🐸🐸🐸
Hembusan angin malam tak membuat seorang wanita terusik di tempatnya. Setiap akan menjelang tengah malam, entah mengapa wanita itu selalu berada di balkon dan menatap langit. Meskipun dengan keheningan, wanita itu tidak pernah bosan. Apalagi setiap malamnya selalu ada bintang yang paling terang dari ribuan bintang lainnya.
Semakin malam angin semakin terasa dingin. Wanita yang menggunakan jubah selutut itu semkain mengetatkan jubahnya. Tidak ada niatan sedikitpun untuk masuk dan tidur dalam kehangatan selimut. Di balkon dengan ketinggian gedung paling atas lebih mengasyikkan.
Sebuah selimut tersampir di bahunya, sehingga kini tubuhnya tertutupi selimut. Wanita itu menoleh, lalu tersenyum saat tahu siapa pelakunya.
"Kebiasaan," cibir seroang pria. Balasan dari wanita itu hanya terkekeh. "Aku udah beli yang kamu butuhkan. Udah aku simpan di meja."
"Makasih, kak."
"Hm." Pria itu membalikkan tubuh sang wanita untuk menghadap padanya. "Sebagai tanda terima kasih, balik ke kamar dan tidur."
Lagi-lagi wanita itu terkekeh. Namun, ia melenggang masuk sembari melepas selimut. Dia duduk di sofa dengan pandangan masih pada seorang pria.
"Aku gak bisa tidur."
"Kenapa? Mikirin kepulangan besok?"
"Nggak juga." Wanita itu mengambil coklat hangat yang sebelumnya ditinggalkan di meja.
Pria itu juga ikut duduk di sofa, namun di tempat yang berbeda. "Sama Salsha gimana? Udah dihubungi lagi?"
"Iya. Sampai Jakarta aku cuma mampir ke makam Iban, abis itu langsung ke Bandung."
"Gak cape? Sehari aja tinggal di Jakarta, abis itu baru ke Bandung."
Wanita itu menghela nafas. Wajah cerianya seketika hilang. "Hidup baru aku udah dimulai, kak. Aku gak mau ketemu sama orang-orang di masa lalu."
"Iya, kakak ngerti."
Sebagai balasan terima kasih wanita itu tersenyum. Mungkin ia memang tidak bisa membalas semua kebaikannya. Tapi dengan ia bersikap baik-baik saja katanya itu sudah membalas hutang budinya.
"Kak Ari kapan ke Indo?"
"Untuk saat ini kakak gak ada rencana. Memilih netap di sini jadi banyak urusan kan?" Pria itu terkekeh. Diusianya yang sudah kepala tiga dan mantap untuk memiliki keluarga, dia malah terlihat santai saja.
"Semoga dapet jodoh orang Indo biar bisa netap di sana."
"Doain dong."
"(Namakamu) selalu mendoakan kak Ari. Untuk kebaikan, untuk jodoh, untuk perlindungan, untuk semuanya!" serunya sambil mengusap wajah dengan telapak tangannya.
Pria itu tertawa kecang. "Kamu tuh, udah duapuluh sembilan tahun masih aja kayak bocah."
(Namakamu) hanya mendelik sinis. Lalu dia berdiri sambil membawa selimutnya. "Aku tidur duluan. Kalo besok belum bangun, dobrak aja pintunya."
"Dasar, kakak juga yang rugi."
"Kak Ari kan banyak duit." Kali ini wanita itu tertawa kencang dan segera masuk ke kamarnya.
****
Aleesya sudah siap memulai harinya. Gadis kecil itu sedang menyiapkan perlengkapan yang akan dibutuhkannya nanti untuk lomba. Buku gambar berukuran besar, serta crayon dan pensil warna sudah masuk ke tas pinknya.
Ah ... Aleesya sangat menyukai warna pink. Dan itu hal wajar untuk anak seusianya, bukan?
"Ale, udah siap sweetie?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama, Here!
FanfictionSEQUEL YOUNG PARENTS Disarankan untuk membaca cerita Young Parents terlebih dahulu!