakan perempuan lainnya yang sekali ia dekati langsung nyantol.
Arsinta tak menghiraukan ucapan Anggara ia segera berjalan dan memberhentikan angkot yang searah menuju jalan rumahnya.
"Sasaran bagus, kalo lo bisa taklukin tuh cewe gue kasih lo dua juta" ucap seorang pria yang mengenakan seragam yang sama dengan Anggara.
"Deal dua juta" jawab Anggara dengan senyum licik di wajahnya.
Arsinta yang baru sampai dirumah ia langsung mencari lem untuk membenarkan tutup wadah kue yang belah tadi, mencari di dapur namun tak menemukan dan akhirnya Arsinta memutuskan untuk mencari dikamar Arsyad dan ia menemukannya, saat Arsinta akan mengambil lem tersebut tak sengaja Arsinta menyenggol sebuah buku kecil.
"Apa ini?" tanya Arsinta heran, lalu membuka lembaran buku tersebut yang ternyata isinya sangat mengejutkan Arsinta.
"Arsyad, maaf seharusnya kamu tak mengalami kisah serumit ini" ucap Arsinta saat membaca tulisan keluh kesah Arsyad yang hanya bisa ia ungkap melalui tulisan tangan tanpa berani megutarakannya secara langsung.
"Ka Sinta, kakak lagi ngapain?" ucap Arsyad mengagetkan Arsinta.
Arsinta sontak langsung menaruh buku tersebut ketempatnya dan mengelus air matanya yang jatuh kepipinnya, bertingkah seolah tak ada apapun.
"Hmm ngak ko Dek, kakak pinjem lemnya boleh?" jawab Arsinta menghindar dari Arsyad.
"Oh iya ka" jawab Arsyad, Arsinta pun segera keluar dari dalam kamar Arsyad lalu masuk kekamarnya menguncinya dan menyalakan musik keras keras, menangis mengeluarkan segala sesak dalam dadanya, Tok Tok ibu pulang dan langsung mengetuk pintu kamar Arsinta karna mendengar suara isak dari dalam.
"Ka, ini ibu" ucap ibu berharap Arsinta akan membuka pintu kamarnya. Namun Arsinta tak mendengarnya karna suara musik yang terlalu keras.
"Kak buka pintunya" teriak ibu mengedor gedor pintu kamar Arsinta. Dan ceklek Arsinta membuka pintu kamarnya dan langsung terjatuh tak sadarkan diri dihadapan sang ibu.
"Arsinta kamu kenapa nak?" cemas ibu menguncang bahu Arsinta.
"Arsyad!" teriak ibu memanggil Arsyad, sontak Arsyad langsung berlari menghampiri.
"Kenapa ka Sinta buk?" Arsyad ikut panik.
"Matikan musiknya, ayo kita bawa kakak mu ke rumah sakit!" titah ibu, Arsyad pun segera mematikan musik dan membantu ibu mengangkat tubuh kakaknya.
Dirumah sakit ibu terus menelpon ayah berharap akan mendapat jawaban namun sayang yang di hubungi tak kunjung menjawab telponnya.
"Buk sudahlah ayah sudah tak peduli lagi" ucap Arsyad kesal.
Akhirnya ibu memutuskan untuk berhenti menghubungi ayah. berniat ingin memberitahu namun yang ingin diberitahu malah terlalu sibuk dengan segala pekerjaan dan keluarga keduanya yang justru selalu diutamakan oleh nya.
Dokter yang memeriksa Arsinta meminta agar Arsinta untuk beberapa hari kedepan dirawat terlebih dahulu karna kondisinya yang tak memungkinkan untuk langsung dibawa pulang kerumah, dokter bilang pada ibu bahwa Arsinta terlalu kecapean dan terlalu banyak pikiran dan itu membuat kondisinya malah drop.
"Buk tolong, agar putrinya lebih diperhatikan, melihat kondisinya seperti ini seperti nya anak ibu terlalu banyak pikiran dan itu tak baik untuk tumbuh kembangnya" jelas sang dokter pada ibu, ibu pun mengangguk.
Menatap wajah pucat Arsinta yang masih memejamkan matanya.
"Maafkan ibu" ucap ibu lirih dengan air mata yang menetes dari pelupuk matanya.
"Ibu" lirih Arsinta, menatap wajah sang ibu yang terlihat sangat lelah tak seperti biasa nya.
Setelah Arsinta sadar ibu langsung memanggil dokter kembali untuk memeriksa kondisi Arsinta lagi.
Segera dokter pun langsung memeriksanya lalu tersenyum tulus kepada Arsinta."SEMANGAT" ucap dokter tersebut tersenyum dan mengelus kening Arsinta lembut, seolah ia dapat merasa kan apa yang kini Arsinta rasakan, Arsinta pun membalasnya dengan senyum yang tulus namun terlihat sangat menyimpan luka dibaliknya.
Setelah dokter itu pergi Arsinta meneteskan air matanya menatap punggung dokter wanita paruh baya tersebut, seolah ia dapat sebuah semangat baru hidupnya.
"Ternyata masih ada yang peduli, dan mengerti perasaan ku" lirih Arsinta mengusap air matanya.
Ibu dan Arsyad segera masuk menemui Arsinta dan tersenyum seolah ingin memberi semangat untuk Arsinta, meski kenyataanya mereka pun sama terluka. Tertawa dan membicarakan masa indah yang mereka lewati tanpa sosok ayah yang hadir dalam pikiran nya saat mengenang masa masa dulu.
"Cukup bahagia hanya melihat senyum kalian, meski aku tau dibalik senyum mu ada luka" ucap Arsinta dalam hati dan berusaha untuk tak meneteskan air matanya tak ingin terlihat lemah dan menyedihkan dihadapan orang yang ia sayangi.
"Ibu sayang kalian, jangan terpuruk dengan semua ini kita masih punya Allah, apapun masalah yang kita hadapi berdoalah kita tunggu keadilan yang akan segera tiba" ucap ibu menyemangati putra putrinya dan menyemagati dirinya pula.
Merasa tak pantas jika harus menangisi segala luka yang telah terlanjur tergores dalam hati mereka karna sosok ayah, mereka berpelukan untuk saling menyemagati satu sama lain berharap sesak dalam dada akan hilang tangis yang seakan menjadi teman sehari hari mereka ingin rasanya tergantikan menjadi tawa yang tulus dan bukan sebuah senyum palsu yang menyimpan berjuta luka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sendu Menjadi Syahdu
RandomMengisahkan kehidupan satu keluarga yang penuh perjuangan, dan kesabaran dalam melewati setiap cobaan yang menimpa. Cobaan yang tak lain adalah ayah mereka yang selalu memberi luka dengan kebohongannya dan ketidak adilannya.