Rainey Agatha, seorang gadis dengan tinggi 163 sentimeter mengusap kasar keringat di wajahnya yang ternodai oleh debu dan oli,
"Selesai," ujar gadis itu sambil meneguk isi botol minumnya yang berisi irisan lemon segar,
"Jadi 460 ribu" lanjut gadis itu pada seorang laki-laki seumuran dengannya, sekitar 17 tahun.
Laki-laki itu menjadi pelanggan terakhir di bengkelnya hari ini,
Ia mengulurkan beberapa lembar uang seraya tersenyum tipis, jarang ada perempuan yang mau bekerja di bengkel seperti ini, bahkan ia belum pernah melihatnya.
Agatha menghitung kembali uang yang diberikan pria itu, jumlahnya pas, tidak perlu kembalian, apalagi yang ditunggu oleh pria ini?
"Bara," pria itu mengulurkan tangannya, Agatha yang mengerti segera menjabat tangan besar laki-laki itu "Gatha" untungnya gadis itu tergolong friendly, mungkin sih.
Bisa malu cowok seganteng Bara ditolak sama cewek, pas baru kenalan lagi!
"Makasih" ujar Bara, ia mengendarai mini countryman miliknya keluar dari area bengkel itu.
"Kapan ya gue punya mini kayak gitu" Agatha menghidupkan layar hp nya untuk mengecek saldo tabungannya saat ini,
"Ck, 2 tahunan lagi kayaknya" sedikit kecewa bahwa ia harus menunggu selama itu, cita-citanya sejak SD adalah memiliki sebuah mini cooper.
Dengan uangnya sendiri.
Disaat teman seusianya dulu ingin sekali menjadi dokter dan guru, justru Gatha dengan santai menjawab itu saat gurunya bertanya.
"Anak-anak, hari ini ibu mau bertanya tentang cita-cita" seorang guru di kelas 3 SD berujar ceria,
"Dokter bu!"
"Polisi"
"Ih apaan polisi, bagusan kalo jadi tauk!"
"Gamau ah, tentara mukanya suka dicoret-coret, nanti muka ganteng aku rusak!"
"Aku mau jadi guru kayak ibu"
"Aaa saya suka, saya suka"
Semua siswa sudah menjawab pertanyaan sederhana barusan, kecuali seorang perempuan yang tiba-tiba berpikir bahwa keinginannya sedikit nyeleneh dari teman-temannya.
"Bagus! Nah itu yang dipojok, cita-cita Agatha apa?" tanya guru itu penasaran, semua teman sekelasnya memusatkan perhatian padanya.
"Punya mini cooper bu" ucapan santai perempuan itu mengundang tatapan aneh dari teman-temannya, sedangkan guru yang mengerti situasi itu tersenyum ramah pada Agatha,
"Pasti bisa kalo Gatha rajin belajar dan pintar, bisa kerja bagus supaya banyak uang, ya kan?
Gatha terdiam sebentar, lalu mengangguk setuju.
Sebenarnya Gatha tidak begitu ingin menggeluti pekerjaannya saat ini,
Capek soalnya.
Kalau bisa mah ya maunya pekerjaan yang lebih baik dan sedikit santai. Tapi karena tuntutan kehidupan yang memaksanya, ia bisa apa? Makan apa dia kalo nggak kerja?
Sedangkan dirinya belum lulus SMA, belum memiliki selembar surat penentu kelanjutan kehidupannya, ijazah.
Ting!
Sebuah notifikasi pesan LINE masuk ke hp-nya,
Antahres
pulang ud mlm.
Antahres? Ini nama cowok kan? Tapi siapa?!
Iya Agatha tau, tau banget malah sekarang udah malem, tapi cowok ini tau darimana kalo ini bukan rumahnya? Terus dapet id nya darimana?
Agatha yang penasaran langsung menekan fitur freecall di aplikasinya,
Terdengar nada sambung sebentar sebelum cowok itu mengangkat panggilan teleponnya,
Tapi tidak ada sepatah katapun yang diucapkannya membuat Gatha mendengus kasar, masa harus dia yang ngomong duluan?
Padahal dia yang nelpon..
"Lo siapa? Dapet id gue darimana?" tanya cewek itu galak,
Hening.
Tepat di detik ke dua puluh, cowok bernama Antahres itu membalas pertanyaannya,
"SMA Bina Bakti" balasan singkat itu menambah tingkat kekagetan Gatha secara otomatis, bagaimana ia tahu bahwa Gatha bersekolah disana?
Dan juga, suara bariton itu tadi suara cowok yang barusan pergi dari bengkelnya kan? Berarti.. Bara?
Tut!
Panggilan diakhiri sepihak oleh Bara, meninggalkan riwayat panggilan selama 58 detik di layar handphone-nya.
"Dia.."
"Sekolah di Bina Bakti juga?" gadis itu terkekeh sinis,
Yang dipikirannya saat ini adalah bagaimana cara agar ia tidak berhubungan lagi dengan cowok itu, hari ini harus menjadi yang pertama dan terakhir kalinya.
Harus.
Gatha itu paling anti sama cowok macam Bara, harus benar-benar dihindari!
Shift nya hari ini sudah selesai, Gatha berniat pulang ke rumahnya.
Ia meraih kaos navy ciri khas klub basket di sekolahnya yang meggantung di tembok seraya menyeringai sinis,
Pantesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Archetypal
Teen FictionArchetype mengkomunikasikan dan mendasari pengekspresian keinginan-keinginan dasar, arti dan tujuan hidup, dan motivasi seseorang, dimana dalam pengekspresiaan tersebut, setiap individu mempunyai gaya, dan kekhasan masing-masing, yang berbeda satu s...