'Darah yang selalu muncul setelah tengah malam,'
-The Seasons : HI Raeth-
Schone tidur nyenyak malam tadi dan terbangun dengan tubuh yang lelah namun tak membuat semangatnya untuk hari pertamanya padam. Ya, sepertinya ada kebaikan yang bisa diambil dari kedua orang tuanya yang mengirimkan dirinya ke asrama, setidaknya Schone bisa bebas melakukan apapun yang dia mau.
Schone membuka lemarinya dan mengambil setelan kemeja putih dan rok pendek selutut berwarna hitam, tidak lupa juga rompi dengan warna senada dengan dasi merah. Seragam asrama Adhulpus nampak bagus dari seragam sekolah Schone sebelumnya. Setelah bercermin, dia menyambar ransel hitamnya dan jas berwarna merah tua sebagai pelengkap seragam sekolah.
Lonceng berbunyi saat jam menunjukkan pukul 7 pagi. Itu bukanlah penanda pelajaran dimulai melainkan sarapan pagi. Para murid berbondong menuju aula besar dilantai 1. Schone yang belum mengerti mengenai asrama Adhulpus sendiri sempat kebingungan hingga akhirnya salah seorang gadis berambut hitam menarik tangannya begitu cepat.
"Ini adalah jam untuk sarapan. Jika kamu kebingungan, ikuti saja kerumunan orang kemana mereka pergi, aku jamin itu pasti akan mengarahkan mu pada satu tempat. Oh ya, namaku Sana," Gadis bermata monolid yang indah itu mengulurkan tanan kanannya.
"Schone," Ujar Schone sembari membalas uluran tangan teman barunya.
Semua murid berkumpul di aula besar, mereka duduk pada kursi dengan meja panjang sesuai tingkatan masing – masing. Meja – meja panjang itu membetuk 9 baris. Setiap makanan telah tersaji diatas meja dengan menu yang sama. Aula ini disebut sebagai ruang makan dengan fungsi yang sama, yaitu untuk sarapan, makan siang dan makan malam. Ruang makan bertema hutan dengan berbahan dasar kayu ek.
Schone duduk di baris ke-6 bersama dengan Sana dan beberapa siswi lainnya. Schone menatap semua orang, mereka sibuk menyantap makanan dengan tenang. Sana menyikut lengan Schone. "Apa yang kamu lakukan? Makan apapun yang kau inginkan sebelum bel berbunyi,"
"Semuanya?" Tanya Schone bingung sembari menatap hidangan yang tersaji di meja. Ada beragam jenis, mulai dari roti gandum, rati biasa, roti panggang, sereal hingga kalt essen.
"Iya! Kamu bahkan bisa memakan semuanya jika sanggup," Balas Sana dengan mulut yang penuh dengan roti panggang dengan selai coklat kesukaannya.
Tangan Schone melayang mengambil satu roti panggang manis dan memakannya sedikit. Itu tidak buruk dan seperti hal baru baginya memakan roti di pagi hari, mengingat Schone selalu melewatkan sarapan.
"Kudengar kamu adalah anak baru," Salah seorang di meja yang sama berujar kearah Schone.
Schone menatapnya dan mengangguk.
"Dan kamu?" Anak itu sekarang menunjuk Sana.
"Oh aku?" Sana menunjuk dirinya sendiri. "Aku anak lama, aku dari kelas Phezulu I dan dipindahkan di Phezulu II mulai hari ini,"
"Akselerasi?"
Sana mengangguk.
"Namamu?"
"Sanata Himawari,"
"Maldeva Aevar dan kamu?" Dia mengarah pada Schone.
"Schone, Schone Tocther,"
Mereka saling membalas senyum kemudian kembali menyantap sarapan. Schone sepertinya memiliki takdir baik hari ini. Dia menemukan dua orang yang berkenalan dengannya. Dalam dirinya, Schone berharap dia dapat berteman baik dengan keduanya.
♘♞♘
"Perkenalkan namaku adalah Arabella Tochteria Schone, aku dari Versailles," Ujar Schone singkat di hadapan para murid. Dia berekspresi dingin, selebihnya dia tidak tahu harus mengatakan apapun lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Seasons : HI Raeth
TerrorThe Seasons : HI Raeth "GELOMBANG SENDU PEMBAWA PENYESALAN," Schone Tocther gadis asal Jerman yang diikirim oleh kedua orang tuanya ke sebuah asrama tua di kota Heidelberg, Jerman. Bukan tanpa alasan mengapa gadis berusia 13 tahun itu dikirim kesana...